• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Kolom Dr. Abdul Hakim Siagian:  Blunder Iuran BPJS

Dr. Abdul Hakim Siagian Wakil Ketua PWM Sumatera Utara

Kolom Dr. Abdul Hakim Siagian: Resahnya Pak Jokowi

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
10 Juni 2021
in Kolom
86

Resahnya Pak Jokowi

Oleh : Dr. Abdul Hakim Siagian, SH., M.Hum

Beberapa hari terakhir, publik dikagetkan dengan keresahan hasil temuan Bapak Jokowi tentang ketidaksingkronan pembangunan fasilitas infrastruktur yang merugikan rakyat misalnya pembangunan bendungan tanpa saluran irigasi dan pelabuhan yang tidak mempunyai akses jalan. Ironisnya kejadian itu tidak hanya ditemukan sekali saja. Keresahan Bapak Jokowi tersebut disampaikan oleh beliau saat  mengisi pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah 2021 di Istana Kepresidenan Bogor kemarin (27/5).

Keresahan Bapak Jokowi itu tentu saja tidak tanpa alasan. Bagaimana tidak setelah sebelumnya beliau menyoroti kinerja para menterinya (pembantu presiden) selama pandemic covid-19 yang rendah dalam menyerap anggaran penanganan virus Wuhan. Tak tanggung-tanggung Bapak Jokowi bahkan memberi ‘ultimatum’ tegas kepada para menterinya yang ‘tidak tahu’ prioritas apa yang harus mereka kerjakan. Sontak saja keresahan tersebut bertendensi pada aroma reshuffle atau pergantian orang-orang di kabinet. Namun nyatanya hingga covid ‘berulang tahun’ kemarin, tak jua ada gelagat perombakan kabinet seperti yang diharapkannya.

Tuntutan dari keresahan Bapak Jokowi atas kinerja para pembantunya yang tidak mempunyai visi dan misi dikarenakan hanya Presiden saja yang boleh melakukan hal itu dianggap ‘dagelan.’ Bagaimana mungkin seorang yang kapasitasnya sebagai pimpinan tertinggi ‘hanya bisa’ menyalahkan bawahannya tanpa ada upaya lainnya?. Bila mengulik sekilas mengenai konsep ketatanegaraan negeri ini, hal penting yang harus dipahami ialah dianutnya konsep “Trias Politica” atau pembagian kekuasaan oleh Montesquieu. Konsep Trias Politica ini menawarkan mengenai kehidupan bernegara dengan melakukan pemisahan kekuasaan yang diharapkan akan saling lepas dalam kedudukan yang sederajat, sehingga dapat saling mengendalikan dan saling mengimbangi satu sama lain (check and balances). Selain itu diharapkan dapat membatasi kekuasaan agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang nantinya akan melahirkan kesewenang-wenangan.

Secara implisit dapat dikatakan bahwa baik sebelum dan sesudah amandemen UUD NRI 1945, konsep Trias Politica yang diterapkan dalam sistem pemerintahan Indonesia tidaklah murni. Sebelum amandemen, pembagian kekuasaan pada sistem pemerintahan Indonesia tidak hanya Eksekutif (Presiden), Legislatif (MPR,DPR) dan Yudikatif (MA). Selain 3 (tiga) fungsi tersebut, masih dibagi lagi kedalam kekuasaan Konslutatif (DPA) dan Kekuasaan Eksaminatif (BPK). Sedangkan setelah amandemen, tidak hanya Eksekutif (Presiden), Legislatif (MPR, DPR, DPD) dan Yudikatif (MA, MK), namun kekuasaan Eksaminatif (BPK) masih tetap ada. Setelah perubahan UUD NRI 1945, Indonesia menganut prinsip checks and balances yang dinyatakan secara tegas oleh MPR sebagai salah satu tujuan perubahan UUD NRI 1945, yaitu menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, melalui pembagian kekuasaan, sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) yang lebih ketat dan transparan.

