“Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar” adalah tema yang ditetapkan untuk memperingati hari pendidikan nasional tahun 2021 ini. Tema tersebut terlihat sederhana, namun sarat akan makna tujuan pendidikan nasional. Dalam tema tersebut, merdeka belajar nampaknya masih menjadi isu sentral di era kepemimpinan Mas Nadiem Makarim. Kali ini, frasa depan tema tersebut menjadi proses kunci untuk mewujudkan merdeka belajar, yaitu serentak bergerak. Penulis menafsirkan bahwa pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi menginginkan terjadinya proses massif dan sistematis terhadap proses merdeka belajar oleh semua lapisan, baik itu linkungan keluarga, masyarakat, dan satuan pendidikan.
Mandiri yang dimaksud di sini adalah kemampuan anak untuk menemukan potensi, bakat, dan minat yang mereka miliki. Ada kekhawatiran kalau anak malah kehilangan bakat dan potensi yang dia miliki ketika dia berada di sekolah, di rumah, dan di tengah masyarakat. Jika mereka mengenal dirinya dengan baik, tentu mereka akan mudah membuat regulasi diri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Merdeka belajar hendaknya diberikan ruang seluas-luasnya untuk mengembangkan bakat dan potensi masing-masing. Dengan demikian kemandirian mereka dalam belajar dan bergaul di sekolah, di rumah dan di masyarakat dapat terlaksana.
Mari kita melihat suasana belajar di taman kanak-kanak. Ketika guru mengajukan permintaan seperti, “Ayo, anak-anak, siapa yang mau menyanyi di depan kelas?” Pada umumnya semua anak akan dengan senang hati mengacungkan tangan sambil berkata, ‘Saya bu guru’. Mereka berlomba untuk mau tampil di depan kelas. Lalu mari kita lihat ke dalam kelas-kelas jenjang yang lebih tinggi, SD, SMP, dan SMA. Ajukan pertanyaan yang sama. Maka pada umumnya guru akan menunggu lama peserta didik yang mau maju ke depan dengan suka rela, sampai akhirnya guru menunjuk salah seorang peserta didik. Peserta didik tersebut pun mau maju dengan bujukan guru atau bahkan ancaman guru.
Ki Hajar Dewantara menggunakan istilah taman siswa sebagai isyarat bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan untuk bermain dan belajar. Bukan hanya sekolah, lingkungan rumah dan masyarakat harus benar-benar menjadi taman yang menyenangkan bagi peserta didk. Peserta didik merasa senang berada di sekolah, senang berada di rumah, dan senang berada di tengah masyarakat. Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan, tentu peserta didik harus bebas dari tekanan dan intimidasi. Kepala sekolah dan guru diharapkan mampu memberikan layanan pendidikan di sekolah dengan variasi metode pembelajaran yang ramah dan tepat sasaran.
Hubungan antara guru, orang tua, dan masyarakat harus dibangun dengan penuh keakraban. Tidak ada jarak pembatas antara guru dengan peserta didik, orang tua dengan anak, dan orang dewasa dengan anak kecil. Komunikasi menjadi penting untuk mewujudkan hubungan yang akrab. Peserta didik harus diayomi dengan cara yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Keakraban yang dibangun akan membuat peserta didik berani mengungkapkan permasalahan yang mereka hadapi dan belajar dan bergaul sehingga mereka tidak mencari pelarian dengan melakukan hal-hal negatif.
Kecerdesan tidak hanya terputus pada kecerdasan intelektual. Kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual juga harus menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Selama ini kecerdasan hanya diukur dengan kemampuan menyelesaikan soal Matematika dengan benar. Guru dan orang tua sering terlalu menuntut anak untuk bisa menguasai ilmu pengetahuan. Padahal, kecerdasan intelektual hanya sedikit bobotnya untuk menentukan kesuksesan anak. Guru dan orang tua diharapkan mampu memberikan muatan karakter dalam proses pendidikan merdeka belajar.
Merdeka belajar dapat diwujudkan dengan menggunakan konsep Magic. Dengan indikator Magic, sekolah, rumah, dan dan masyarakat dapat menjalin kerja sama yang berkelanjutan. Tri pusat pendidikan harus memberikan kemerdakaan peserta didik yang sistematis.

