Selasa, 24 Juni 2025
  • Tentang Kami
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
  • Peristiwa
  • Persyarikatan
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar 48
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
  • Peristiwa
  • Persyarikatan
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar 48
  • Redaksi
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result
Home Literasi

Matlak dalam Literatur Ensiklopedi Fikih

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
10 Juni 2025
in Literasi, Opini, Tarjih
A A
0
SHARES
32
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Matlak dalam Literatur Ensiklopedi Fikih

Oleh : Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar – Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU

 

Pembahasan matlak tak luput dalam pembahasan para ulama dalam lintas mazhab, hal ini terlihat pula dalam karya-karya ensiklopedi fikih kontemporer yang merujuk dan merekonstruksi dari berbagai literatur mazhab tersebut. Melalui rekonstruksi dan penelusuran literatur ensiklopedi fikih ini kembali menegaskan bahwa matlak global (ittihād al-mathāli’) adalah pendapat mayoritas para ulama (jumhur). Dalam tulisan ini akan dinukil dan
dikemukakan secara singkat konsepsi matlak dalam empat literatur ensiklopedi fikih kontemporer yaitu : (1) “al-Mausū’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah”, (2) “Kitāb al-Fiqh ‘alā al-Madzāhib al-Arba’ah”, (3) “al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu”, dan (4) “al-Fiqh ‘alā al-Madzāhib al-Khamsah”.

Pertama, “al-Mausū’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah” (Ensiklopedi Fikih Kuwait), yang disusun oleh para ulama yang disponsori oleh pemerintah Kuwait. Pada sub bab “Ikhtilaf al-Mathali’” (hlm. 35) disebutkan bahwa jumhur ulama menyatakan perbedaan matlak (ikhtilaf al-mathla’) tidak dipandang, betapapun ada yang menyatakan sebaliknya
diantaranya dari kalangan Hanafiyah yang menyatakan bahwa tiap-tiap negeri berlaku rukyat masing-masing. Namun dalam “al-Mausu’ah” ini dinyatakan bahwa yang muktamad lagi rajih di kalangan Hanafiyah adalah perbedaan matlak tidak dipandang, tatkala hilal telah definitif maka hal itu memestikan seluruh umat Islam, demikian lagi memestikan penduduk timur menggunakan rukyat penduduk barat menurut zahir mazhab.

Berikut ungkapan dalam ensiklopedia tersebut,

” ذهب الجمهور إلى أنه لا عبرة باختلاف المطالع ، وهناك من قال باعتبارها ، وخاصة بين الأقطار البعيدة ، فقد قال
الحنفية في هذه الحالة بأنه لكل بلد رؤيتهم ، وأوجبوا على الأمصار القريبة اتباع بعضها بعضا … والمعتمد الراجح عند
الحنفية أنه لا اعتبار باختلاف المطالع فإذا ثبت الهلال في مصر لزم سائر الناس فيلزم أهل المشرق برؤية أهل المغرب
في ظاهر المذهب”

“Jumhur ulama berpandangan bahwa perbedaan matlak tidak dipandang, betapapun ada yang mengatakan memandangnya, khususnya antar wilayah yang jauh. Dalam hal ini kalangan Hanfiyah berpendapat bahwa tiap-tiap negeri berlaku rukyat mereka, wajib bagi kawasan yang dekat mengikuti sebagian wilayah dengan sebagian wilayah lainnya… dan yang muktamad lagi rajih di kalangan Hanafiyah adalah bahwa perbedaan matlak tidak dipandang, tatkala hilal telah definitif di Mesir maka hal itu memestikan seluruh manusia (umat Islam), memestikan penduduk timur menggunakan rukyat penduduk barat menurut zahir mazhab” (hlm. 35-36).

Berikutnya kalangan Malikiyah juga menyatakan wajib berpuasa untuk semua kawasan umat Islam tatkala hilal telah terlihat di salah satu tempat. Berikut ungkapannya,

وقال المالكية بوجوب الصوم على جميع أقطار المسلمين إذا رئي الهلال في أحدها

“Dan menurut Malikiyah wajib berpuasa untuk semua kawasan umat Islam tatkala hilal telah terlihat di salah satu tempat” (hlm. 36).

Namun demikian di kalangan Malikiyah ada pendapat lain yaitu berlakunya perbedaan matlak terutama pada negeri-negeri yang sangat jauh, antara lain dikemukakan Al-Qarafi (w. 684 H/1285 M) dalam karyanya “al-Furuq” (hlm. 36). Sementara itu kalangan Syafi’iyah secara tegas mempraktikkan perbedaan matlak (matlak lokal) yang berlandaskan hadis Kuraib. Berikutnya pernyataannya,

وعمل الشافعية باختلاف المطالع فقالوا : ” ;إن لكل بلد رؤيتهم وإن رؤية الهلال ببلد لا يثبت بها حكمه لما بعد عنهم”  ،
كما صرح بذلك النووي

“Dan telah mempraktikkan Syafi’iyah matlak lokal, mereka berkata: “sesungguhnya tiap-tiap negeri berlaku rukyat mereka masing-masing, dan bahwa rukyat hilal di suatu negeri hukumnya tidak memestikan negeri yang jauh dari mereka, sebagaimana telah dijelaskan oleh An-Nawawi” (hlm. 36).

