Mudik
Oleh : Safrin Octora
Kata mudik beberapa hari ini kembali menjadi trending topik pada banyak kanal media sosial . Kerinduan banyak khalayak akan kampung halaman, sepertinya mendapat oase, setelah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan di depan DPR akan memberikan izin mudik pada idul fitri tahun ini. Namun ketika izin mudik itu dicabut dan semakin diperketat, semangat mudik kembali semakin meninggi.
Secara epidemiologi kata, mudik bermakna kembali ke udik. Udik adalah desa ataupun kampung halaman tempat kita dilahirkan dan dibesarkan. Tempat dimana kaum kerabat dan sahabat sahabat banyak bertempat tinggal.
Kampung halaman menjadi tempat yang banyak dirindukan oleh masyarakat perkotaan yang merindukan suasana desa. Keguyuban yang menjadi tradisi desa dan sirna ketika di kota, menjadi kerinduan ketika ada di kota. Pada sisi lain kesibukan mencari rezeki, adalah faktor membuat warga yang tadinya dari desa, menjadi teralienasi dari sistem kekerabatan ketika berada di kota. . Sehingga ketika ada kesempatan libur, orang orang berusaha untuk kembali ke kampung halaman, untuk merasakan kembali suasana suasana desa yang hilang.
Bagi mereka yang tidak berkesempatan pulang, pilihannya adalah tempat-tempat wisata yang menyajikan suasana desa. Mereka yang berasal dari desa pinggir laut, akan memenuhi pantai-pantai yang tidak jauh dari kota. Mereka-mereka yang berasal dari desa persawahan, rindu akan suasana persawahan. Atau sebaliknya.
Mudik, pada dasarnya bukan merupakan tradisi Indonesia atau ummat Islam saja, melainkan adalah bagian kearifan lokal banyak warga dunia. Di Amerika Serikat misalnya, Thanks Giving Day adalah hari yang banyak ditunggu-tunggu. Saat-saat menjelang hari “berterima kasih” sarana transportasi baik darat, udara maupun kereta api dipenuhi oleh warga Amerika yang berkeinginan untuk bisa menyantap daging kalkun bersama kedua orang tua dan kerabat yang masih ada, nun jauh di desa atau negara bagian lain ketika malam tiba.
Masyarakat China juga punya tradisi mudik. Hari Cheng Beng (hari ziarah kubur) atau Imlek adalah saat saat ramainya warga China kembali memenuhi kampung halaman yang telah lama ditinggalkan.
Untuk ummat Islam, mudik juga bukan merupakan perintah agama yang bernilai pahala dan dosa. Rukun Islam dan Rukun Iman sebagai panduan ummat untuk berprilaku dalam kehidupan sehari-hari tidak ada perintah mudik. Rukun Islam ke tiga dan ke empat yang dekat dengan hari raya Idul Fitri yang nota bene berkaitan dengan mudik, yang ada adalah kewajiban menjalankan ibadah puasa, dan membayar zakat.
Begitu juga untuk hari raya Idul Fitri, tidak ada perintah langsung di AlQuran maupun hadist tentang hakekat pulang mudik. Yang ada Nabi Muhammad SAW memerintahkan ummatnya untuk meramaikan pelaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan terbuka. Bahkan perintah untuk meramaikan shalat Idul Fitri ini juga berlaku untuk wanita yang datang bulan dan dilarang shalat, namun diminta untuk mendengarkan khutbah Idul Fitri.
Jadi kalau sekarang mudik selalu dikaitkan dengan Idul Fitri, sepertinya itu by accident semata. Karena jumlah Islam yang dominan dan suka mudik ketika Idul Fitri, sehingga aktivitas ini menjadi bagian dari ranah politik dan ekonomi.
Alasan ekonomi ini juga yang menjadi alasan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (BKS) untuk memperbolehkan mudik pada awalnya. Namun kebijakan ini tidak disambut oleh banyak pihak. Pandemi Covid-19 yang belum ada tanda-tanda melandai dan kegiatan vaksinasi yang belum sepersepuluh dari total warga negara, menjadi pertimbangan untuk melarang kegiatan mudik
Fakta menunjukkan penyebaran Covid-19 adalah dari manusia ke manusia. Pergeseran manusia dari satu wilayah lain adalah faktor utama menyebar Covid – 19 dengan cepat. Ini terbukti pada kegiatan libur bersama pada tahun lalu, jumlah pasien Covid-19 menanjak naik. Sehingga rumah-rumah sakit dan tenaga kesehatan menjadi kewalahan.
