• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
amrizal

Amrizal MPd

Mualaf Muhammadiyah dan Krisis Kesadaran Kader

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
14 Oktober 2025
in Opini
0

Mualaf Muhammadiyah dan Krisis Kesadaran Kader

Oleh: Amrizal, S.Si., M.Pd. – Wakil Ketua MPKSDI PWM Sumatera Utara/Dosen Unimed

 

Di tengah kesibukan dan dinamika Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang kian kompleks, terdapat satu realitas yang sering kali terabaikan: tidak semua individu yang bernaung di bawah label “Muhammadiyah” benar-benar memiliki kesadaran bermuhammadiyah. Ada yang mengenal persyarikatan ini karena faktor keturunan—lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga Muhammadiyah. Sebagian lainnya bergabung karena bekerja di lembaga pendidikan, rumah sakit, atau universitas Muhammadiyah. Ada pula yang menjadi bagian dari gerakan ini karena pernikahan dengan warga persyarikatan, sementara sebagian kecil datang dengan kesadaran intelektual setelah mendalami pengajian dan menemukan nilai-nilai Islam berkemajuan.

Fenomena ini menarik untuk dikaji secara lebih mendalam, bukan sekadar dijadikan bahan keluhan di forum-forum internal. Justru dari sini kita dapat menelusuri akar kuat atau lemahnya sistem pengkaderan di tubuh Muhammadiyah. Oleh karena itu, gagasan untuk membuat kuesioner atau angket sederhana mengenai latar belakang seseorang menjadi Muhammadiyah patut direalisasikan. Melalui data tersebut, kita dapat memetakan realitas kaderisasi: apakah mayoritas warga Muhammadiyah berasal dari keluarga persyarikatan, hasil dakwah struktural, atau karena keteladanan sosial dan pemikiran ideologis.

Apabila data semacam itu dikumpulkan dari berbagai daerah, kemudian dianalisis dan disusun dalam laporan ilmiah oleh Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI), hasilnya akan menjadi bahan refleksi strategis dalam merancang pola kaderisasi yang lebih tepat, khususnya di lingkungan Baitul Arqam. Sebab, bagaimana mungkin kita menyusun kurikulum kaderisasi yang efektif jika kita belum memahami latar belakang para kader yang kita bina?

Dalam realitas sehari-hari, sering kali kita menjumpai individu yang bekerja di AUM namun tidak aktif di ranting maupun cabang Muhammadiyah. Mereka menerima gaji dari lembaga persyarikatan, tetapi belum tentu memahami nilai-nilai ideologis yang melandasi amal usaha tersebut. Sebaliknya, ada pula yang tidak bekerja di AUM namun justru sangat aktif dalam kegiatan persyarikatan, bahkan menjadi penggerak di tingkat ranting dan cabang.

Selain itu, terdapat pula sosok ideal—mereka yang bekerja di AUM sekaligus aktif di Muhammadiyah serta memegang amanah organisasi. Namun, di sisi lain, muncul fenomena yang cukup memprihatinkan: individu yang ketika tidak lagi bekerja di AUM perlahan menjauh dari Muhammadiyah, bahkan ada yang beralih ke organisasi keagamaan lain.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kita tengah menghadapi krisis kesadaran kader. Menjadi bagian dari Muhammadiyah tidak semestinya didasarkan pada status pekerjaan, garis keturunan, atau lingkungan sosial, melainkan pada kesadaran ideologis yang tumbuh melalui proses pengkaderan yang autentik dan berkesinambungan. Tanpa kesadaran ideologis tersebut, Muhammadiyah hanya akan menghasilkan “pegawai Muhammadiyah”, bukan “mujahid Muhammadiyah”.

Karena itu, Buku Ideologi Muhammadiyah dan Baitul Arqam MPKSDI seharusnya menjadi bacaan wajib bagi siapa pun yang ingin memahami “ruh bermuhammadiyah”. Buku ini amat penting terutama bagi mereka yang dapat disebut sebagai “mualaf Muhammadiyah”—yakni individu yang baru mengenal Muhammadiyah karena lingkungan kerja, pernikahan, atau pergaulan sosial. Tanpa penguatan ideologi dan pemahaman nilai, mereka mudah larut dalam rutinitas pragmatis dan kehilangan semangat gerakan yang sejati.

Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menyalahkan pihak mana pun, tetapi sebagai pengingat bahwa pengkaderan tidak boleh dipandang sekadar sebagai formalitas pelatihan, melainkan proses menyalakan api kesadaran. Setiap AUM hendaknya menjadi ruang pembibitan kader, bukan sekadar tempat mencari nafkah. Demikian pula, setiap pimpinan MPKSDI memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan seluruh pegawai, dosen, guru, dan tenaga kependidikan memahami satu prinsip mendasar:

“Menjadi bagian dari Muhammadiyah bukan hanya tentang bekerja di bawah logonya, tetapi hidup dalam nilai-nilainya.”

Dari refleksi sederhana ini, diharapkan lahir langkah besar untuk menyusun peta kesadaran kader Muhammadiyah yang lebih akurat serta memperkuat ruh dakwah Islam berkemajuan di berbagai tingkatan. Sebab tanpa kader yang sadar, militan, dan setia pada ideologi, amal usaha sebesar apa pun dapat kehilangan jiwanya.

Sebagaimana sering diingatkan oleh berbagai pimpinan persyarikatan, pembinaan ideologi merupakan urat nadi keberlangsungan gerakan. Karena itu, penting bagi MPKSDI di seluruh tingkatan untuk menindaklanjuti refleksi ini dengan riset kaderisasi yang terukur dan tindak nyata dalam pembinaan ideologi. MPKSDI. Mari kita mulai dari sini.

Wallahu a’lam bish shawab

 

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: amrizalkaderkrisis kaderopini
Previous Post

Kemiskinan dan Iman yang Retak: Al-Qur’an Meluruskan Persepsi yang Keliru

Next Post

Arab Saudi Umumkan Aturan Kesehatan Baru untuk Haji 2026

Next Post
Ditipu Travel, Ribuan Calon Jemaah Haji RI Telantar di Singapura

Arab Saudi Umumkan Aturan Kesehatan Baru untuk Haji 2026

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.