Adapun Hanabilah secara tegas menyatakan matlak global atau ketiadaan perbedaan matlak yang berdasarkan hadis-hadis rukyatul hilal. Berikut pernyataannya,

وقال الحنابلة بعدم اعتبار اختلاف المطالع ، وألزموا جميع البلاد بالصوم إذا رؤي الهلال في بلد . واستدل القائلون بعدم
اعتبار اختلاف المطالع بحديث رسول الله صلى الله عليه وسلم "صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته" ، فقد أوجب هذا
الحديث الصوم بمطلق الرؤية لجميع المسلمين دون تقييدها بمكان ، واعتبروا ما ورد في حديث ابن عباس من اجتهاده
وليس نقلا عن الرسول صلى الله عليه وسلم .

“Kalangan Hanabilah menyatakan perbedaan matlak tidak dipandang, maka memestikan seluruh negeri untuk berpuasa apabila hilal telah terlihat di suatu negeri. Orang-orang yang mengatakan ketiadaan dipertimbangkannya perbedaan matlak berargumen dengan hadis Rasul Saw “puasalah kalian karena melihat hilal dan berhari raya karena melihat hilal”.

Hadis ini mewajibkan berpuasa berdasarkan rukyat untuk seluruh umat Islam tanpa dibatasi dengan satu tempat tertentu, mereka memandang riwayat hadis Ibn Abbas merupakan ijitihad Ibn Abbas, bukan nukilan dari Rasul Saw” (hlm. 37).

Kedua, “Kitāb al-Fiqh ‘alā al-Madzāhib al-Arba’ah” karya ‘Abd al-Rahman al-Jaziry (w. 1360 H/1941 M). Dalam ensiklopedi ini disebutkan bahwa apabila hilal telahdefinitif di suatu tempat maka hal itu mewajibkan untuk seluruh negara, dalam hal ini tidak ada perbedaan antara dekat atau jauh, yang mana ini merupakan pendapat tiga mazhab yaitu Hanafi, Maliki, dan Hanbali, kecuali Syafi’i. Berikut pernyataannya,

” إذا ثبت رؤية الهلال بقطر من الأقطار وجب الصوم على سائر الأقطار ، لا فرق بين القريب من جهة الثبوت والبعيد إذا
بلغهم من طريق موجب للصوم . ولا عبرة باختلاف مطلع الهلال مطلقا ، عند ثلاثة من الأئمة وخالف الشافعية”

“Apabila keterlihatan hilal telah definitif di suatu tempat maka wajib berpuasa atas seluruh wilayah, tidak ada perbedaan antara dekat dan jauh dari segi ketetapannya, apabila telah sampai (berita keterlihatan hilal) kepada mereka (umat Islam) denga metode yang pasti maka berpuasa. Selanjutnya perbedaan terbit hilal secara mutlak tidak dipandang menurut tiga imam (mazhab), berbeda dengan kalangan Syafi’iyah” (1/422).

Ketiga, “l-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu” karya Syaikh Wahbah az-Zuhaily (w. 1436 H/2015 M). Dalam karyanya ini Syaikh Wahbah az-Zuhaili memegang prinsip rukyat dan menganut prinsip matlak global, bahkan menurutnya pandangan matlak global merupakan pendapat mayoritas ulama (jumhur). Menurutnya matlak lokal sama sekali tidak dipertimbangkan, yang artinya secara implisit ia tidak mentolerir adanya perbedaan penentuan awal bulan yang terjadi antar negara, yang berbeda menurut pendapat dari kalangan Syafi’iyah.

Syaikh Wahbah az-Zuhaili menyatakan sebagai berikut,

“ففي رأي الجمهور يوحد الصوم بين المسلمين ولا عبرة باختلاف المطالع”

“Maka dalam pendapat jumhur, disatukan (diunifikasi) puasa di kalangan umat Islam, dalam hal ini tidak ada perbedaan matlak” (2/605). Menurutnya, kesatuan dalam penentuan awal bulan merupakan keniscayaan dan harus diupayakan, tujuannya tidak lain untuk persatuan (unifikasi) di kalangan umat Islam. Menurutnya, argumen jumhur ulama terhadap matlak global adalah berdasarkan sunah dan kiyas (al-qiyas). Adapun argumen sunah melalui hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah yang memerintahkan umat Islam untuk berpuasa dan berhari raya karena melihat hilal, dimana hadis ini dipahami sebagai kewajiban berpuasa bagi umat Islam secara umum.

