Sumber utama ajaran Islam adalah al-Quran dan as-Sunnah. Dalam konteks ini, Muhammadiyah terus menyerukan umat untuk kembali kepada kedua sumber ini. Namun, apa yang dimaksud dengan “kembali” ke al-Quran dan al-Sunnah dalam pandangan Muhammadiyah?
Dalam dokumen penting yang lahir pada Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta tahun 2022, yaitu Risalah Islam Berkemajuan, disebutkan bahwa kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah berarti penggalian terhadap makna kedua sumber tersebut dilakukan dengan memanfaatkan akal, warisan intelektual, dan ilmu pengetahuan. Pendekatan ini tidak terikat pada mazhab tertentu, tetapi lebih kepada pemahaman yang komprehensif dan dinamis.
Muhammadiyah memahami bahwa ayat-ayat al-Quran dan al-Sunnah perlu dijelaskan dengan menggunakan berbagai perangkat analisis. Dalam Manhaj Tarjih hasil dari Musyawarah Nasional Tarjih ke-32 di Pekalongan 2024, perangkat ini disebut sebagai sumber paratekstual, yang mencakup ijmak, qiyas, maslahat mursalah, istihsan, istishab, tindakan preventif, pendapat sahabat, syariat umat terdahulu, dan ‘urf. Dengan demikian, kembali ke al-Quran dan al-Sunnah bukanlah proses yang statis, tetapi dinamis dan kontekstual, menggabungkan pemahaman klasik dengan pendekatan modern.
Pendekatan Muhammadiyah ini menekankan bahwa Islam adalah agama yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, tanpa kehilangan esensi dari ajaran yang terkandung dalam al-Quran dan al-Sunnah. Dengan memanfaatkan berbagai sumber paratekstual, Muhammadiyah berusaha memberikan jawaban yang relevan dan kontekstual terhadap berbagai persoalan kontemporer, sehingga ajaran Islam tetap menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Referensi:
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Risalah Islam Berkemajuan: Keputusan Muktamar Ke-48 Muhammadiyah Tahun 2022, (Yogyakarta: PT Gramasurya, 2022).
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, (Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2024).
(muhammadiyah.or.id)