Berikut penjelasan Dr. Masri Sitanggang, salah seorang Ketua BPU-PPII kepada InfoMu.co, Senin (17/5) menjelang malam.
Akhirnya, Deklarasikan PDRI
Dr Masri Sitanggang, ketua P-4II dan wakil Ketua BPU-PPI yang juga merupakan salah satu inisiator terbentuknya BPU-PPII kepada wartawan menjelaskan sebagai berikut.
Kelahiran BPU-PPII didorong oleh fakta bahwa partai-partai Islam di pentas nasional terus mengalami kekalahan. Pada pemilu 2019, misalanya, total perolehan suara partai Islam atau yang berbasis Islam cuma 29,7 persen. Turun 14 persen dibanding pemilu 1955. Hasail kajian kemudian menyimpulkan bahwa umat Islam memerlukan sebuah partai Islam yang ideologis.
Prototype Partai Islam Ideologis yang pernah dimiliki umat Islam Indonesia adalah Partai Islam Masyumi, sebuah partai yang telah menorehkan banyak catatan prestasi untuk bangsa dan negara. Oleh sebab itu, BPU-PPII setuju menghidupkan kembali Masyumi. Masyumi yang dimaksud adalah Masyumi yang lahir tahun 1945, di mana semua komponen/ormas ummat bersatu di dalamnya : NU, Muhammadiyah, Persis, Alwashliyah, Al Irsyad dll. Bukan Masyumi yang lain, yang lahir menjelang dan setelah reformasi.
Sebagaimana diketahui, Masyumi 1945 membubarkan diri pada tahun 1960. Menjelang dan menyusul refromasi, lahir sejumlah partai yang membawa nama dan semangat Masyumi, misalnya : Masyumi Baru yang diprakarsai oleh Ridwan Saidi, Partai Umat Islam (PUI) yang dibentuk Deliar Noer, Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Masyumi yang diketuai oleh Abdullah Hehamahua. Semua partai ini sudah gagal masuk parlemen.
Karena Masyumi yang ingin dilahirkan adalah Masyumi 1945, kata Masri Sitanggang, maka BPU-PPII Mengunjungi semua tokoh dan ormas Islam pendukung Masyumi 1945. Tersebutlah bebarapa di antara yang telah dikunjungi dan diajak rembug, misalnya, tokoh-tokoh pesantren Gontor, Cak Anam selaku tokoh NU dan PKNU (Partai Kebangkitan Nahdatul Ulama), Amin Rais yang sedang menggagas lahirnya Partai Ummat, Ustadz Bachtiar Nasir, Ustadz Zaitun Rasmin, KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii, KH Syukron Makmun dll. BPU-PPII bahkan berkirim surat resmi ke ormas-ormas yang dulu menjadi anggota Istimewa Masyumi. Beberapa ormas malah sudah menerima BPU-PPII beraudensi.
Selain itu BPU-PPPII/P-4II mengumpulkan pula ormas Sayap Masyumi yang masih eksis seperti seperti STII dan SBII.
Selanjutnya, BPU-PPII menyelenggarakan pertemuan/musyawarah bersama partai-partai yang segaris dengan Masyumi yang lahir menjelang dan semasa Reformasi, yang tidak lagi ikut dalam pemilu, antara lain : Masyumi tahun 98 yg diketuai Abdullah Hehamahua, Masyumi Baru Ridwan Saidi, PUI yg dibentuk Deliar Noor dan bebarapa lagi.
Semuanya sepakat untuk menyatukan diri menghidupkan kembali Masyumi berspirit 1945.Pimpinan Partai-partai tersebut menyerahkan dokumennya masing masing ke BPU-PPII sebagai tanda penyatuan dan peleburan.
“Itulah sebabnya kita gunakan istilah MASYUMI REBORN, Masyumi lahir kembali”, tegas Masri. Partai ini diharapkan akan dipimpin oleh para ulama, katanya.
Kemudian, dengan maksud mempermudah urusan administrasi/legalitas di kemenkumham, BPU-PPII/P-4II bermaksud menggunakan Badan Hukum Masyumi 98 yg ketuanya adalah Abdullah Hehamahua. Waktu itu, kata Masri, kita kira Badan Hukum Masyumi 98 masih berlaku. Untuk itulah kemudian BPU-PPII menggadang-gadang Abdullah Hehamahua sebagai Ketua Majelis Syuro Masyumi.
Lantas, Secara formal, pada acara tasyakkur 75 tahun Masyumi, 7 Novrmber 2020, di Dewan Dakwah, dilakukan penandatanganan serah terima badan hukum Masyumi 98 dari ketuanya Abdullah Hehamahua kepada KH Cholil Ridwan selaku ketua BPU-PPII. Dengan begitu, sebenarnya, kewenangan terhadap Masyumi 98 sudah ada di BPU-PPII.
