• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Merawat Kaderisasi Menjaga Idiologi

Amrizal MPd

Meninggalkan Muhammadiyah atau Ditinggalkan Muhammadiyah

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
5 Agustus 2025
in Opini
0

Meninggalkan Muhammadiyah atau Ditinggalkan Muhammadiyah

( Tulisan ke-15 dari Beberapa Tulisan Terkait Kader)

Oleh: Amrizal, S.Si., M.Pd. – Wakil Ketua MPKSDI PWM Sumatera Utara/Dosen Unimed & UMSU

 

” Siapa yang tidak mau bersama gerakan dakwah ini dengan hati, pikiran, dan langkahnya, maka ia akan tertinggal di tikungan sejarah”

( KH. Ahmad Dahlan)

Sebuah Pertanyaan yang Menggugah Nurani
“Apakah kita meninggalkan Muhammadiyah atau sedang ditinggalkan oleh Muhammadiyah?” Pertanyaan ini mungkin terasa mengusik, tapi justru karenanya perlu direnungkan secara jernih. Dalam perjalanan sebuah gerakan besar seperti Muhammadiyah, yang telah lebih dari satu abad
menjadi pelopor tajdid Islam di Indonesia, tidak semua yang hadir dalam barisan akan tetap bertahan. Sebagian mungkin memilih menjauh, dan sebagian lainnya merasa kehilangan arah dalam kedekatannya. Namun yang lebih menyedihkan bukan hanya ketika seseorang pergi meninggalkan Muhammadiyah, melainkan ketika ia merasa masih bersama Muhammadiyah, padahal sebenarnya telah jauh tertinggal, atau bahkan telah ditinggalkan oleh gerakannya yang terus maju ke depan.

Gerakan yang Tak Pernah Diam
Muhammadiyah bukan sekadar organisasi, melainkan gerakan. Gerakan artinya bergerak—menuju kemajuan, pencerahan, dan pembebasan. Dalam bahasa KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah adalah "gerakan amal saleh yang nyata". Gerakan ini tidak akan menunggu mereka yang enggan berubah, yang enggan belajar, dan yang tidak ingin berbuat. Mereka yang tidak ikut dalam gerak, akan tertinggal. Dan yang tertinggal—tanpa disadari—telah ditinggalkan.

Allah Swt. mengingatkan dalam Al-Qur’an: ” Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra’d: 11)

Muhammadiyah menuntut perubahan dan perbaikan berkelanjutan, baik secara individu maupun kolektif. Ia tidak bisa dijalani dengan hanya mengenakan seragam saat pelantikan, tanpa menghadirkan semangat dakwah dan semangat belajar dalam kehidupan sehari-hari.

Antara Identitas dan Gerakan
Ada yang bangga memakai jas almamater Muhammadiyah, tapi tidak pernah hadir dalam pengajian ranting. Ada yang lantang berbicara tentang tajdid dan purifikasi, namun hatinya penuh kecintaan pada dunia, kekuasaan, dan popularitas. Mereka mungkin masih mengaku “b er-Muhammadiyah”, namun sejatinya sedang meninggalkannya. Sementara di sisi lain, Muhammadiyah sendiri pun terus bergerak, dengan atau tanpa kita. Ia tidak akan berhenti karena satu dua orang keluar dari barisan. Seperti kata KH. Ahmad Syafi’i Maarif: “Muhammadiyah adalah mata air jernih. Kalau ada yang menampung airnya dengan bejana kotor, maka yang rusak bukan airnya, tapi bejananya.”

 

Realitas di Akar Rumput: Luka Kecil yang Membusuk
Di banyak ranting dan cabang, saya menyaksikan sendiri, betapa banyak anggota yang meninggalkan Muhammadiyah bukan karena perbedaan ideologi, tapi karena persoalan yang sepele—ketersinggungan pribadi, ketidaksepahaman dalam rapat, atau sekadar tidak diterima
pendapatnya. Padahal, mereka dulu aktif. Dulu semangat. Tapi kini enggan datang ke masjid. Enggan lagi menyapa sesama jamaah. Shalat berjamaah pun ditinggalkan karena sakit hati yang tak disembuhkan. Ironisnya, sebagian pimpinan pun kadang memperkuat eksklusivitas ini. Ada yang menganggap bahwa hanya mereka yang rutin shalat berjamaah yang layak jadi pimpinan.

Yang jarang ke masjid dianggap tak layak disantuni jika tertimpa musibah. Seolah-olah ukhuwah dibatasi oleh presensi ke masjid, bukan keikhlasan niat dan kontribusi nyata. Ini bukan dakwah yang tercerahkan, ini adalah gerakan yang dibekukan oleh ego dan formalitas. Gerakan yang semestinya menyatukan malah menjadi ajang saling menghakimi.