Sebagai konsekuensi negara demokrasi yang menggunakan prinsip checks and balances, adanya perimbangan kekuasaan diantara cabang kekuasaan yakni masing masing kekuasaan dapat diawasi kekuasaan lainnya (fungsi pengawasan). Pengawasan yaitu suatu kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar penyelenggara negara sesuai dengan rencana atau dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang ditujukan untuk menjamin sikap pemerintah agar berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Di Indonesia, fungsi pengawasan secara konstitusional merupakan fungsi yang melekat pada cabang kekuasaan Legislatif, seperti yang tercantum dalam Pasal 20A UUD NRI 1945. Pengaturan lebih lanjut fungsi pengawasan terdapat dalam UU No.17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Salah satu hak dalam melaksanakan fungsi pengawasan oleh DPR adalah Hak Angket. Hak Angket ini diatur dalam Pasal 79 ayat 3 UU MD3 yang berbunyi : “Hak angket sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b adalah hak DPR RI untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentnagan dengan peraturan perundang-undangan.” Hak angket ini merupakan wujud dari pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap cabang kekuasaan lainnya yang sesuai dengan prinsip checks and balances. DPR RI menggunakan hak angket ini pada dasarnya untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Apabila kekuasaan legislatif dan eksekutif disatukan pada tangan yang sama ataupun pada badan penguasa-penguasa yang sama, tidak mungkin terdapat kemerdekaan, juga tidak akan bisa ditegakkan kemerdekaan itu bila kekuasaan mengadili tidak dipisahkan dari kekuasaan legislatif dan eksekutif. Begitu pula halnya bila kekuasaan mengadili disatukan dengan dua kekuasaan itu, kemerdekaan rakyat akan terancam karena hakim akan menjadi orang yang membuat hukum. Maka bila kekuasaan mengadili digabungkan pada kekuasaan eksekutif, hakim itu akan bersikap dan bertindak dengan kekerasan dan penindasan.

Jika menoleh ke belakang, salah satu kelemahan dari UUD 1945 sebelum amandemen adalah tidak adanya mekanisme checks and balances. Presiden menjadi pusat kekuasaan dengan berbagai hak prerogatif. Selain menguasai bidang eksekutif, Presiden memiliki setengah dari kekuasaan legislatif yang dalam prakteknya Presiden juga menjadi ketua legislative. Presiden dalam kegentingan yang memaksa juga berhak mengeluarkan PERPPU, tanpa kriteria yang jelas tentang apa yang dimaksud “kegentingan yang memaksa” tersebut. UUD 1945 juga tidak mengatur mekanisme judicial review, padahal seringkali lahir produk legislative yang dipersoalkan konsistensinya dengan UUD karena lebih banyak didominasi oleh keinginan-keinginan politik dari pemerintah.

Akan tetapi nampaknya pasca amandemen sekali pun fenomena checks and balances sulit tercapai jika eksekutif dalam hal ini presiden dan legislative berasal pada ‘sampan’ yang sama, apalagi jikalau mayoritas kursi di DPR ‘sekufu’ dengan parpol pengusung presiden. Lihat saja kejadian korupsi dana bantuan sosial (bansos) yang telah menyeret dua orang menteri pada presiden yang sama. Korupsi bansos yang ‘menaikkan amarah’ presiden saja karena membuat data bansos menjadi tidak akurat, tumpang tindih hingga penyaluran menjadi tidak cepat. Namun nampaknya amarah itu sekedar menjadi amarah saja sebab hingga kini ‘benang’ korupsi dana bansos ‘masih kusut,’ Padahal Bapak Presiden berulang kali menyatakan, akan mengejarnya walau 10 ribu rupiah. Mungkin saja beliau terheran-heran bahwa indeks korupsi sekarang sudah lampu merah alias darurat. Untuk itu, mohon cepatlah cari tau dan berilah contoh teladan dan pimpinlah langsung pemberantasannya bila perlu bubarkanlah KPK karena mereka nampaknya lebih asik dengan urusan internalnya saja.