Tapi kemudian Abdullah Hehamahua, dg mengatasnamakan Majelis Syuro yang dibentuk oleh BPU-PPII, bermaksud lain. Ia justeru ingin menghidupkan kembali Masyumi 98 dengan menyatakan berpisah dari BPU-PPII. Abdullah Hehamahua, atas nama Majelis Syuro, mengangkat Ahmad Yani dan TB Massa masing-masing sebaga Ketua Umum dan Sekretaris Umum Partai Masyumi. Mereka merekrut banyak para personil P-4II di daerah yg tidak memahami situasi. “Jadi, sebenarnya, kita ini sudah dibajak.” Ucap Masri Sitanggang.
“Jadi, langkah Abdullah Hehamahua Cs tidak sama dengang apa yang kita diniatkan sejak semula oleh BPU-PPII”, tmabahnya lagi.
Menurut Masri, itulah sebabnya Ridwan Saidi menarik kembali berkas Masyumi Baru yang ada di tangan Ahmad Yani, yang kini telah menjadi ketua Masyumi 98, dan menyerahkan dokumen Masyumi Baru itu langsung kepada KH Cholil Ridwan. Berkas-berkas partai yang segaris dengan Masyumi memang dipegang oleh A Yani, sebab sebelumnya dia memang termasuk anggota P-4II bidang AD/ART dan urusan legalitas partai.
“Bagaimana hukumnya secara Syar’i tentang apa yg dibuat oleh Abdullah Hehamahua ? Ia telah menyerahkan Dokumen Masyumin 98 kepada BPU-PPII secara tertulis dan disaksikan banyak orang untuk dapat digunakan oleh BPU-PPII, tapi kemuadian, secara sepihak tanpa “permisi” pada BPU-PPII, dia hidupkan lagi Masyumi 98 itu. Halalkah atau haram ?” begitu Masri Sitanggang mempertanyakan. Yang jelas, katanya.
Yang jelas, Masyumi yang dibangkitkan Abdullah Hehamahua tidak sama dengan apa yang dimaksud dan dicitakan BPU-PPII. Karena, Masyumi 98 hanyalah sebagian kecil dari Keluarga masyumi yang akan dihimpun oleh BPU-PPII, termasuk Masyumi Baru Ridwan Saidi.
Karena nama Masyumi sudah dugunakan oleh Hehamahua dengan menghidupkan kembali Masyumi 98, maka BPU-PPII ingin memberi nama partai yang didirikan dengan “MASYUMI RIBON”. Tambahan Ribon di belakang Masyumi dimaksudkan untuk pembeda dengan Masyumi-nya Abdullah Hehamahua.
“Tetapi kemudian kita berpikir, tidak eloklah kalau ada dua Masyumi. Umat akan bingung dan kesan yang muncul akan sangat buruk. Ini dinilai hanya jualan nama besar Masyumi. Bukan sungguh-sungguh ingin membangun sebuah Partai Islam Ideologis. Di samping itu, dan ini yang sangat mendasar, kalau prilaku politisi Masyumi seperti sekarang ini dan nanti Masyumi hancur, maka kita ikut terbawa-bawa bertanggungjawab mencoreng nama baik Masyumi yang telah melegenda.”
“Maka kita cari nama lain yg tetap berpegang pada Spirit Masyumi 1945; nama itu adalah PDRI,” jelas Masri Sitanggang.
PDRI pada masa Agresi Sekutu adalah Pemerintah Darurat Republik Indonesia. PDRI adalah jasa luar biasa Masyumi 1945 menyelamatkan Republik Indonesia menyusul Sukarno dan Hatta ditangkap oleh sekutu dan Jogja jatuh. Tanpa PDRI, negara ini sudah tidak ada.
Artinya, dengan menggunakan akronim PDRI, BPU-PPII ingin partai ini tetap berpijak pada spirit dan cita-cita perjuangan para pendahulu kita di Masyumi 1945.
Sekarang akronim PDRI itu berarti PARTAI DAKWAH RAKYAT INDONESIA.
Partai Dakwah mengikuti petuah gerakan yang dibangun oleh bapak kita Mohammad Natsir.
Ketika Masyumi dipaksa bubar, pak Natsir dan tokoh-tokoh Masyumi mendirikan Dewan Dakwah. Kata beliau, “kalau dulu kita berdakwah lewat jalur politik (melalaui partai Masyumi, maksudnya), sekarang kita berpolitik lewat jalur dakwah (melalui Dewan Dakwah). Hal demikian karena masa itu Masyumi tidak bisa direhabilitasi.
Sekarang, sudah terbuka kesempatan buat kita mendirikan partai. Maka, sesuai pemikiran pak Natsir itu, keduanya (politik dan Dakwah) kita gabung, kita kerjakan secara sekaligus. Jadilah PARTAI DAKWAH . Demikian penjelasan Dr. Masri Sitanggang kepada InfoMu. (Syaifulh)
Subhanallah, secara kasat mata kita semua rakyat yg melihat & membaca jadi faham, mengapa partai Islam sekarang sulit mendapat kepercayaan rakyat,… diantara mereka sendiri saja adh pecah sebelum bertempur, bagaimana mereka akan memperjuangkan hak-hak & keadilan rakyat, klo belum-belum mereka sdh sibuk memperjuangkan kepentingan pribadi & kelompoknya,…
Apapun jdi nya kita ttp dukung, karena partai islam sangat dibutuhkan guna menjadi jembatan umat untuk menyalurkan perubahan..