• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Sastra : Yang Telah Berjalan Jauh, Aldian Arifin

Sastra : Yang Telah Berjalan Jauh, Aldian Arifin

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
3 Agustus 2021
in Literasi, Puisi
86
YANG TELAH BERJALAN JAUH,. ALDIAN ARIPIN

Oleh : S. Ratman Suras, Penyair

YANG TELAH BERJALAN JAUH

Yang telah berjalan jauh
tahulah ia makna jarak

Yang telah mengangkat sauh
bebaslah ia ke mana bergerak

1984

Aldian Aripin (1938-2010)  salah satu penyair kuat  kelahiran Kota Pinang, kini Labuhan Batu Selatan, propinsi Sumatera Utara, termasuk penyair Angkatan 66, dalam perjalanan sastra Indonesia. Puisi-puisi beliau banyak dipublikasikan di koran lokal dan nasional. Menulis puisi dari mulai remaja. Hingga akhir hayatnya beliau tetap berkesenian. Saya termasuk orang yang beruntung, ada 2 buku antologi puisi tunggalnya yang dikasih sebagai hadiah, dan langsung ditandatanganinya. Yaitu  Elipsis (1996) dan Nyanyian Malam Hari (1997) serta Dienul Islam, diawali oleh Iblis dan tulisan lain (1999) berupa kumpulan esai budaya beliau yang telah terbit di Harian Haluan Padang antara tahun 1987 hingga 1989, tentang cerita sufistik Islam . Juga buku Esensi dan Dinamika, Telaah sufistik terhadap Puisi dan Perjalanan Spiritual Aldian Aripin (2002) karya sastrawan Damiri Mahmud, keduanya telah wafat, Al- Fatehah. Keempat buku itu diterbitkan oleh Sastra Leo, Medan.

Membaca kembali puisi-puisi penyair Aldian Aripin, saya mendapat banyak pelajaran. Hemat kata, diksi, idiom, yang sederhana bukan berarti kosong. Puisi-puisi beliau pendek-pendek. Tapi pesan yang disampaikan cukup dalam, dan panjang. Coba kita lihat puisi di atas yang saya jadikan judul tulisan ini. Jika kita renungkan sejenak. Yang telah berjalan jauh.

Menurut saya, penyair Aldian Aripin bukan hanya mengurai tentang jarak yang sebenarnya. Tapi beliau lebih menangkap filosofi perjalanan kehidupan manusia itu sendiri. Eksistensi manusia di alam dunia ini diibaratkan sebuah kapal yang tengah mengarungi lautan, yaitu samudera luas kehidupan. /Yang telah berjalan jauh/ tahulah ia makna jarak/ Yang telah mengangkat sauh/ bebaslah ia ke mana bergerak/ puisi ini menggali tradisi pantun lama, ab-ab. Jika direnungkan, artinya cukup dalam. Makna jarak bukan dalam pengertian fakta sebenarnya. Contoh jarak ke kota A, ke kita B, misal 200Km.

Tapi lebih dari pada itu. Memaknai jarak bisa saja, seseorang yang telah mumpuni dalam sesuatu bidang, bukankah pengalaman itu guru yang paling baik? Sudah terlalu lama hidup, banyak makan asam garam. Lalu pada bait keduanya, jika sebuah kapal sudah melempar sauh, tentu bagi anak buah kapal dan kru bisa bebas turun ke daratan, menikmati keramaian bandar-bandar besar dengan kemewahan yang ada. Seseorang yang sudah berbekal ilmu pengetahuan tentang hidup, pasti ia akan profesional dalam mengelola pengalamannya.Walau bebas bergerak bukan berarti suka-suka.
Setiap bergerak tetap akan memaknai jarak yang sudah ditempuhnya. Minimal ia akan menilai langkahnya, untuk diri sendiri, syukur bisa bisa berguna bagi kehidupan orang lain. Kita baca puisi yang lain.

DENDAM

keruh air sungai
tandanya hujan di hulu

dendam dalam damai
menyiksa sampai ke kalbu

1974

Dalam tubuh manusia ada organ yang sangat penting yaitu jeroan. Organ vital itu terdiri dari alat pernafasan, pencernaan. Ada paru-paru, hati, jantung, limpa, hati, empedu, usus besar, usus kecil, usus buntu, hingga alat pelepasan anus. Lalu di mana letak kalbu? Apakah kalbu sama dengan hati? Jika organ-organ penting itu sakit, lalu manusia berusaha sekuat tenaga untuk berobat. Dan jika kalbu sakit? Ke mana hendak berobat? Sakit hati, iri, dengki, termasuk dendam adalah penyakit dalam rohani. Puisi dendam memotret, betapa sakit kalbu payah untuk sembuh, walau kesepakatan damai bisa terurai. Hal ini bisa kita bandingkan dengan puisinya yang lain.

GURUH DI JAUH

Deru guruh di jauh
kau dengarkan itu?

Gemuruh detak jantungku
aku sendiri yang tahu

1970

Manusia memang mahluk Tuhan yang paling sempurna. Konon ketika Tuhan Yang Maha Esa, akan mengutus makhluknya menjadi khalifah di muka bumi ini, gunung, batu, sungai, laut tak ada yang sanggup. Manusia dengan tegap menerima amanah itu.  Dan ketika amanah itu ditetapkan Tuhan pemilik kehidupan manusia, insan ini pun lupa dan menyesal. Namun ada juga yang sombong dan jumawa di dunia ini. Peristiwa itu pun membuat malaikat bertanya, kepada sang Khalik, kenapa yang gemar menumpahkan darah sesama yang harus jadi pemimpin bumi?
Ada segumpal daging dalam diri setiap manusia, jika daging itu baik. Maka baiklah gerak-gerik perangainya. Itulah hati. Hati manusia hanya sendirilah yang tahu?