Pimpinan yang Ada Tapi Tak Hadir
Bukan rahasia lagi, banyak pimpinan di tingkat bawah adalah mereka yang baru “nampak” setelah pensiun. Mereka punya banyak waktu, tapi minim pengalaman dan pemahaman gerakan. Sebab, selama masa produktifnya, mereka tak aktif, tak pernah membina, tak pernah ikut membesarkan gerakan dari bawah. Akibatnya, banyak program dakwah di ranting menjadi stagnan. Muhammadiyah hanya dimaknai sebagai tempat shalat lima waktu, bukan sebagai gerakan ilmu, pembinaan, atau pelayanan umat. Forum musyawarah kering dari ruh dakwah. Tidak ada pembinaan kader, tidak ada regenerasi. Yang ada hanya pengulangan dan pelestarian struktur—tanpa jiwa.

Apakah ini salah mereka sepenuhnya? Tidak. Tapi ini adalah cermin dari krisis kaderisasi dan kurangnya pembinaan yang berkelanjutan.
Refleksi: Siapa yang Sebenarnya Meninggalkan? Meninggalkan Muhammadiyah bukan hanya soal formal keorganisasian. Bahkan kadang
seseorang masih menjabat di struktur, tapi sudah meninggalkan nilai-nilai perjuangan. Ia hadir di forum musyawarah, tapi absen di majelis ilmu. Ia berteriak tentang kaderisasi, tapi tidak membina satu kader pun. Ia bicara tajdid, tapi malas membaca. Di sisi lain, bisa jadi Muhammadiyah “meninggalkan” kita, bukan karena benci, tapi karena kita tak lagi layak untuk diajak maju bersama. Seperti ungkapan dalam hadits Rasulullah Saw.: ” Barangsiapa yang tidak menambah (amalnya) hari ini dari kemarin, maka ia telah merugi." (HR. Al-Baihaqi)

Gerakan ini diperuntukkan bagi mereka yang mau tumbuh, bukan hanya numpang nama. Bagi mereka yang mau hadir bukan hanya dalam agenda besar, tetapi juga dalam pengajian kecil di mushalla ranting. Bagi mereka yang menjadikan Muhammadiyah sebagai jalan hidup, bukan sekadar tempelan identitas.

Menghidupkan Hati, Menggerakkan Langkah
Saat kita merasa lelah, atau mulai bertanya-tanya untuk apa terus ber-Muhammadiyah, mari renungkan kembali pesan KH. Ahmad Dahlan:
“Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.” Kita harus jujur pada diri sendiri. Apakah kita selama ini menjadi bagian dari gerakan ini dengan penuh keikhlasan, atau sekadar numpang eksistensi? Dan kepada para kader muda, ingatlah: Muhammadiyah tidak kekurangan orang pintar. Tapi Muhammadiyah selalu merindukan orang-orang yang ikhlas, teguh, dan tahan diuji. Yang tidak hanya datang saat pelantikan, tapi juga istiqamah saat membina dan mencerdaskan umat.

Mari Kembali ke Jalan Dakwah
Jika selama ini kita merasa menjauh, mari kembali. Jika merasa ditinggalkan, mari mengejar. Muhammadiyah selalu membuka pintu bagi siapa pun yang ingin kembali ke barisan amal saleh. “Sesungguhnya orang-orang yang berkata: Tuhan kami adalah Allah, lalu mereka istiqamah, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata): Janganlah kamu takut dan janganlah kamu bersedih hati, dan bergembiralah kamu
dengan surga yang dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fussilat: 30)

Meninggalkan Muhammadiyah mungkin membuat kita merasa bebas sesaat, tapi kelak kita akan kehilangan arah. Namun ditinggalkan Muhammadiyah bisa jadi berarti kita telah kehilangan cahaya. Maka jangan biarkan keduanya terjadi. Tetaplah menjadi bagian dari gerakan ini, dengan cinta, ilmu, dan kerja nyata.  ” Jangan pernah berpikir, Muhammadiyah akan runtuh tanpamu. Tapi berpikirlah, apakah engkau masih bisa tumbuh tanpanya.”

Wallahu a’lam bish shawab

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: amrizalkaderopinitulisan ke-15
Previous Post

Dibawah Target Muktamar, Sumatera Utara Perlu Lompatan Dakwah Struktural

Next Post

LazisMu Asahan dan BAZNAS Asahan Jalin Komitmen Kerjasama untuk Penguatan Program

Next Post
LazisMu Asahan dan BAZNAS Asahan Jalin Komitmen Kerjasama untuk Penguatan Program

LazisMu Asahan dan BAZNAS Asahan Jalin Komitmen Kerjasama untuk Penguatan Program

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.