Oleh Muhammad Thariq
Penyelidikan sains yang serius terhadap penerapan konsep tantanan normal baru (new normal ) sampai sekarang relatif belum ada. Yang ada masih sebatas jajak pendapat dari suatu lembaga. Bagaimana respons publik pada konsep baru itu untuk diterapkan? Masih sebatas demikian.
Malahan dalam penyelidikan diajukan pertanyaan pilihan yang mengaitkan normal baru dengan pemulihan ekonomi atau mengatasi kesehatan.
Kalau pun konsep normal baru datang dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara materia juga belum ada penyelidikan sains yang terkini, apakah cocok atau tidak diterapkan untuk semua negara yang ingin melakukan transisi dari pandemi COVID-19 kepada kehidupan baru, terkhusus di Indonesia.
Rilis WHO terbaru menyatakan virus corona baru ( SARS CoV-2) penyebab penyakit COVID-19 tidak akan pernah lenyap. Untuk itu bisa lakukan tatanan kehidupan normal baru (new normal life) dengan catatan kurva pandemi harus sudah landai. Rasanya kurva di dalam negeri belum landai, melainkan masih cenderung berfluktuasi.
Sains dan Perintah Tuhan
Isyarat tentang proses keilmuan dan sains dalam diri manusia dijelaskan Allah dalam QS. Ali Imran ayat 190-191; Surat al-Ghosiyah ayat 17:20; An-Nahl ayat 12 serta al-Baqarah ayat 22.
Ayat di atas adalah perintah Tuhan kepada umat Islam untuk mengembangkan metode ilmiah dan memperhatikan kenyataan empiris-logis.
Formula utama pengetahuan sains (logis-emperis) menjadi sarana untuk manusia menggunakan akalnya secara benar.
Kriteria itu berguna membedakan antara begitu banyak pengetahuan manusia yang sederhana tanpa syarat formula dengan yang bermetode ilmiah dan berparadigma logis-emperis.
Pengetahuan manusia yang sederhana dimaksud adalah terkadang bukti empirisnya ada, tetapi tidak bisa ditunjukkan secara logis.
Contoh, bila ada gerhana pukul kentongan, gerhana perlahan akan hilang. Ini suatu pengetahuan dan dapat dibuktikan secara emperis, tetapi itu bukan pengetahuan ilmiah sebab tidak ada bukti logis hubungan gerhana berhenti dengan kentongan dipukul. Sama dengan normal baru diterapkan, justru secara logis-emperis, belum dapat menurunkan angka pandemi malahan naik.
Penerapan metode ilmiah untuk hal itu kurang transparan, bahkan formula sains itu ditelikung di tengah jalan dengan alasan keadaan di sana-sini.
SOP protokol kesehatan yang dipersiapkan bukanlah representasi dari formula baru pengetahuan sains dari yang dikehendaki dari normal baru tersebut.
Sebaliknya fakta emperis-logis yang menganga menunjukkan bahwa konsep normal baru tidak linier dengan penurunan jumlah kasus positif COVID-19.
Kini realitas histeria dan eforia, baik dari pemerintah maupun masyarakat yang sungguh mencengangkan kita. Kondisinya pun tidak terkendali.
Memang hal itu didukung narasi penggagas yang sebelumnya begitu kencang mengemuka: normal baru untuk memulihkan wajah dan penampilan ekonomi yang lesu dan compang-camping akibat terdampak pandemi COVID-19.
Padahal jika normal baru diterapkan tanpa linier dengan landainya kurva pandemi, maka hasilnya semakin memperburuk kelanjutan penanganan kedaruratan kesehatan.
Pertarungan Akal
Fenomena penerapan konsep normal baru tidak lebih dari pertarungan buah pikiran atau hasil kerja akal manusia. Akal yang lain dikekang untuk memunculkan dominasi akal tertentu.Tak jarang pertarungan akal menciptakan kebingungan dan kebimbangan di kelompok masyarakat.
Semua yang mapan dalam pandangan kaum cendekia tertentu dan kaum awam menjadi goyah. Inilah salah satu (pertarungan) karya akal.Manusia menjadi ukuran segala-galanya. Kebenaran menjadi relatif.
Sesuai rumus utama relativisme dari tokoh sofisme terbesar Protagoras, bahwa yang benar ialah menurutku dan menurutmu. Kebenaran objektif tidak ada. Akibatnya, rakyatnya jadi bingung.
