Pemerintah Sediakan Anggaran Rp 6,9 Triliun untuk BLT Minyak Goreng
Pemerintah sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 6,9 triliun untuk menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng. Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan BLT tersebut diberikan kepada 23,5 juta penerima.
“Kebutuhan anggarannya Rp 6,15 triliun digunakan keluarga penerima manfaat (KPM) program bansos pemerintah dan Rp 750 miliar digunakan pemilik warung dan pedagang kaki lima (PKL), totalnya Rp 6,9 triliun,” ujarnya, saat webinar Macroeconomic Update 2022, Senin (4/4/2022).
Febrio merinci dana Rp 6,15 triliun akan dibagikan kepada 20,5 juta KPM yang tergabung dalam program keluarga harapan (PKH), dan kartu sembako. Sedangkan sisanya sebesar Rp 750 miliar akan dibagikan kepada para pemilik warung dan pedagang kaki lima (PKL) yang menggunakan minyak goreng dalam menjalankan usahanya.
“PKL makanan ini warung yang menggunakan minyak goreng sekitar 2,5 juta warung,” kata Febrio.
Menurutnya dana tersebut masing-masing penerima akan mendapatkan Rp 100 ribu per bulan selama tiga bulan. Namun pembayarannya akan dilakukan sekaligus pada April sebesar Rp 300 ribu.
“Kita berikan pada April, Mei dan Juni, sebesar Rp 100 ribu per bulan per KPM dan dibayarkan April,” kata dia.
Febrio menyebut BLT ini akan mulai dibagikan pada April. Hal ini mengingat ada momentum bulan puasa dan Ramadhan, sehingga bisa memberikan manfaat yang lebih bagi para penerima bantuan.
“Untuk penyalurannya, kepada pada penerima bansos pemerintah akan diserahkan kepada Kementerian Sosial. Sedangkan PKL akan diberikan melalui TNI dan Polri. Dari Kementerian Sosial bisa melalui PT Pos dan Bank Himbara,” ucapnya.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto, menyoroti kebijakan pemerintah menyalurkan BLT bagi warga yang terdampak kenaikan harga minyak goreng (migor). Dia mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai potensi terjadinya penyimpangan dalam penerapannya di lapangan.
“Seharusnya secara lebih terstruktur dan sistemik pemerintah dapat mengendalikan tata niaga migor ini secara lebih baik dengan harga yang lebih terjangkau. Ketimbang pendekatan BLT yang cenderung instan dan seringkali terjadi penyimpangan saat pembagiannya,” kata Mulyanto.
Menurutnya diperlukan pengawasan yang ketat dari aparat dalam penyaluran bantuan tersebut nantinya. Selain itu, pengawasan oleh publik juga dinilai perlu dilakukan dalam penerapan kebijakan BLT Migor tersebut.
Sementara itu Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, juga minta pemerintah menyelesaikan krisis migor secara komprehensif dan sistemik. Pemerintah diharapkan memulai penyelesaian krisis migor dari sumber masalahnya.
“Semua sudah tahu akar masalah krisis migor ini yaitu para pengusaha yang menguasai bisnis migor dari hulu sampai hilir tidak mau menjual sebagian kecil produknya dengan harga yang ditetapkan pemerintah untuk rakyat kecil. Kalau Permendag No. 6 tahun 2022 tentang DMO 20 persen dan DPO untuk CPO dan Olein dilaksanakan dengan baik tidak akan krisis migor,” ungkapnya.
Dirinya juga mempertanyakan kebijakan pemberian BLT sebesar Rp 100 ribu per bulan kepada masyarakat. Sebab yang ia ketahui kebijakan tersebut diambil pemerintah dari program reguler bantuan sosial Kementerian Sosial (Kemensos).
“Kalau itu benar, berarti kebijakan itu hanya ‘membuat judul baru’. Rencana Kegiatan dan dananya sudah ada dalam anggaran Kemensos sejak awal tahun anggaran, dan tentu sumber dananya dari APBN,” kata Amin.
