MUI: Dana ZIS Boleh untuk Iuran BPJS Ketenagakerjaan Pekerja Rentan
INFOMU.CO | Jakarta – Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa yang memperbolehkan penggunaan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) untuk membiayai iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja rentan. Kebijakan ini dituangkan dalam Fatwa Nomor 102 Tahun 2025 tentang Hukum Pendistribusian Zakat, Infak, dan Sedekah dalam Bentuk Iuran Kepesertaan Jaminan Ketenagakerjaan.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh, menjelaskan bahwa keputusan ini merupakan bagian dari dukungan ulama terhadap upaya negara dalam mewujudkan kesejahteraan sosial.
“Sebagaimana kita tahu bahwa negara kita memiliki komitmen untuk negara kesejahteraan. Sementara mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, di mana di dalam aturan keagamaannya ada instrumen keagamaan yang bisa disinergikan untuk mewujudkan komitmen negara kesejahteraan,” ujarnya dikutip dari situs resmi MUI, Sabtu (18/10/2025).
Menurut Ni’am, jaminan sosial merupakan tanggung jawab negara yang diwujudkan melalui sistem iuran bersama, di luar mekanisme pajak, lewat BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Namun, tidak semua warga mampu membayar iuran secara mandiri. Karena itu, penggunaan dana ZIS dianggap sebagai bentuk gotong royong agar mereka yang mampu dapat membantu pekerja yang tidak mampu membayar iuran.
Ia menilai fatwa tersebut memperkuat semangat tolong-menolong antarwarga negara. “Bagian dari kemitraan MUI dengan pemerintah, khususnya BPJS Ketenagakerjaan, adalah melakukan perluasan komitmen pelayanan dan kemaslahatan dari aspek keagamaan agar dukungan bisa diberikan secara optimal,” kata Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta itu.
Ni’am menegaskan bahwa kemitraan antara MUI dan BPJS Ketenagakerjaan dijalankan sesuai peran masing-masing. MUI berfungsi sebagai pelayan umat dengan memastikan seluruh instrumen keagamaan benar-benar digunakan untuk kemaslahatan. “Ikhtiar BPJS Ketenagakerjaan mengoptimasi sumber-sumber keuangan di luar keuangan negara itu baik, tetapi kami mewanti-wanti agar hal ini tidak membuat negara melepaskan tanggung jawabnya dalam mewujudkan kesejahteraan dan jaminan sosial masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan, sinergi antara lembaga agama dan negara harus bersifat saling menguatkan. “Negara hadir untuk mengadministrasikan urusan agama agar pelaksanaannya memberi manfaat publik secara optimal. Sebaliknya, ajaran agama melalui MUI berperan menopang dan mendukung kebijakan negara agar benar-benar membawa kemaslahatan,” tutup Ni’am. (jakartamu)