Keluar Dari Kegelapan
Seharusnya pertimbangan indera, akal, sains (emperik-logis) hati serta agama harus seimbang. Itulah menjadi kekuatan yang melandasi orang yang memburu kebijakan (philosopia)- pencinta kebijakan: pandai dan mendalam intelektualnya)
Normal baru harus memberikan jalan keluar dari kegelapan. Begitu juga normal baru jangan sekadar gangguan dan sebuah pertarungan akal yang menghebohkan, apalagi menguncangkan sains hingga tak berdaya, bahkan mengoyahkan agama.
Harapannya konsep normal baru dilaksanakan tanpa mempertentangkan dengan pertimbangan indera, akal, sains (emperik-logis), hati serta agama secara seimbang.
*penulis pengajar Ilmu Komunikasi UMSU Medan
Menurut saya, kehidupan baru (new normal life) tidak apa-apa kalau diterapkan. Asal masyarakat tetap bisa memperhatikan protokol kesehatan yg sudah dibuat oleh pemerintah. Dan saran saya mematuhi peraturan tidak ada salahnya, asal kehidupan bisa sedikit lebih netral selama pandemi ini.
Assalamu’alaikum wr wb.
Menurut tanggapan saya, pemerintah tidak benar2 memikirkan nasib rakyat dengan adanya kebijakan new normal. Mengapa demikian? Yg pertama ialah mengapa jika sebelumnya di terapkan Psbb namun hanya berlangsung beberapa hari saja, dan mengapa hal tersebut tidak berlaku bagi semua kalangan contohnya masyarakat yang di haruskan untuk keluar rumah. seharusnya jika memang dari awal pemerintah ingin menerapkan Psbb, semua lapisan masyarakat baik itu yg ada di bawah maupun atas tetap berada di rumah jika ingin memutus mata rantai, tanpa terkecuali org tersebut bekerja di luar atau tidak. dengan catatan adanya bantuan langsung berupa sembako ataupun tunjangan biaya hidup dan di bagikan secara merata oleh pemerintah baik itu pusat maupun daerah. Hal ini saya yakin dapat menekan angka penyebaran covid itu sendiri.
Namun tidak dengan pemerintah Indonesia, yg terkesan ngawur memberi kebijakan. Sebentar mengatakan Psbb, dan ketika tidaak berhasil malah beralih pada new normal. Saya yakin pemerintah mengerti apa yg di rasakan masyarakat saat ini terkait efek pandemi covid 19,terutama di sektor ekonomi. Kita ambil contoh sektor perhotelan yg saat ini nyaris di ambang kehancuran. Bukan hanya pemilik namun karyawannya juga ikut merasakan dengan tidak di berikan nya gaji bulanan atau yg paling miris di phk. Disini saya juga ingin berbagi cerita yang sungguh tragis yang di lakukan oleh management salah satu hotel x di kota Medan yang ada di jalan sm raja. Jauh sebelum pandemi covid 19 merebak di kota Medan ini, mereka telah memangkas bahkan tidak membayar penuh gaji karyawan di karenakan pihak management yg terus menerus berebut kekuasaan saham di hotel x tersebut. Yg lebih gilanya lagi, setiap bulan mereka memotong gaji karyawan untuk jaminan kesehatan namu tidak kunjung di setor kepada lembaga pemerintah terkait. Al hasil management hotel tersebut semakin kacau. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan keluarga yang menanti di rumah khususnya yang sudah berkeluarga. Tidakkah mereka berfikir bagaimana para karyawan memenuhi kebutuhan hidup mereka? Dan di sini saya ingin meminta pandangan bapak terkait hal ini. Bagaimana tanggapan bapak, hal apa yang harus di lakukan para karyawan hotel x tersebut agar hak nya dapat terpenuhi ?
Terimakasih atas perhatian bapak yang telah bersedia membaca dan memberikan tanggapan kembali. Wassalamualaikum wr wb.
Menurut saya yang udah bapak buat sejauh ini dan pemikiran yang bapak berikan sudah bagus, tapi apapun yang telah kita berikan pemikiran kita ini tetap saja pemerintahan sekarang ini menolak, bahkan pemerintah memanfaatkan situasi virus ini dengan money politik dengan menggubriskan berita yg tidak benar menjadi benar. Menurut saya itu sih pak, terima kasih.