Medan, InfoMu.co – Tim Pengabdian Masyarakat dari Fakutas Pertanian UMSU mengenalkan pakan alternatif untuk unggas dengan memanfaatkan Gedebog Pisang sebagai pakan lokal kepada masyarakat di Desa Sitirejo III Kecamatan Medan Amplas. Untuk tim dosen Fakultas Pertanian UMSU itu, mengajak masyarakat peternak unggas (ayam kampung) mengembangkan potensi lokal sebagai bahan baku pakan.
Ketua pelaksana PKM, Dr. Rini Sulistiani, S.P., M.P. dan anggota tim pengabdian Dr. Widihastuty, S.P., M.Si dan Ir. Wizni Fadhillah,M.Agr mengenalkan penyusunan ransum (pakan Fermentasi) dan penyajiannya dengan metode pakan fermentasi, pakan direbus/masak dan pakan campur dengan bahan mentah. Pelatihan ini dilakukan pada pertenak ayam kampung sebagai usaha sampingan, baik sebagai ayam petelur maupun pedaging.
Dr. Rini Sulistiani SP MP, menjelaskan pakan merupakan unsur utama kebutuhan ternak dan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan usaha ternak. Kualitas pakan yang baik akan mendukung produktivitas ternak meningkat. Beberapa nutrisi penting yang harus terpenuhi dalam bahan pakan adalah: 1) Energi, diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan beraktifitas; 2) Protein, diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi, dan reproduksi; 3) Mineral, diperlukan ternak untuk pertumbuhan tulang dan perbaikan jaringan, kofaktor enzim/hormon, menjaga keseimbangan pH/cairan tubuh, dan pembentukan mineral; 4) Vitamin, sebagai katalisator dalam proses metabolisme.
Kata Rini Sulistiani, harga pakan yang mahal di pasar, memberikan peluang bahan lokal sebagai penggantinya. Peternak dapat membuat formula pakan dengan harga murah dan berkualitas yang bersumber bahan pakan lokal sesuai dengan potensi daerah. Hal yang perlu diperhatikan adalah keseimbangan nutrisi pakan baik sebagai sumber energi maupun protein.
Pada kesempatan yang sama menurut Dr. Widihastuty, S.P., M.Si dengan adanya informasi sumber bahan pakan lokal yang sering didiseminasikan ini, diharapkan peternak dapat melakukan self mixing (mencampur pakan sendiri) tidak perlu mendatangkan bahan baku dari luar daerah. Dengan demikian setiap daerah dapat membuat formula pakan atau formulasi ransum sesuai dengan potensi yang ada di wilayahnya, sehingga peternak mendapatkan pakan/ransum dengan harga yang murah dan berkualitas.
Ayam kampung petelur memiliki karakter yang berbeda dibandingkan dengan ayam ras petelur, dimana ayam kampung petelur produktivitasnya lebih rendah dari pada ayam ras petelur. Produksi telur ayam kampung yang dipelihara secara intensif dapat mencapai 151 butir/ekor/tahun. Sedangkan ayam kampung dengan pemeliharaan secara tradisional hanya menghasilkan produksi telur 58 butir/ekor/tahun.
Namun, telur ayam kampung harganya lebih mahal dan banyak dikonsumsi kalangan tertentu yang membutuhkan bahan pangan untuk tujuan meningkatkan stamina atau pun kesehatan. Telur ayam kampung banyak digunakan sebagai bahan campuran jamu (terutama kuning telurnya) serta memiliki harga yang relatif stabil.
Kegiatan pelatihan dan penyuluhan ini diharapkan dapat memacu kreativitas peternak kecil untuk pembuatan formula pakan berbahan baku lokal untuk menekan biaya produksi dengan kadar nutrisi terpenuhi dan berimbang, jelas Widihastuty. ( Qomari)

