REFLEKSI PERAYAAN TAHUN BARU ISLAM 1 MUHARRAM 1445 H
Oleh : Drs.Talkisman Tanjung
Perayaan Tahun baru Islam 1 Muharram bukan hanya sekedar pergantian tahun dalam kalender Hijriyah. Tetapi perayaan tersebut justru mengandung banyak hikmah yang harus bisa dijadikan sebagai momentum berharga bagi ummat Islam.
Dalam kesempatan perayaan Tahun baru Islam membuat seluruh lapisan, golongan, dan khususnya para tokoh ummat Islam untuk merenung, mengoreksi sekaligus mengevaluasi keadaan ummat Islam di tahun yang lalu, kemudian menjadikan momen Tahun baru ini sebagai starting poin untuk bangkit mengukir peradaban Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Dari sekian banyak yang harus direnungkan, dikoreksi dan dievaluasi, persoalan persatuan ummat Islam menempati posisi terdepan. Persatuan ummat telah diobok-obok oleh berbagai kepentingan, baik internal maupun ekternal ummat Islam itu sendiri.
Persatuan ummat hampir saja memasuki sebuah keadaan yg disetir oleh ayat Al-qur’an, “تحسبهم جميعا وقلوبهم شتى “, kelihatan mereka bersatu, kompak, tetapi hati mereka bercerai berai. Persatuan yang ada bagaikan persatuan pasir dipinggir pantai, yang terlihat kokoh, tetapi justru rapuh dan ketika ditiup oleh angin kencang ia berserakan dan beterbangan, sangat menggenaskan sekaligus memprihatinkan.
Misalnya, hanya dikarenakan perbedaan metode dalam penentuan awal bulan baru, ummat Islam bisa diobok-obok oleh berbagai kepentingan. Sehingga terlihat saling menghujat, saling melemahkan antara satu dengan yang lainnya. Dan yang menjadi kurban tetap saja kelompok yang menetapkan awal bulan barunya berbeda dengan keputusan Pemerintah. Demikian juga karena perbedaan manhaj dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam, kita terjebak dengan kosakata “firqah-firqah”, “dhalalah”, dan mengklaim kebenaran itu hanya milik sendiri (inklusif) kelompok dan golongan kita saja, sementara orang lain, kelompok dan golongan lain justru salah, tidak benar bahkan disebut “dhallah” (sesat). Sebuah fenomena ummat yang hampir saja sama dengan apa yang dilukiskan oleh Rasulullah SAW, dimana ummat Islam diibaratkan oleh beliau sebagai “maidah”, makanan yang tersaji diatas meja, siap santap. Dan orang-orang yang ada disekeliling meja tersebut akan berebut untuk menyantap ummat ini.
Ketika kita masuk kearena politik praktis, akan terlihat dengan jelas betapa egoisme masing-masing kita justru membuat posisi tawar ummat Islam dipermainkan oleh segelintir orang. Meskipun segelintir namun mereka terorganisir dengan baik. Sehingga kondisi ummat Islam sama persis seperti yang digambarkan oleh ayat Al-qur’an :
كم من فىءتا قليلتا غلبت فىءت كثيرة
“Berapa banyak golongan yang sedikit (minoritas) mampu mengobok-obok golongan yang banyak (mayoritas)…”
Kemampuan golongan minoritas ditopang oleh kompetensi organisatoris yang mapan dan terstruktur. Sehingga air bah yang diperkirakan sangat berdaya besar justru menjadi tak berdaya sama sekali dengan dipecah alirannya kebeberapa aliran. Bahkan yang sangat memprihatinkan, setiap aliran atau kelompok secara inklusif menganggap dialah aliran yang utama, istilah dilapangan “ahlus sunnah wal jama’ah (salafus shalih).
Melihat potret ummat Islam yang demikian, maka sebagai refleksi merayakan dan menyambut Tahun baru Islam 1445 H justru menjadi sangat urgen untuk membangun dan membangkitkan persatuan dan kesatuan ummat Islam ini kembali. Kita harus kembali kepada semangat ummat Islam dibawah komando Rasulullah SAW dalam peperangan badar. Dan jangan sama sekali kekalahan dibukit uhud selalu menjadi ikon ummat Islam, sehingga selalu kalah dan terpuruk. Namun peristiwa uhud tersebut harus dijadikan sebagai i’tibar dan media untuk direnungkan, dikoreksi dan dievaluasi, apalagi kita akan memasuki tahun politik di tahun 2024 ini. Jangan sampai ummat ini kehilangan tongkat beberapa kali. Hampir setiap kali pemilu posisi ummat selalu termarginalkan dan suara ummat hanya dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang tidak sedikitpun mengayomi apalagi memperjuangkan aspirasi ummat. Kita menunggu langkah-langkah kongkrit dari para tokoh ummat diberbagai organisasi, jama’ah atau apapun namanya untuk bersegera untuk merapatkan barisan, dan mari kita tinggalkan egoisme yang hanya memperoleh keuntungan sesa’at saja. والله اعلم SEMOGA MENGINSPIRASI.
1 Muharram 1445 H.
Batahan Mandailing Natal.