Jika mempertimbangkan posisi Bapak Jokowi sebagai seorang rakyat maka wajarlah beliau mempertanyakan hasil aliran pajak yang tiap tahun dibayarkannya guna pembangunan infrastruktur yang kini tak jelas penggunaannya. Namun lain hal bila keresahan itu keluar dari mulut seorang Presiden yang kapasitasnya sebagai penggerak, komando dan pengawas kinerja. Sebab alangkah lucunya bilamana seorang Presiden justru mempertanyakan kinerja orang-orang yang dipilihnya dengan menggunakan hak perogratif sesuai dengan kualifikasi dan standard yang mumpuni tetapi malah memperlihatkan keresahan orang-orang terpilih tersebut.

Sudah sepantasnya keresahan tersebut tidak sekedar bualan belaka apalagi hanya ‘gembar-gembor’ pada acara tertentu tanpa berbuat apa-apa. Atau mungkin saja resahnya Bapak Jokowi dikarenakan kucuran dana yang diperolah dari hutang dengan bunga yang besar untuk pembangunan infrastruktur tersebut, bagaimana cara melunasinya dan sampai kapan akan lunas, sementara hasil pembangunan tak tepat sasaran atau tidak memberi manfaat pada rakyat.

Ketidakprofesionalan kinerja para pembantunya secara tidak langsung ‘menampar’ wajah pemimpinnya. Bila beliau mempertanyakan kinerja yang tidak becus, lantas siapa yang mempertanyakan kinerjanya juga? Bahasa kandasnya lalu apa fungsinya sebagai pengawas pelaksanaan kinerja eksekutif?. Jangan-jangan resahnya Bapak Jokowi seolah ‘diperlihatkan’ untuk ‘buang badan?.’ Lantas bagaimana dengan janji manis sewaktu kampanye lalu? Apa-apa saja yang sudah terealisasikan? Atau bisa jadi Bapak Jokowi kian resah karena Indosat tak kunjung buy back, serta mungkin saja keresahan timbul karena melihat kondisi di lapangan usai statement untuk cinta produk dalam negeri dan membenci produk asing. Saya yakin Bapak Jokowi tidak hanya sekedar resah tapi juga bertanya-tanya.

Saya yakin dan percaya saat ini Bapak Jokowi sedang berupaya keras, ‘memutar otak’ untuk mewujudkan revolusi mental yang sampai saat ini tidak kedengaran riaknya. Kata ‘kerja, kerja, kerja’ yang kerap digaungkan semoga tak sekedar kata tanpa makna. Sebenarnya yang kita tunggu bukan hanya resahnya Pak Jokowi tetapi bertindaklah sebagai presiden sesuai dengan sumpah jabatannya karena bila pengawas (DPR) dan isntitusi lainnya sekufu maka rakyat dan pasti Tuhan Yang Maha Esa akan meminta pertanggungjawaban Bapak Jokowi sebagai personal apalagi sebagai Presiden. Untuk itu berilah contoh dan tauladan kepada kami rakyat, kemudian apresiasi kami kepada Pak Jokowi dan juga seluruh pemimpin bangsa ini atas capaian yang sudah ditorehkan dan kiranya masih ingat janji-janji yang belum ditunaikan karena itu adalah hutang.

Penulis, Dr. Abdul Hakim Siagian, Dosen UMSU, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: abdul hakim siagiankolom
Previous Post

Disdikbud Ikuti Workshop Penggiat Anti Narkoba

Next Post

Diskominfotik Harap Kerja Sama Dukungan Dengan BPS Kota Banda Aceh

Next Post
Diskominfotik Harap Kerja Sama Dukungan Dengan BPS Kota Banda Aceh

Diskominfotik Harap Kerja Sama Dukungan Dengan BPS Kota Banda Aceh

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.