• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Kolom Safrin Octora : Ayo Jadi Kaya Melalui Media Sosial

Safrin Octora

Kolom Safrin Octora : WOLON

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
8 Februari 2022
in Kolom
86
WOLON

Oleh : Safrin Octora

Pagi baru terang tanah, ketika saya dan Usman meninggalkan rumahnya yang berada di salah satu emplasemen perkebunan negara itu. Tadi malam saya tidur di rumahnya, nun jauh di kawasan Serdang Bedagai (tapi waktu itu masih bernama Deli Serdang).

Suasana sepi emplasemen yang dikeliling dengan pohon rambung (sebutan lain untuk tanaman karet), membuat saya tertidur lelap, setelah keletihan menempuh perjalanan 3 jam dengan bus dari di Medan dan dilanjutkan dengan bus kecil selama 2 jam  dari kota Tebing Tinggi Deli.

Entah atas dorongan apa, saya jumpa dengan kawan lama ini di suatu wilayah di kota Medan. Dia tinggal di kawasan perkebunan milik negara di pinggiran  Deli Serdang, dan kuliah di salah satu PTS di kota Medan. Sore ketika kami berjumpa, dia mengatakan  ingin menghabiskan libur akhir tahun di kampungnya. Saya yang tidak pernah menikmati suasana tinggal di kawasan perkebunan, langsung mengiyakan tawarannya untuk ikut ke kampungnya itu.

Kami tiba di rumahnya ketika Isya usai, dan orang-orang yang telah selesai sholat sedang bergegas pulang dari langgar (surau kecil) yang terletak di ujung emplasemen. Setelah mandi dan berkenalan dengan kedua orang tuanya, saya dan Usman menghabiskan sedikit malam di warung nasi goreng yang juga terletak di emplasemen yang sama, namun bertolak belakang tempatnya dengan langgar. Langgar terletak  di ujung utara, sementara warung nasi goreng terletak di selatan, di salah satu rumah karyawan perkebunan tersebut.

Kami meninggalkan warung, ketika seporsi nasi goreng plus dua tusuk kerang dan bandrek segelas hilang lenyap di perut masing-masing. Suasana emplasemen telah sangat sepi. Jalanan hanya diterangi oleh sinar bulan yang benderang di angkasa, ataupun cahaya sentir yang terletak di depan rumah rumah karyawan. Listrik sejak pukul 11 tadi telah dimatikan oleh perusahaan perkebunan tersebut, dengan alasan untuk perawatan.  Jadi kami berjalan pulang ke rumah Usman dengan menyusuri gelap.

***
Setelah selesai sarapan lontong di salah satu warung yang ada di emplasemen itu, kami – saya dan Usman menyusuri jalan-jalan peringgan yang ada di perkebunan. Sesayup sayup mata memandang, hamparan tanah perkebunan negara itu penuh dengan pohon rambung. Arah tegaknya agak miring, menyesuaikan kemiringan akibat pengaruh angin. Di setiap pohon rambung itu setinggi 1,5 m dari tanah, terdapan cawan tampung yang terikat erat di batang pohon. Cawan tampung berfungsi untuk menampung aliran getah yang mengalir sejak kemarin, setelah sebelumnya batang pohon rambung itu di takik oleh masing-masing karyawan.

Pagi itu saya menyaksikan simponi yang indah dan menakjubkan.  Puluhan karyawan perkebunan tersebut bergerak dengan teratur dan rapi. Pada mulanya getah-getah yang ada di gelas tampung, dipindahkan ke dalam ember. Lalu si  karyawan mengambil pisau takik, dan menakik batang rambung untuk memudahkan getah mengalir turun ke dalam gelas tampung. Setelah selesai, lalu dilanjutkan kembali pada pohon pohon rambung berikutnya yang ada di depan mereka. Pergerakan karyawan karyawan perkebunan itu bisa sampai beberapa kilometer ke depan, menuang getah, meletakkan kembali cawan tampung, menakik batang rambung, lalu pindah ke pohon berikutnya.

