KHGT Muhammadiyah Memantik Diskursus Publik dan Akademik
INFOMU.CO | Yogyakarta – Peluncuran Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) oleh Muhammadiyah pada Rabu, 29 Zulhijah 1446 H/25 Juni 2025 M di Convention Hall Universitas Aisyiyah Yogyakarta menjadi momentum penting yang terus bergema hingga kini.
Peluncuran ini ditandai dengan pemasangan kepingan sinar Matahari oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, sebagai simbolisasi globalitas dan peradaban Islam.
Dalam pandangan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, peluncuran ini bukan hanya sebuah seremoni, melainkan pintu masuk bagi KHGT menjadi wacana serius di ranah publik.
“Pasca peluncuran ini tampak bahwa KHGT makin di- kenal dan bahkan populer di tengah masyarakat, teru- tama di media sosial. KHGT mendapat atensi baik positif maupun negatif dari berbagai pihak,” ujar Arwin dalam tulisannya di Majalah Observatoria edisi ke-40 Agustus 2025/Rabiulawal 1447.
Arwin mencatat, sejumlah organisasi Islam besar di Indonesia segera memberikan tanggapan resmi. Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) menolak KHGT dengan alasan bahwa penentuan awal bulan harus tetap bersifat lokal dan berbasis rukyat.
“Dua ormas ini secara formal telah mengkaji KHGT dengan dan dalam perspektif masing-masing dan berikutnya telah memberi sikap atas KHGT. Meskipun sikap yang diberikan adalah penolakan, tidak dapat dipungkiri bahwa KHGT menjadi perhatian serius dua ormas ini,” kata Arwin.
Namun, Arwin menilai ada ironi sekaligus dinamika menarik.
“Meski kedua ormas ini menolak KHGT namun keduanya justru merilis software yang di dalamnya memuat kriteria KHGT, selain kriteria-kriteria lainnya. Penulis tidak mengetahui secara pasti apakah software itu produk resmi organisasi atau inisiasi pribadi. Namun yang jelas hal ini menunjukkan KHGT mendapat atensi dan pengkajian serius dari berbagai pihak,” jelasnya.
Kritik juga hadir dari kalangan akademisi dan peneliti, termasuk mereka yang berafiliasi dengan BRIN dan Kementerian Agama. Menurut Arwin, sebagian tulisan mereka kerap menonjolkan celah dan kelemahan KHGT, tanpa diimbangi apresiasi.
Namun bagi Muhammadiyah, setiap kritik tetap bernilai positif. Justru dari diskursus yang intens, KHGT makin masuk ke alam pikiran umat Islam.
Ia menegaskan, masifnya percakapan publik tentang KHGT adalah bagian dari strategi komunikasi yang efektif. Muhammadiyah sendiri konsisten menyediakan akses literasi: mulai dari publikasi berita, makalah, hingga buku saku panduan KHGT yang ditulis dalam tiga bahasa—Indonesia, Inggris, dan Arab.
Saat ini, software KHGT pun sedang dalam tahap finalisasi untuk memudahkan umat mengakses informasi awal bulan dan momen ibadah penting.
Menurut Arwin, penerimaan dan penolakan adalah hal yang lumrah. Yang pasti, KHGT kini telah menempati ruang diskursus para ahli falak dan masyarakat umum. Itulah langkah awal yang akan membuka peluang penerimaan lebih luas.
Ia juga mengingatkan bahwa Muhammadiyah tidak akan berhenti di titik peluncuran. Sosialisasi dan komunikasi internasional akan terus digencarkan, termasuk membangun dialog dengan Arab Saudi sebagai negara kunci dalam penyelenggaraan haji.
Bahkan, menurut Arwin, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan kesiapan Muhammadiyah untuk tidak mencantumkan nama organisasinya jika itu dapat mempercepat penerimaan KHGT di dunia Islam.
Bagi Arwin, KHGT adalah sumbangan Muhammadiyah bagi peradaban. Perdebatan yang muncul, baik di level organisasi maupun media sosial, hanyalah bagian dari perjalanan panjang menuju penerimaan global.
“Yang terpenting adalah kalender global sebagai identitas dan marwah peradaban Islam itu dapat terwujud di seluruh dunia dan menjadi alam pikiran dunia Islam,” pungkas Arwin. (muhammadiyah.or.id)