Muhammadiyah Bukan Sekadar Organisasi, Tapi Gerakan Islam Berbasis Tauhid dan Inovasi
INFOMU.CO | Magelang – Anggota Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jumari, menyampaikan paparan di Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma) pada Sabtu (11/10).
Dalam acara tersebut, Jumari menegaskan bahwa Muhammadiyah bukan sekadar organisasi, melainkan gerakan Islam dengan ideologi yang kokoh, yang mencakup paham agama, hakikat sebagai gerakan Islam, serta misi dan strategi perjuangan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Jumari memaparkan bahwa ideologi Muhammadiyah terdiri dari tiga unsur utama: paham agama dalam Muhammadiyah, hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dan misi serta strategi perjuangannya.
“Muhammadiyah bukan utopia atau angan-angan. Ideologi kami ideal, tapi disertai misi dan strategi yang jelas, sebagaimana tertuang dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup (MKCH) Muhammadiyah, yaitu bercita-cita dan bekerja untuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa cita-cita tanpa kerja adalah bohong, sedangkan kerja tanpa cita-cita tidak memiliki arah.
Dalam konteks pendidikan, Jumari menegaskan bahwa sekolah harus menjadi miniatur masyarakat Islam yang ideal. Untuk mewujudkannya, diperlukan “sense of belonging” atau rasa memiliki dari kepala sekolah, guru, hingga pegawai, tanpa hasrat untuk menguasai secara material.
“Rasa memiliki ini membuat kita tidak rela jika sekolah merosot atau mendapat penilaian buruk. Kita harus menjaga dan melestarikan nilai-nilai Muhammadiyah,” katanya.
Jumari menyoroti pentingnya internalisasi nilai-nilai Islam, terutama melalui pendidikan. Ia mengingatkan bahwa guru Muhammadiyah memiliki tanggung jawab besar untuk mencerminkan identitas Islam yang lurus, baik dalam akidah, ibadah, maupun akhlak.
“Guru Muhammadiyah dianggap lebih suci oleh masyarakat. Kalau guru SMP negeri makan sambil jalan tidak masalah, tapi kalau guru Muhammadiyah melakukan itu, dianggap kurang pantas,” ungkapnya sambil bercanda, mengundang tawa hadirin.
Ia menegaskan bahwa guru harus konsisten menjalankan nilai-nilai Islam, seperti berjilbab di sekolah maupun di luar, sebagai teladan bagi murid.
Mengacu pada risalah Islam berkemajuan dan masailul khamsah (lima masalah) Muhammadiyah, Jumari menjelaskan pengertian agama dalam pandangan Muhammadiyah: “Agama adalah aturan yang disyariatkan Allah melalui lisan para nabi, berisi perintah, larangan, dan petunjuk untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat.”
Ia menekankan bahwa petunjuk agama membutuhkan kreativitas dalam pelaksanaannya, terutama dalam pendidikan. “Perintah seperti salat dan zakat jelas, larangan juga jelas, tapi petunjuk, seperti cara mendidik, membutuhkan inovasi,” tambahnya.
Jumari juga mengutip QS Al-Baqarah ayat 112, yang menyebutkan bahwa orang yang menghadapkan wajahnya kepada Allah (tawakal) dan berbuat baik (muhsin) akan mendapat balasan dari Tuhannya, tanpa rasa takut dan sedih. Ia menafsirkan ayat ini sebagai kesejahteraan personal yang harus berdampak pada kedamaian dan kebahagiaan sosial.
“Setiap prestasi pribadi, seperti guru berprestasi, harus membawa nama baik institusi, seperti SMP Muhammadiyah Kauman. Jangan hanya mementingkan diri sendiri,” tegasnya.
Ia juga menyinggung dua kunci hidup baik: qanaah (tidak rakus dan tidak meminta-minta) serta rezeki yang halal, yang akan membawa ketentraman.
Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah harus terus bergerak dan berinovasi. Jumari menekankan bahwa sekolah Muhammadiyah tidak boleh berhenti berinovasi karena inovasi yang sukses akan ditiru oleh pihak lain, bahkan bisa dilampaui.
“Kita harus istikamah pada prinsip, tapi penampilan harus mengikuti perubahan zaman. Setiap tahun, harus ada hal baru dalam pengelolaan pendidikan agar tetap relevan,” katanya.
Misi Muhammadiyah, lanjut Jumari, meliputi menegakkan tauhid yang murni, menyebarkan ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, serta mewujudkan amal Islami dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Strategi perjuangannya berfokus pada jalur kemasyarakatan, bukan politik, melalui pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi.
“Muhammadiyah tidak memilih jalur politik, tapi mengurusi keumatan. Itu sudah menjadi pilihan sejak awal,” jelasnya.
Jumari juga menyinggung tantangan akhlak di kalangan siswa, seperti penggunaan kata-kata kasar di luar sekolah, yang mencerminkan perlunya pengawasan dan keteladanan dari guru. “Guru juga harus hati-hati dengan ucapan, karena kebiasaan buruk bisa memengaruhi siswa,” ujarnya.
Ia mendorong guru untuk mempelajari Al-Qur’an beserta terjemahannya dan hadis-hadis sederhana sebagai bagian dari internalisasi nilai Islam.
Dengan nada penuh semangat, Jumari menutup paparannya dengan pesan agar warga Muhammadiyah, khususnya di SMP Muhammadiyah Kauman, tetap istikamah.
“Kunci utama: setiap kesejahteraan personal harus berdampak pada kedamaian dan kebahagiaan sosial, setiap prestasi pribadi harus memajukan institusi,” pungkasnya. (muhammadiyah.or.id)