Perpindahan-perpindahan dan pergerakan pergerakan karyawan itu memberikan nuansa yang menakjubkan ketika dilihat dari kejauhan dan ketinggian.. Mereka bergerak serentak, tidak terburu-buru, namun pasti. Lalu pindah ke pohon lain. Menuju ke depan. Melakukan hal yang sama lagi. Aku menyaksikan dinamika itu, pada pagi itu, ketika rumput-rumput dan pepohonan masih menyisakan embun. Indah.

Ketika sedang asyik-asyiknya menyaksikan suasana dinamika karyawan perkebunan yang sedang bekerja, tiba-tiba dari kejauhan terdengar bunyi sirene yang cukup panjang. Aku melirik ke arloji Rado yang ada di lengan kanan. Jam 09.00 Wib. Ketika sirene itu berbunyi, serentak para karyawan berhenti dan duduk di sekitar pohon rambung. Dari kejauhan aku melihat,  karyawan karyawan itu membuka bungkusan dari dalam tas masing-masing. Hmm, mereka sedang istirahat makan, batin ku.

Dari Usman aku mendapat penjelasan panjang lebar. Jam 09.00 adalah waktu istirahat karyawan perkebunan yang ada di lapangan setelah bekerja sejak jam 06.00. Waktu istirahat itu dinamakan WOLON. Ketika wolon, masing-masing karyawan membuka bekal yang dibawa masing-masing dari rumah. Biasanya nasi putih, dan lauk pauk. Nasi itu disantap sambil bercengkrama, sepanjang waktu istirahat wolon, selama 30 menit. Fungsi wolon adalah untuk memberikan kesegaran kepada para karyawan, hingga bersemangat kerja hingga istirahat siang, karena setiap karyawan telah memulai aktivitas pagi sejak jam 05.00 dengan sarapan di rumah masing-masing.

Waktu kerja karyawan di perkebunan itu biasanya dimulai sejak jam 06.00 pagi di wilayah tanam yang telah ditentukan. Pagi-pagi setelah subuh, biasanya karyawan telah memulai aktivitas untuk pergi bekerja. Biasanya diawali dengan sarapan berupa ubi rebus dan segelas kopi. Lalu dilanjutkan dengan dengan berkumpul di muka emplasemen untuk menanti angkutan, dengan peralatan masing-masing. Jam 06.30 atau 06.45, sebuah truk pengangkut akan datang untuk mengantar para karyawan ke wilayah kerja yang telah ditentukan. Tepat jam 06.00, para karyawan telah memulai aktivitas kerja yang diawasi oleh para mandor. Kemudian pada jam 09.00 ketika serene berbunyi, masing-masing karyawan menikmati bekal masing-masing. Waktu istirahat dan makan itu dinamakan wolon.

Jadi pada warga yang tinggal di perkebunan, rangkaian makan setiap hari dimulai dengan sarapan pada pagi hari sekali. Lalu dilanjutkan dengan wolon pada jam 09.00. Siang hari adalah saat makan siang. Sementara sore hari sebelum waktu makan malam, ada waktu untuk makan juga yang dikenal dengan istilah mentong.

Peritiwa wolon yang ku ceritakan di atas itu terjadi 35 tahun yang lalu tepatnya pada akhir tahun 1985, ketika aku dan Usman masih kuliah. Namun, sekarang aku tidak mengetahui dimana keberadaan Usman saat ini. Namun ketika aku menikmati makanan antara jam 09.00 – 10.00, aku teringat Usman yang sudah mengajarkan budaya masyarakat perkebunan menikmati makan pagi ketika waktu istirahat bekerja. Wolon, namanya.

Srikandi 21 C, 08-02-2020.

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: kolomsafrinwolon
Previous Post

PW Pemuda Muhammadiyah Aceh, Siap Bawa Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke Aceh

Next Post

Ini Alasan Kenapa Muhammadiyah Tidak Berafiliasi Mahzab Tertentu

Next Post
Selain UMAM, Ini Amal Usaha yang Digarap Muhammadiyah Malaysia

Ini Alasan Kenapa Muhammadiyah Tidak Berafiliasi Mahzab Tertentu

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.