Sambut Muktamar 49 dengan Semangat Islam Berkemajuan
Oleh : Ikhlasul Amal Pasaribu
Gema Muktamar ke-49 mulai bergaung. Dari seluruh penjuru Nusantara, denyut nadi Persyarikatan Muhammadiyah kini berdetak lebih kencang, mengarah ke satu titik: Sumatera Utara 2027. Bumi Sumatera Utara yang dinamis dan kaya akan sejarah ini telah terpilih menjadi arena bagi perhelatan intelektual dan spiritual terbesar persyarikatan.
Sumatera Utara bukanlah sekadar latar. Ia adalah konteks. Di sini, dialektika antara tradisi Melayu yang luhur, dinamika Batak yang ekspresif, dan etos perantau yang ulet telah membentuk sebuah ekosistem sosial yang unik. Lingkungan ini adalah laboratorium ideal bagi Muhammadiyah untuk merenungkan kembali perannya sebagai perekat bangsa dan motor kemajuan. Pertanyaannya bukan lagi “apa program kita?”, melainkan “bagaimana gagasan pencerahan kita mampu menjawab kegelisahan zaman secara presisi?”
Ini bukan sekadar hajatan rutin lima tahunan. Muktamar di bumi Sumatera Utara adalah sebuah panggilan sejarah—sebuah ikhtiar akbar untuk mengasah kembali ketajaman tajdid, memperkokoh barisan dakwah, dan merumuskan jawaban-jawaban bernas atas panggilan zaman dengan semangat Islam Berkemajuan yang tak pernah padam.
Dalam menyongsong perhelatan besar ini, ada baiknya kita kembali meresapi dan merefleksikan untaian hikmah dari para tokoh yang telah meletakkan fondasi dan memberi arah bagi Muhammadiyah. Kata-kata mereka bukan sekadar memorabilia sejarah, melainkan kompas yang senantiasa relevan untuk menavigasi masa depan.
Api Pencerahan dari Sang Pendiri
Di jantung gerakan ini, spirit K.H. Ahmad Dahlan terus menyala. Beliau mengingatkan bahwa Islam bukan hanya ritual, tetapi sebuah gerakan aksi yang nyata. “Tolong-menolong adalah sikap orang Islam dalam aksi.” – K.H. Ahmad Dahlan
Pesan singkat ini adalah esensi dari seluruh amal usaha Muhammadiyah. Muktamar 2027 harus menjadi ajang untuk memperkuat kembali pilar-pilar pelayanan sosial, kesehatan, dan pendidikan. Bagaimana Muhammadiyah bisa terus menjadi jawaban atas persoalan ke ummatan. Sang Pencerah juga berpesan tentang pentingnya menjaga kemurnian gerak dan niat.
“Kebenaran suatu hal tidaklah ditentukan oleh berapa banyaknya orang yang mempercayainya.” – K.H. Ahmad Dahlan. Ini adalah pengingat abadi bagi kader Muhammadiyah untuk senantiasa berpegang pada prinsip kebenaran yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan pada popularitas sesaat atau pragmatisme politik. Gerak Muhammadiyah haruslah gerak yang didasari oleh ilmu dan keikhlasan.
Intelektualitas dan Kelembutan Dakwah
Generasi penerus Muhammadiyah diwarnai oleh sosok-sosok pemikir ulung seperti Buya Hamka. Beliau mengajarkan bagaimana dakwah harus disampaikan dengan hikmah, menggabungkan ketajaman akal dan kelembutan hati. “Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi, namun ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan pencuri.” – Buya Hamka
Kutipan ini sangat relevan bagi Muhammadiyah yang menjadikan pendidikan sebagai medan jihad utamanya. Muktamar di Sumatera Utara diharapkan melahirkan terobosan-terobosan baru dalam dunia pendidikan. Buya Hamka juga memberikan pandangan mendalam tentang arti sejati dari kehidupan. “Kalau hidup hanya sekedar hidup, kera di rimba juga hidup. Kalau kerja hanya sekedar kerja, kerbau di sawah juga kerja.” – Buya Hamka
Muhammadiyah harus terus mendorong warganya menjadi ummat dan Mukmin yang kuat secara ekonomi, maupun intelektual untuk menjadi manusia yang membawa manfaat bagi sesama melalui karya karyanya di bidang tertentu. Muktamar adalah momentum untuk mengevaluasi sejauh mana gerak persyarikatan telah memberikan nilai tambah bagi peradaban.
