Menghindari Gempa Akidah: Larangan Berlebihan dalam Beragama
Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Apapun agamanya, ketika kaumnya berlebihan dalam beragama akan melahirkan gempa dahsyat. Dikatakan gempa karena sikap berlebihan dalam beragama akan menodai dan merusak agama itu sendiri.
Islam melarang umatnya berlebihan dalam beragama. Berlebihan dalam beragama bukan hanya tertolak amalnya, tetapi akan menghancurkan agama itu sendiri.
Dikatakan merusak agama sendiri karena akan menciptakan kontradiksi dalam doktrin sehingga umatnya bukan hanya enggan dalam menjalankan agama tetapi ragu terhadap agama itu sendiri.
Ketika agama memerintahkan penyembahan kepada satu Tuhan, kemudian diubah menjadi menyembah kepada dua-tiga tuhan, maka terjadi kekacauan keimanan dan berujung antipasti pada agama ini.
Beragama yang Lurus
Al-Qur’an melarang cara beragama secara berlebihan. Beragama dengan mengikuti apa yang diperintahkan, tanpa menafsirkan dengan tafsiran yang mencampuradukkan dengan hal-hal yang justru menimbulkan kontradiksi.
Al-Qur’an mengabarkan bahwa berlebihan dalam beragama karena masuknya hawa nafsu sehingga menjadikannya sesat dan menyesatakn orang lain. Hal ini sebagaimana firman-Nya :
قُلۡ يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ لَا تَغۡلُواْ فِي دِينِكُمۡ غَيۡرَ ٱلۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوٓاْ أَهۡوَآءَ قَوۡمٖ قَدۡ ضَلُّواْ مِن قَبۡلُ وَأَضَلُّواْ كَثِيرٗا وَضَلُّواْ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ
“Katakanlah, “Hai ahli kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. (QS. Al-Mā’idah : 77)
Berlebihan dalam beragama bukan hanya mendatangkan kesesatan, tetapi juga akan menimbulkan keresahan dan kekisruhan hingga berujung siksaan yang abadi di akherat.
Hal ini ditunjukkan dengan keyakinan yang menganggap tuhan satu dari tiga. Al-Qur’an merekam hal itu sebagaimana firman-Nya :
لَّقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَٰثَةٖ ۘ وَمَا مِنۡ إِلَٰهٍ إِلَّآ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞ ۚ وَإِن لَّمۡ يَنتَهُواْ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS. Al-Mā’idah :73)
Berlebihan dalam beragama juga akan menghasilkan perang peradaban sehingga satu komunitas atau negara terjadi perang pemikiran.
Hal ini terjadi ketika Allah sebagai Tuhan disandarkan pada seorang hamba/manusia yang dipandang sebagai tuhan.
Hal ini sebagaimana disandarkan pada Isa bin Maryam yang dipandang sebagai tuhan. Al-Qur’an mengabadikan hal ini sebagaimana firman-Nya :
لَقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ مَرۡيَمَ ۖ وَقَالَ ٱلۡمَسِيحُ يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمۡ ۖ إِنَّهُۥ مَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٖ
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putra Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata, “Hai Bani Isra’il, sembahlah Allah Tuhan-ku dan Tuhan-mu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Mā’idah :72)
Manusia dan Kecenderungan
Manusia memiliki tabiat yang umum, di aantaranya makan, minum, mengantuk, tidur, punya menikah, dan memiliki keturunan.
Tidak mungkin Tuhan memiliki karakteristik yang melekat pada diri manusia. Ketika menjadikan Isa dan Ibunya, dipandang sebagai bagian dari tuhan, merupakan contoh.
Mereka berdua memiliki karakter alamiah sebagai manusia yang membutuhkan makan. Hal ini ditunjukkan dengan penjelasan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
مَّا ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ مَرۡيَمَ إِلَّا رَسُولٞ قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِهِ ٱلرُّسُلُ وَأُمُّهُۥ صِدِّيقَةٞ ۖ كَانَا يَأۡكُلَانِ ٱلطَّعَامَ ۗ ٱنظُرۡ كَيۡفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ ثُمَّ ٱنظُرۡ أَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ
“Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).” (QS. Al-Mā’idah :75)
Allah memastikan dengan sungguh-sungguh bahwa orang-orang yang mengatakan Isa sebagai Tuhan maka akan dimasukkan ke dalam neraka.
Padahal beliau dilahirkan dari seorang ibu. Ibunya sebagai orang yang melahirkan dan membutuhkan makan merupakan contoh manusia.
Kalau Isa dan ibunya dipandang sebagai tuhan, tentunya tidak akan makan dan minum atau melahirkan atau dilahirkan.
Sedemikian besarnya perkara ini, maka Allah memvonis kafir terhadap manusia yang berkeyakinan Isa sebagai Tuhan.
Penyimpangan dalam berpikir terhadap Isa ini terus berlangsung, dan pengikutnya juga terus berkembang. Pengikutnya mengalami pertumbuhan, meskipun ada yang sadar dan kembali ke jalan yang benar.
Penyimpangan pemikiran tentang Isa sebagai tuhan, atau bagian dari Tuhan memang mengalami perkembangan. Karena mereka tidak menggunakan akal dalam menjelaskan posisi dan karakter Isa.
Isa sebagai manusia memiliki kecenderungan sebagai manusia yang membutuhkan makan, minum, dilahirkan, dan menikah. Sementara Tuhan justru yang memberi jaminan hidup, dan keberlangsungan ciptaan-Nya.
Allah menjelaskan bahwa perselisihan tentang Isa sebagai Tuhan akan terjadi dan terus berlangsung sejak Isa lahir hingga hari kiamat. Perselisihan tentang Isa sebagai Tuhan atau hamba tidak akan pernah selesai atau diselesaikan.
Meskipun Isa sendiri mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang hamba dengan karakteristiknya sebagai manusia, namun kebanyakan manusia masih tersihir mempertahankan penyimpangannya. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya:
ذَٰلِكَ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ ۖ قَوۡلَ ٱلۡحَقِّ ٱلَّذِي فِيهِ يَمۡتَرُونَ
“Itulah ʻIsa putra Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya.” (QS. Maryam :34)
Episode Isa bin Maryam sebagai Tuhan atau hamba yang mulia, akan menjadi bahan perselisihan hingga datangnya Isa di tengah-tengah manusia.
Dalam keyakinan umat Islam, Isa sebagai hamba mulia, saat ini masih hidup, dan nanti akan diturunkan Allah untuk menjelaskan posisi dirinya sebelum Allah mengambil nyawanya.
Hal ini sebagai bukti bahwa dia adalah manusia yang lahir, hidup, mati, dan dibangkitkan. (*)
Surabaya. 23 Desember 2024