Medan, InfoMu.co – Pemerhati sosial politik, Shohibul Anshor Siregar menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan bahwa Presiden dan Menteri boleh berpihak di dalam pemilihan presiden, sepanjang tidak menggunakan fasilitas negara.
“Pernyataan itu hanya bermakna bahwa Joko Widodo sudah semakin tak mampu lagi menyembunyikan kecemasannya atas peluang yang semakin kecil bagi Prabowo-Gibran memenangi pilpres 2024. Ia sama sekali sudah tak percaya lagi pada laporan-laporan lembaga survei. Ia juga sudah sangat pesimis tentang peluang menang bagi anak sukungnya yang dipasangkan sebagai Cawapres jika hanya menempuh cara-cara normal,” ” ujar Shohibul, Rabu (24/1/2024).
“Periode keduanya diraih melalui pilpres kontroversial (2019). Hasil digugat di MK dan pengalaman buruk demokrasi terjadi yang ditunjukkan dengan meninggalnya ratusan petugas pemilu dengan diagnosis yang sulit diterima halayak, yakni faktor kelelahan,” imbuhnya.
Lebih lanjut Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS) ini menilai, Joko Widodo sangat takut perulangan pengalaman pahit dan buruk bersama Ahok (mantan wakilnya di DKI) yang dikalahkan oleh Anies pada Pilkada 2017. Menurut Shohibul, kekalahan dapat dimaknai sebagai tragedi politik yang menimpa seseorang yang posisinya adalah Presiden.
Tentu, lanjut Shihibul, mula-mula Jokowi bermaksud mengukur gelombang resistensi, dan tanpa harus membuat pernyataan serupa itu sebetulnya rakyat pun sudah tahu apa yang dikerjakannya melalui apa yang ia sebut sebagai cawe-cawe.
“Jadi, sebetulnya ia sudah bekerja seperti yang dimaksudkannya dalam pernyataan itu dan ingin beroleh legitimasi,” ujar Shohibul
Setelah pernyataan itu, menurut Shohibul kini Jokowi sedang menanti dan mengevaluasi reaksi, mengukur tekanannya dan risiko politik yang harus dihadapi. (tajdid)