“Kalau itu yang terjadi, maka tidak nyambung antara krisis migor dan solusi yang dilakukan Pemerintah. Para pelaku usaha yang menjadi sumber penyebab krisis tetap tidak tersentuh,” imbuhnya.
Alasan Presiden Joko Widodo memberikan BLT adalah untuk meringankan beban rakyat. “Kita tahu harga minyak goreng naik cukup tinggi sebagai dampak dari lonjakan harga minyak sawit di pasar internasional. Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah akan memberikan BLT minyak goreng,” ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers terkait BLT minyak goreng di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/4/2022).
Ekonom dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Akhmad Darmawan menilai kebijakan pemerintah menyalurkan BLT minyak goreng justru bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah kenaikan harga komoditas itu. “Itu (penyaluran BLT) baik, itu solusi tapi sifatnya sementara. Penyaluran BLT ini terkait dengan naiknya harga minyak goreng,” katanya.
Wakil Rektor UMP Bidang Kemahasiswaan Alumni dan Al Islam Kemuhammadiyahan itu mengatakan langkah esensial yang semestinya dilakukan pemerintah bukanlah melalui penyaluran BLT minyak goreng. Menurut dia, pemerintah semestinya segera memberantas mafia atau pelaku kartel minyak goreng karena lonjakan harga minyak goreng berimbas pada harga komoditas lain.
“Apalagi momentumnya sekarang sedang bulan puasa dan mau Lebaran. Permintaan akan minyak goreng pasti meningkat karena banyak pelaku UMKM meningkatkan produksi selama momentum bulan puasa hingga Lebaran,” kata dia, yang juga Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Kabupaten Banyumas.
Ia mengakui penyaluran BLT minyak goreng tidak akan memengaruhi ekonomi secara makro karena bantuan tersebut hanya diberikan kepada orang-orang tertentu. Kondisi tersebut berbeda dengan saat pemerintah memberikan subsidi, sehingga seluruh lapisan masyarakat bisa membeli minyak goreng dengan harga murah meskipun pasokannya terbatas.
“Oleh karena itu, pemerintah semestinya segera menormalisasi harga minyak goreng. Kalau memang mau ada subsidi, semestinya dilakukan lebih baik lagi,” kata Darmawan.
Akan tetapi, kata dia, pemberian subsidi justru akan mengorbankan APBN karena saat sekarang masyarakat sudah benar-benar mengalami kesulitan. Selain masalah minyak goreng, lanjut dia, saat sekarang masyarakat juga dihadapkan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) maupun beberapa komoditas lainnya.
“Saat bulan Puasa seperti sekarang, beberapa harga komoditas mulai naik, sedangkan gaji para pekerja tidak naik, apalagi yang tidak bekerja. Dengan demikian, kuncinya adalah kartel minyak goreng harus segera diatasi karena sudah mengganggu ekonomi secara makro,” katanya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah, Senin (4/4/2022), mengatakan kebijakan BLT minyak goreng bisa menekan kelangkaan komoditas tersebut di pasaran. “Dengan kebijakan BLT dan subsidi minyak goreng curah dicabut, maka kelangkaan minyak goreng akan bisa teratasi,” kata Piter.
Menurut dia, kebijakan BLT dan pencabutan subsidi minyak goreng curah oleh pemerintah itu dapat mengatasi kelangkaan produk minyak goreng di masyarakat. BLT minyak goreng merupakan kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan kenaikan minyak goreng, yang berdampak besar pada kelompok masyarakat bawah.
Program BLT menggantikan subsidi minyak goreng curah, yang justru memicu kelangkaan akibat penyelewengan seperti penimbunan dan penyelundupan, katanya. “Saya lebih memilih kebijakan BLT dibandingkan dengan subsidi minyak goreng curah yang rawan penyelewengan,” tukasnya. (ant)