Sementara itu melalui kiyas dengan membandingkan dan menganalogikan keterlihatan hilal di satu wilayah (negeri) yang jauh dengan wilayah (negeri) yang dekat. Berikutnya hadis yang diriwayatkan Ibn Umar, yang mana hadis ini tidak dikhususkan untuk satu penduduk (negeri) tertentu saja namun untuk semua umat Islam dimana saja.

Syaikh Wahbah az-Zuhaili menegaskan dan menjadi sikap pribadinya yaitu bahwa kesatuan (unifikasi) merupakan hal urgen demi menyatukan ibadah umat Islam (tauhidan lial-‘badah al-muslimin). Menurutnya penyatuan ibadah bagi umat Islam merupakan keharusan dan memiliki alasan yang kuat (rajih), karena itu dalam hal ini menurutnya prinsip matlak global merupakan opsi dan solusi yang patut diupayakan hari ini. Beliau menyatakan
sebagai berikut,

” وهذا الرأي (رأي الجمهور) هو الراجح لدي توحيداً للعبادة بين المسلمين، ومنعاً من الاختلاف غير المقبول في
عصرنا، ولأن إيجاب الصوم معلق بالرؤية دون تفرقة بين الأقطار”

“Menurutku, pendapat ini (yaitu pendapat jumhur) adalah yang rajih, sebagai unifikasi ibadah di kalangan umat Islam, mencegah perbedaan pendapat yang tak dapat diterima di masa sekarang, karena kewajiban puasa itu berkaitan dengan rukyat tanpa pembedaan antar wilayah” (2/610).

Keempat, “al-Fiqh ‘alā al-Madzāhib al-Khamsah” karya Jawwad Mughniyah (w.1400 H/1979 M). Dalam ensiklopedi ini dirangkum pendapat fukaha tentang matlak, dimana menurut Jawwad Mughniyah kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah mendukung matlak global. Menurutnya tatkala hilal telah terlihat dan definitif maka hal itu menjadi wajib untuk seluruh umat Islam dimasa saja berada, dalam hal ini sama sekali tidak dipandang perbedaan matlak. Berikut pernyataan Muhammad Jawwad Mughniyah,

قال الحنفية والمالكية والحنابلة : متى ثبت رؤية الهلال بقطر يجب على أهل سائر الأقطار من غير فرق بين القريب
والبعيد ولا عبرة باختلاف مطلع الهلال

“Berkata Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah: tatkala keterlihatan hilal telah definitif di suatu wilayah maka wajib untuk semua penduduk tanpa ada perbedaan dekat dan jauh, demikian lagi tidak dipandang perbedaan matlak hilal” (1/260-261). Wallahu a’lam[]

Bagikan ini:

  • Twitter
  • Facebook
Tags: arwinfiqihmatlakopini

Dapatkan informasi terupdate dan terkini seputar InfoMu dan jadilah yang pertama

Tidak Setuju
Syaiful Hadi

Syaiful Hadi

Related Posts

Tarjih

Buku Saku KHGT dalam Tiga Bahasa

24 Juni 2025
Salman Nasution
Opini

Muhammadiyah Melebarkan Mata Pada Pertambangan

24 Juni 2025
Ekonomi

Strategi Pembangunan Ekonomi Hijau : Implementasi Teknologi Ramah Lingkungan dalam UMKM Bata Tradisional

24 Juni 2025
Amrizal MPd
Opini

Menjaga Kesucian Musyawarah Antara Amanah Jamaah dan Godaan Transaksional

24 Juni 2025
Agus Sani
Opini

Digital Team, Spiritual Soul: Relevansi Kepemimpinan Islam dalam Era Talenta Gen Z

22 Juni 2025
Literasi

Narasi Penciptaan Manusia dalam Al-Qur’an Sejalan dengan Ilmu Pengetahuan

21 Juni 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

SD Muhammadiyah 36 Medan Sukses Gelar Raker dan Family Gathering

24 Juni 2025

Mahasiswa Asing Mancanegara Tamatkan Belajar Bahasa Indonesia di UMM

24 Juni 2025

Buku Saku KHGT dalam Tiga Bahasa

24 Juni 2025

MUI Sumut Terbitkan Himbauan Sambut Tahun Baru Islam 1447 H: Serukan Zikir, Doa, dan Peningkatan Amal

24 Juni 2025
Salman Nasution

Muhammadiyah Melebarkan Mata Pada Pertambangan

24 Juni 2025

Majelis Lingkungan Hidup PWM Sumut Kunjungi Tambang Emas Martabe Batangtoru

24 Juni 2025

Strategi Pembangunan Ekonomi Hijau : Implementasi Teknologi Ramah Lingkungan dalam UMKM Bata Tradisional

24 Juni 2025
Infomu

© 2020 infoMU - Media Berkemajuan - Website by webmedan.com

Navigasi

  • Beranda
  • Kabar
  • Peristiwa
  • Persyarikatan
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar 48
  • Redaksi

Follow Us

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Peristiwa
  • Persyarikatan
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar 48
  • Redaksi

© 2020 infoMU - Media Berkemajuan - Website by webmedan.com