Momen Konsolidasi: Merajut Kembali Tenun Kebangsaan
Zaman ini membawa tantangan berupa polarisasi sosial yang tajam. Perbedaan pandangan, terutama dalam isu politik dan keagamaan, terkadang mengoyak tenun persaudaraan yang telah lama dirajut. Muktamar 2027 harus menjadi momentum penyembuhan dan rekonsiliasi. Inilah saatnya Muhammadiyah meneguhkan perannya sebagai “tenda besar” umat dan bangsa.
Beberapa agenda penting dalam konteks ini adalah: Memperkuat Ukhuwah Lintas Batas: Meneguhkan kembali persaudaraan keislaman (ukhuwah Islamiyah), kebangsaan (ukhuwah wathaniyah), dan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah) yang sempat terkikis oleh sentimen kelompok.
Menjadi Penengah yang Mencerahkan: Secara aktif mengambil peran sebagai juru damai dan penengah yang adil di tengah konflik sosial, menawarkan solusi berbasis ilmu dan hikmah, bukan keberpihakan buta.
Mengedepankan Dialog, Bukan Hujatan: Mendorong budaya dialog yang santun dan musyawarah untuk mufakat sebagai jalan keluar utama. Muktamar harus menjadi contoh bagaimana perbedaan pendapat dapat dikelola secara dewasa dan konstruktif.
Menjaga Khittah dan Visi Islam Berkemajuan
Di era kontemporer, tokoh-tokoh seperti Prof. Dr. Amien Rais dan Prof. Dr. Haedar Nashir terus mengawal posisi Muhammadiyah. Mereka mengingatkan pentingnya independensi dan peran profetik Muhammadiyah.
“Muhammadiyah sebisa mungkin independen secara domestik, harus berdaulat dan emoh diintervensi dan emoh dicampurtangani pihak luar, walaupun itu dari pemerintah yang sedang berkuasa.” – Amien Rais. Pesan ini menggarisbawahi pentingnya menjaga Khittah Muhammadiyah sebagai kekuatan moral bangsa. Muktamar 2027 akan menjadi ujian bagi soliditas dan kemandirian persyarikatan.
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat ini, Haedar Nashir, secara konsisten mengelaborasi konsep Islam Berkemajuan sebagai paradigma gerak. “Islam Berkemajuan dikonstruksi untuk menjadi peradaban Islam pada abad ke-21 dan seterusnya. Apakah mungkin? Tergantung kita.” – Haedar Nashir
Kalimat ini adalah sebuah tantangan. Masa depan Islam yang mencerahkan berada di tangan umatnya. Muktamar harus mampu menerjemahkan visi ini ke dalam program-program aksi yang konkret, termasuk dalam upaya merajut kembali persatuan. “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya… Ini menjadi rujukan penting bagi gerakan Muhammadiyah untuk selalu memberi solusi dan manfaat.” – Haedar Nashir
Pada akhirnya, inilah muara dari semua gerak persyarikatan. Menjadi solusi, termasuk solusi atas perpecahan, adalah wujud nyata dari “manfaat” tersebut.
Harapan dari Sumatera Utara untuk Indonesia Berkemajuan
Muktamar ke-49 di Sumatera Utara adalah sebuah panggilan. Panggilan untuk kembali ke spirit awal K.H. Ahmad Dahlan, menyerap kedalaman ilmu Buya Hamka, merajut kembali tenun kebangsaan yang terkoyak, menjaga independensi gerakan, dan menerjemahkan visi Islam Berkemajuan menjadi kerja-kerja nyata.
Semoga dari Bumi Sumatera Utara gelombang pencerahan akan kembali bergelora, membawa Indonesia dan dunia menuju masa depan yang lebih adil, damai, dan sejahtera di bawah naungan ridha Allah SWT. Selamat menyongsong Muktamar Muhammadiyah 2027!
*** Penulis, Ikhlasul Amal Pasaribu, Sekretaris LP UMKM PWM Sumatera Utara