Seksama Bernegara
Oleh: Prof Haedar Nashir Ketua Umum PP Muhammadiyah
Indonesia sejatinya dapat menyelesaikan masalah-masalah berat yang dihadapinya, sekaligus bertumbuh menjadi negara maju. Syaratnya agar semua pihak memiliki kehendak kuat menyelesaikan masalah-masalah bangsa dan mengkapitalisasi potensi kemajuan dengan seksama secara bersama-sama di atas kesadaran kolektif yang tinggi. Seraya tidak menambah masalah baru yang membikin kontroversi dan mengancam keutuhan negeri.
Potensi untuk maju dan usaha susah payah guna membangun masa depan Indonesia seringkali terganggu atau rusak karena turbulensi politik yang diakibatkan ulah sembarangan dari segelintir aktor dan pihak yang merasa digdaya. Plus keluguan dan sebagian kebodohan warga yang mudah terpolitisasi. Akibatnya timbul kegaduhan nasional, yang tentu tidak dikehendaki bersama.
Sungguh, hidup bernegara meniscayakan keseksamaan tingkat tinggi ditopang pertanggungjawaban moral yang luhur. Persatuan pun diuji di tengah banyak pihak saling mengedepankan kepentingan diri dan kroni yang mengancam kohesi negeri. Lalu, sadar atau tidak, semua akumulasi perbuatan melampaui takaran itu bermura pada keributan tak berkesudahan yang mengancam keselamatan dan keutuhan bangsa tercinta.
Belajarlah hikmah dari sejumlah peristiwa pahit masa lalu agar tidak berulang kembali. Barangsiapa yang diberi hikmah, dia akan memperoleh kebajikan yang banyak di sisi Tuhan. Bangun dialog semua pihak dengan jujur, terbuka, dan rendah hati. Bila masalah telanjur pecah, carilah konsensus bersama demi masa depan milik bersama. Jangan beri ruang para pembuat masalah. Biasanya, ulah salah kaprah oleh siapapun dan atasnama apapun muaranya berbuah prahara. Kaum beriman diperingatkan Tuhan: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (QS An-Nahl: 92).
Para elite negeri penting mengedepankan jiwa kenegarawanan yang luhur. Jangan berselancar politik sekehendaknya, sebab resikonya besar dapat memproduksi tragedi negeri. Jangan ada aktor yang bertindak semaunya seolah Indonesia dalam genggamannya. Ibarat perahu besar, negeri Nusantara ini harus dicegah dari ulah salah kaprah model umat Nabi Nuh yang melubangi perahu mengancam keselamatan bersama. Konstitusi dan Pancasila mesti dijaga bersama agar tidak disiasati yang merusak prinsip demokrasi dan integrasi negeri. Di sinilah pentingnya kehadiran para pemimpin negeri nan arif bijaksana yang bermahkotakan ketulusan, kejujuran, kesahajaan, dan keteladanan. Para pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya secara lahir dan batin!
Kalau boleh berbagi untuk negeri maka jauhi hasrat dan sikap berlebihan yang dapat mengancam masa depan Indonesia tercinta. Berhentilah bertindak semaunya, menganggap ringan masalah, dan saling memaksakan kehendak. Semua pihak terutama elite negeri dengan jiwa kesatria menghindari sikap-tindak seakan negeri ini menjadi urusannya sendiri. Bahwa hitam-putih Indonesia seakan tergantung “aku” atau “kami”, seraya mengoyak relasi “kita” yang mengindonesia. Pesan luhur Bung Karno, Indonesia itu milik bersama, bukan milik diri dan golongan sendiri. Maka, semua pihak wajib seksama bersama dalam berbangsa-bernegara! (muhammadiyah.or.id)

