Jakarta, InfoMu.co – Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi bisa mengalami kenaikan per 1 Februari 2025 jika melihat pergerakan harga minyak mentah dan pelemahan nilai tukar rupiah.
Harga minyak mentah dunia secara rata-rata naik pada Januari 2025 dan pada saat yang bersamaan, rupiah terpuruk. Dua kondisi yang selaras ini akan sangat menentukan harga BBM non-subsidi besok hari.
Merujuk Refinitiv, rata-rata harga minyak brent berada di angka US$ 78,28 per barel pada Januari 2025, lebih tinggi dibandingkan US$ 73,13 per barel sepanjang Desember 2024. Sepanjang Januari, rata-rata harga minyak brent naik 7,05%.
Begitu pula harga minyak WTI yang naik 7,8% sepanjang Januari 2025. Rata-rata harga minyak WTI ada di US$ 75,13 per barel pada Januari 2025, lebih tinggi dibandingkan pada Desember 2024 yakni US$ 69,69 per barel.
Kenaikan harga minyak sempat terjadi dengan cukup kencang sejak akhir Desember 2024 hingga pertengahan Januari 2025. Penguatan tersebut dipicu sanksi Amerika Serikat yang lebih luas dan diperkirakan akan memengaruhi ekspor minyak mentah Rusia ke pembeli utama seperti China dan India.
Brent dan WTI terus menanjak setelah Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi yang lebih luas terhadap minyak Rusia. Sanksi baru ini mencakup produsen Gazprom Neft (SIBN.MM) dan Surgutneftegas, serta 183 kapal yang mengangkut minyak Rusia, dengan tujuan menargetkan pendapatan yang digunakan Moskow untuk mendanai perangnya dengan Ukraina.
Ekspor minyak Rusia diperkirakan akan terpukul parah oleh sanksi baru tersebut, memaksa China dan India-importir minyak terbesar pertama dan ketiga di dunia-untuk mencari lebih banyak pasokan dari Timur Tengah, Afrika, dan Amerika, yang akan mendorong kenaikan harga dan biaya pengiriman, menurut para pedagang dan analis.
“Sanksi baru Rusia dari pemerintahan yang akan segera berakhir ini adalah tambahan risiko pasokan bersih, menambah ketidakpastian pada prospek kuartal pertama,” kata analis RBC Capital dalam sebuah catatan, kepada Reuters
Batch terbaru dari sanksi ini mencakup kapal-kapal yang terkait dengan aktivitas rata-rata 1,5 juta barel per hari ekspor minyak mentah Rusia melalui laut pada 2024, menurut perkiraan bank tersebut. Ini termasuk 750.000 barel per hari ekspor ke China dan 350.000 barel per hari ke India.
“Secara keseluruhan, pelipatgandaan jumlah kapal tanker yang dikenakan sanksi untuk mengangkut barel Rusia dapat menjadi hambatan logistik utama bagi aliran minyak mentah pasca-invasi,” kata para analis.
Banyak kapal tanker yang disebutkan dalam sanksi terbaru ini telah digunakan untuk mengirim minyak ke India dan China, karena sanksi Barat sebelumnya dan batas harga yang diberlakukan oleh negara-negara Kelompok Tujuh pada 2022 telah mengalihkan perdagangan minyak Rusia dari Eropa ke Asia. Beberapa kapal tersebut juga telah mengangkut minyak dari Iran, yang juga terkena sanksi.
“Putaran terakhir sanksi OFAC yang menargetkan perusahaan minyak Rusia dan sejumlah besar kapal tanker akan berdampak besar, khususnya bagi India,” kata Harry Tchilinguirian, kepala riset di Onyx Capital Group.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga tampak melemah tajam sejak awal Oktober dan dilanjutkan pada November, Desember, hingga Januari 2025. Khususnya pasca Donald Trump menang dalam pemilu AS melawan Kamala Harris.
Fokus Trump yang memberatkan pada ekonomi domestik diperkirakan akan kembali mengerek inflasi AS. Akibatnya, dolar terbang dan imbal hasil US Treasury menguat. Indeks dolar bahkan sempat terbang ke 108,4 pada 18 Desember 2024, tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Kenaikan dolar ini ditandai dengan tingginya dana asing yang kabur dari Indonesia dan memilih balik ke AS sehingga rupiah ambruk.
Rata-rata nilai tukar rupiah pada Januari 2025 ada di angka Rp16.249/US$. Nilai tukar jauh lebih lemah dibandingkan rata-rata Desember 2024 yang menyentuh Rp16.020/US$.
Sebagai informasi, pemerintah menentukan harga BBM berdasarkan formulasi tertentu. Dua variabel akan dipakai yakni rata-rata harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah mengingat besarnya impor.
Keputusan Menteri ESDM Nomor 19 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak menjelaskan formula harga menggunakan rata-rata harga publikasi Mean of Platts Singapore (MOPS) dengan satuan USD/barel periode tanggal 25 pada 2 bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 24, 1 bulan sebelumnya untuk penetapan bulan berjalan.
Merujuk Refinitiv, rata-rata harga minyak brent pada dua bulan terakhir (Desember 2024-Januari 2025) adalah sebesar US$75,71 /barel. Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan pada dua bulan sebelumnya (November-Desember 2024) sebesar US$73,26 per barrel.
Sementara itu, rata-rata harga minyak WTI pada dua bulan terakhir (Desember 2024-Januari 2025) adalah sebesar US$72,41/barel. Harga tersebut lebih rendah dibandingkan pada dua bulan sebelumnya (November-Desember 2024) sebesar US$69,62 per barrel.
Rata-rata Desember 2024-Januari 2025 lebih tinggi dibandingkan November-Desember 2024 karena harga minyak yang jauh lebih rendah sepanjang November dan Desember.
Rata-rata nilai tukar rupiah pada Januari 2025 adalah Rp16.249/US$ sementara pada Desember 2024 tercatat Rp16.020/US$.
Dengan hanya melihat rata-rata harga minyak dua bulan yang lebih tinggi dan rupiah yang ambruk maka harga BBM berpeluang untuk dinaikkan per 1 Februari 2025.
Sebagai catatan, pemerintah menaikkan harga BBM non-subsidi pada Agustus, menurunkannya pada September dan Oktober tetapi kembali menaikkannya pada November, Desember 2024, dan Januari 2025. (cnbc-i)