Pergeseran manusia dari suatu wilayah ke wilayah lain yang juga membuat banyak negara membuat kebijakan lock down. Arab Saudi misalnya, membatasi peserta ibadah haji yang bisanya berjumlah jutaan menjadi hanya puluhan orang untuk warga negaranya sendiri dan warga negara asing yang tinggal di Arab Saudi, sebagai suatu cara untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Meskipun ibadah haji itu adalah bahagian dari Rukun Islam yang wajib dilaksanakan pada semua ummat muslim di seluruh dunia.
Kebijakan yang sama juga berlaku di banyak negara. New Zealand dan Australia yang merupakan bangsa serumpun, namun untuk mengatasi penyebaran Covid-19 ini, kedua negara mengeluarkan aturan yang sama dan ketat. Masing-masing warga negara dilarang masuk ke salah satu negara, pada waktu-waktu tertentu. Dan kebijakan itu didukung oleh warga negara masing-masing tanpa reserve.
Namun ini sepertinya tidak berlaku untuk negara kita. Disatu sisi pemerintah berupaya mengurangi penyebaran pandemi Covid-19 yang salah satunya dengan kebijakan larangan mudik dengan kebijakan yang santat luar biasan sampai adanya penyekatan wilayah, namun disisi lain, pemerintah sepertinya memberikan toleransi dengan kedatangan warga negara asing untuk masuk ke Indonesia. Bahkan warga negara yang banyak datang itu berasal dari China tempat asal virus Covid dan India yang tingkat pandemic Covidnya lagi tinggi-tingginya. Kedatangan warga negara asing dari wilayah yang penyebaran virus Covidnya tinggi, jelas akan mendorong mutasi virus lebih cepat. Apalagi adanya tindakan percaloan oleh oknum bangsa sendiri yang meloloskan warga negara asing itu masuk tanpa melalui test Covid-19 yang berlaku dengan bayaran sejumlah rupiah tertentu.
Artinya dalam pandangan banyak warga negara kebijakan larangan mudik ini seperti pisau bermata dua. Tajam kepada warga negara namun tumpul kepada warga negara asing. Sehingga keinginan untuk mudik yang begitu menggebu-gebu, disiasati oleh warga negara +62. Mudik lebih awal dari masa larangan, merupakan pilihan yang banyak dilakukan. Pada sisi lain, bagi mereka yang tidak bisa mudik lebih cepat, penggunaan siasat yang diharapkan dapat melewati area penyekatan banyak dipakai. Penggunaan truk sayur sebagai sarana transportasi merupakan satu dari sekian banyak siasat yang dilakukan.
Artinya sebuah kebijakan itu hendaknya berlaku sama untuk semua. Warga negara sendiri dilarang mudik, dan disisi lain warga negara lain dilarang masuk ke Indonesia. Bila ini diterapkan dengan ajek, maka pasti akan timbul rasa bangga setiap warga negara pada negaranya. Sehingga kebijakan kebijakan untuk mengatasi penyebaran Covid pasti akan didukung penuh oleh semua warga negara Indonesia.
Jadi sudah saatnya pemerintah mulai konsisten dengan aturan yang berlaku untuk semuanya, bahkan warga negara asing sekalipun.
Selamat mudik untuk warga negara yang berkesempatan mudik. Nikmati suasana kampung halaman dan silaturahmi namun jangan lupa tetap menjaga protokol kesehatan. Untuk yang tidak berkesempatan mudik, selamat menikmati suasana Idul Fitri di tempat Anda berada. Silaturrahmi dari jauh ke kampung halaman kepada orang tua dan kerabat dengan menggunakan media sosial ataupun teknologi zoom, tidak akan mengurangi nilai khusuknya.
Semoga Idul Fitri tahun depan, pandemi Covid 19 telah usai. Sehingga kegiatan mudik dapat berjalan seperti tahun tahun sebelumnya. Aamiin Ya Rabbal Aalamiin.
Suasana mudik sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia (Sumber : Goggle).