AKULAH MANUSIA

Akulah manusia
si penyombong besar
laknat penghambur kata-kata

Semua bermula pada Aku
Semua berakhir pada Aku

Akulah manusia
si penyombong besar
laknat penghambur kata-kata

1970

Kesombongan dan ego besar mahluk bernama manusia, bagi penyair Aldian Aripin dilukiskan dengan gamblang tanpa tedeng aling-aling. Pada kenyataannya memang demikian. Kerusakan tatanan hidup dan kehidupan dunia, juga oleh manusia itu sendiri. Manusia dan kelompoknya yang merasa sudah super power, mengintimidasi dan menghancurkan sesama manusia. Manusia bagai serigala bagi manusia lain. Namun pada titik jenuh sang manusia tak bisa berbuat apa-apa.

MANUSIA

Alangkah majunya manusia
berpacu dengan waktu
berpacu dengan dirinya

Alangkah sepinya puisi
berdenyut malam hari
dalam hati

1970

Delapan tahun setelah menulis puisi tentang manusia, dengan tingkah polah ya, beliau menyindir atau tepatnya memberi aba-aba, atau peringatan yang sangat dalam.

SUNGAI

Sungai punya dua pilihan
bagi muaranya

Ke laut atau ke danau

Tapi kehidupan
hanya punya satu

Kematian

1978

Pada puisi di atas penyair mengabarkan bahwa kehidupan bagaimana pun majunya peradaban manusia, pasti akan sampai pada satu titik akhir. Bila sudah sampai pada kematian tentu manusia sudah tak bisa berbuat apa-apa. Tinggal jasad. Yang akan segera diusung ke pemakaman. Muara awal segala hidup. Untuk menuju jalan selanjutnya, akhirat. Alam keabadian. Hanya ada jalan dua pilihan tergantung amal ketika manusia hidup di dunia. Sebelum manusia menyulam sepi sambil menjalani siksa atau nikmat dalam kubur sendirian, gejala sakit bagi yang renta, penyair menulis sajak ini. Walau sakit bukan jalan satu-satunya ajal. Sehat pun jika sudah habis takdir pasti akan dijemput maut.

KAPAL RUSAK

Pulau demi pulau telah terlangkau

Gesekan ombak di haluan :
Adakah pelabuhan akan terjangkau

Gesekan suara jentera
Membangun seribu tanya

Kapal rusak di tengah samudera
Dipermainkan ombak semaunya

1977

Penyair Aldian Aripin lahir pada tanggal 1 Agustus 1938 di Kota Pinang. Sejak sekolah dasar sudah menyenangi kesusasteraan. Mulai mempublikasikan karya puisi-puisinya sejak SMA, baik di Medan maupun Jakarta. Beliau termasuk penyair eksponen Angkatan 66 dalam kesusasteraan yang bergabung dalam kelompok Manifes Kebudayaan. (Yang dalam rapat-rapat di Jakarta sebelum Manifes disiarkan mereka menyebut dirinya sebagai Angkatan Perlawanan)

Pada tahun 1966 ia bersama Djohan A. Nasution dan Z. Pangaduan Lubis menerbitkan kumpulan sajak bersama, Ribeli 1966. Antologi tunggalnya Oh Nostalgia (1967)  Tahun 1971 bersama Djohan A Nasution, Zakaria M Pase sebagai editor 39 sajak dari 14 penyair, dan 17 Cerpen dari 17 cerpenis Sumatera-Utara, dibukukan dengan judul Terminal (1971)  Ketika Dewan Kesenian Medan (DKM) dibentuk ia menjadi Koordinator Bidang Sastra (1972-1974)

Sebagai pejabat pada Direktorat Jendral Imigrasi Depertemen Kehakiman, ia pernah bertugas di hampir semua wilayah Indonesia, dan beberapa negara lain di belahan dunia.  Pada masa awal kepenyairannya, ia menyenangi puisi-puisi romantis, kemudian beralih ke imajis, mistis-metafisis. Penyair dunia yang menjadi idolanya adalah Carl Sandburg. Dalam catatan biodatanya ia menulis. Ia telah sampai pada situasi di mana tidak ada lagi konflik, karena sesungguhnya semua berasal dan berakhir pada yang Esa juga.

Bila gerak surut ke dalam diam
siang larut ke dalam malam
putih diserap hitam
rata, rata.

Penyair Aldian Aripin tutup usia pada tanggal 15 Oktober 2010 di Medan. Dalam usia 72 tahun. Dunia sastra Medan, Indonesia patut dan perlu membaca mengapresiasikan karya-karya beliau dan mengenangnya.

Tanjung Anom 24721

Penulis, S. Ratman Suras, Penyair tinggal di Medan

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: aldian arifins. ratman surassastra
Previous Post

Muhammadiyah Akan Bangun Sekolah Kedua untuk Pengungsi Palestina di Lebanon

Next Post

Universitas Muhammadiyah Aceh – Grand Arabia Hotel Jalin Kerjasama

Next Post
Universitas Muhammadiyah Aceh – Grand Arabia Hotel Jalin Kerjasama

Universitas Muhammadiyah Aceh - Grand Arabia Hotel Jalin Kerjasama

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.