PEMIMPIN SESUAI KARAKTER RAKYATNYA.
Oleh: Drs. Talkisman Tanjung
Pemilihan Umum tersisa beberapa hari lagi, bila disaksikan kondisi ril masyarakat Indonesia, nampaknya sudah terpolarisasi dan terbelah menjadi tiga kelompok besar. Dan masing-masing kelompok meyakini akan keluar sebagai pemenang, yaitu menang satu putaran.
Disisi lain, teriakan-teriakan kecurangan terus saja berlangsung sebagaimana juga terjadi pada pemilu-pemilu yang lalu. Dan menariknya, situasi seperti ini diciptakan melalui andil besar media sosial. Peran media sosial yang membuat polarisasi dan persaingan antar kelompok ini semakin seru, dan terkadang sudah diluar etika dan moral. Bangsa kita sudah tidak lagi mempedulikan apa yang menjadi kebanggaan kita selama ini, bahwa kita adalah “orang Timur”, yang terkenal sebagai bangsa beradab, selalu mengedepankan etika, sopan santun dan kekeluargaan. Nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi itu adalah merupakan warisan adat dan budaya bangsa dari para leluhur kita dimasa lalu. Dan tentu nilai-nilai tersebut tidak menutup kemungkinan juga bersumber dari ajaran Agama, yang mayoritas adalah Islam.
Nah, kaitannya Islam sebagai Agama yang dianut oleh mayoritas politisi kita termasuk masyarakat yang sudah terpolarisasi itu, sering tidak konsisten dan istiqamah dengan ajaran Agama yang dianutnya akibat kehausan terhadap kekuasaan dan apologi yang berlebihan terhadap kelompoknya. Dan tidak jarang kita baca dimedsos itu pernyataan-pernyataan yang jauh dari etika dan moral yang berlandaskan pada ajaran Islam, dan terkesan oknum-oknum yang melakukannya adalah mereka-mereka yang selama ini konsern dengan Islam itu sendiri.
Bila dikemukakan ajaran Islam tentang etika pergaulan, termasuk dalam bertutur kata, meskipun melalui medsos, seharusnya kondisi seperti ini tidak akan terjadi, dan kosa kata-kosa kata tak berlandaskan Agama tidak akan muncul, seperti : ‘bangsat’, ‘bodoh’, ‘dungu’, dan sebagainya. Dan pada pemilu yang lalu juga sama, ada kosa kata ‘kampret’ dan ‘cebong’. Semua ini adalah realita yang tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa kita tengah mengalami degradasi moral dan etika.
Dorongan untuk meraih kekuasaan ini semakin tidak bisa dikendalikan, terutama bagi calon legislatif kita baik tingkat Pusat (DPR RI), DPRD Provinsi dan yang lebih parah adalah DPRD Kabupaten/Kota. Kosa kata ‘Serangan Fajar’ tidak lagi relevan, sebab yang terjadi hari ini adalah bukan lagi serangan fajar, tetapi ada ‘serangan zuhur’, ‘serangan ‘asyar (pagi, siang sore dan malam), kapan saja terjadi transaksional antara timses dengan calon pemilih. Informasi yang beredar hari ini dimasyarakat, angka-angka sudah keluar, ada yang Rp.100.000/pemilih, Rp. 250.000/pemilih dan ada yang Rp.300.000/pemih. Padahal berdasarkan pantauan yang dilakukan secara acak, tidak ada jaminan yang pasti bahwa mereka-mereka yang dibayar ini akan benar-benar memberikan suaranya kepada calon yang membayarnya.
Praktek transaksional politik yang melanggar peringatan keras dari Rasulullah SAW, لعن الله الراشي والمرتشي, sudah tidak bernilai lagi ditengah masyarakat kita. Bahkan tidak jarang ditemukan dilapangan bahwa satu orang pemilih telah menerima bayaran dari beberapa orang caleg. Semua yang membayar diterima, berlapis-lapis, dan ada diantara mereka yang telah menerima bayaran dari lima orang caleg, tentu dengan menghalalkan srgala cara, termasuk janji palsu untuk memberikan suaranya kepada calon yang bersangkutan, na’udzubillah, tsumma na’udzubillah. Apakah sudah setendah ini moralitas bangsa kita hari ini ? Sementara disisi lain, para calon pemimpin kita (caleg), berusaha semaksimal mungkin untuk mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya, menurut info dilapangan bahwa untuk satu orang caleg DPRD Kabupaten/Kota saja minimal harus menyiapkan dana segar antara 1 milyar dampai 5 milyar. Hanya untuk membayar dan menjemput la’natullah. Kita tidak usah membahas dan menguraikan apa akibat yang ditimbulkan dari praktek pemilihan calon pemimpin seperti ini, yang jelas kita sudah mempertontonkan kepada Allah SWT, bahwa syari’at Mu hari ini sudah tak berguna lagi ya Rabb. Hamba-hamba Mu sudah memperagakan akhlaq para munafiqun, karena yang dikedepankan bukan lagi peringatan dan ancaman azab dari Mu dan Rasul Mu ya Rabb, namun yang dijadikan patokan adalah keuntungan duniawi sesa’at, tidak peduli apakah itu halal atau haram, diridhai atau tidak, membawa malapetaka atau tidak, yang penting menguntungkan secara duniawi dengan pikiran dan analisa yang dangkal sekali.
Di dalam hal ini, Al-qur’an telah memberikan informasi yang jelas dan tegas bahwa Allah akan mengangkat pemimpin sesuai dengan karakter rakyat atau masyarakatnya, hal itu terlihat didalam Surat Al-an’am : 129
وكذالك نولي بعض الظالمين بعضا بما كانوا يكسبون.
“Demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zhalim itu menjadi pemimpin bagi sebahagian yang lain, hal itu disebabkan dari apa yang mereka usahakan”.
Mayarakat yang zhalim akan dipimpin oleh pemimpin yang zhalim, masyarakat yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi, juga akan dipimpin oleh pemimpin yang menghalalkan segala cara juga dalam meraih kepemimpinannya. Masyarakat yang tidak mengindahkan rambu-rambu Allah dan Rasul-Nya dalam mengangkat pemimpin, juga akan dipimpin oleh pemimpin yang melabrak semua aturan termasuk aturan Allah dan Rasul-Nya dalam meraih jabatan kepemimpinannya. Artinya, karakter pemimpin yang akan diteguhkan dan diangkat oleh Allah SWT adalah pemimpin yang sesuai dengan karakter masyarakatnya.
Sebagai renungan bagi kita adalah, ketika kita berharap akan terpilih pemimpin yang baik, yang adil, yang peduli terhadap Agamanya, dan berpihak kepada kepentingan masyarakat, maka yang harus dipertanyakan terleboh dahulu adalah; sudahkah kita sebagai rakyat menjadi rakyat yang baik, rakyat yang adil, peduli terhadap Agama dan menjunjung nilai-nilai etika, moral dan akhlaqul karimah ? Atau belum sama sekali ? Maka berdasar statemen Allah SWT tersebut, jelas tidak akan mungkin muncul pemimpin yang baik kalau kita semuanya belum menjadi rakyat yang baik. Tidak mungkin lahir pemimpin yang menjunjung tinggi etika dan moral jika kita sebavai ralyatnya juga seringkali merendahkan etika fan moral tersebut. Tidak akan didapatkan pemimpin yang peduli terhadap Agamanya jika kita sebagai ralyat juga tidak peduli terhadap ajaran Agama kita. Semoga renungan ini menjadi sebuah edukasi politik bagi bangsa kita yang kental adat budaya serta agamanya. والله اعلم.
Batahan 090224