Gerakan Literasi Berbasis Riset Kader
Oleh : Ahmad Rody Nasution, Mahasiswa Fakultas Agama Islam (FAI) UMSU
Di era sekarang ini, bisa disebut sebagai zaman instan, sebab apapun serba mudah dan cepat, bahkan ada istilah literasi instan, dengan ada riset sudah sebuah momok barang mahal yang di tinggalkan dan tidak diminati kalangan akademisi, terkecuali riset yang berkedok perjanjian bila lolos dapat pendanaan oleh pemerintah, nama sebutannya Pelatihan Kreativitas Mahasiswa (PKM).
Walaupun riset bukan merupakan standar utama yang menentukan standar intelektual di kalangan akademisi, namun riset adalah sebuah tolak ukur yang wajib bagi kader, untuk dapat mengoptimalkan sebuah keilmuan dalam berliterasi intelektual dengan jaringan pengetahuan, literasi juga saat sekarang ini sedikit daya minatnya bagi kader, sebab penginterpretasi data sudah mudah dengan tinggal menggunakan shearching.
Mendobrak sebuah perubahan memang butuh gerakan, dengan mencari informasi berkebutuhan yang di cari, literasi hadir untuk memberikan ruang bagi peminatnya dangan penjelasan sesuai data, kemudian di isi ulang dalam melihat permasalahan yang ada terkini, dengan inti sasarannya agar pengetauan selalu ada dalam pikiran kader, Kader harusnya jadi sebuah patron bagi mahasiswa akademisi terkhusus IMM, yang bergerak di kalangan intelektual mengemban dakwah yang strategis karena di golongan masyarakat, inilah harapan gerakan perubahan yang bertumpuh pada triologi IMM.
Sebab jika kader berbicara literasi harus sesuai dengan medan juang pada ranahnya. Yaitu ranah intektual. Selain gerakan berbasis masa mahasiswa dan rakyat, mesti IMM sebuah wadah kader harus memberikan contoh pada mahasiswa lain dengan bernafaskan intlektual, salah satunya gerakan literasi melalui riset dan tulisan, yang menjadi ladang dakwah kader diwadah IMM dalam pengembangan keilmuan.
Literasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kader, dalam tubuh pengembangan keilmuan di IMM, di permasalahan umum justru kader malah menyimpang pada foksinya, dimana mengarah terhadap tanpa gerakan apapun itu gerakannya, sebab diarahkan bukan ke penguatan berbasis metodologi riset dan pengembangan keilmuan.
Semua itu tidak ada lagi pada ruh kader, sinerginya hanya selalu ada ke budaya hari-harian, yang tidak ada lagi rol model pembeda sama mahasiswa lainnya, karena kedisplinanya memudar sekian bergantinya waktu serta kebijakannya tidak sesuai dengan asas IMM.
Data sumber IMM menjelaskan secara gamblang bahwa, kader itu memiliki pembeda dari mahasiswa lain di ranah akademisi, dengan gaya nyentriknya berpengetahuan pada dasar dakwah yang diterapkan, pengembangan keilmuan gerakan literasi berbasis riset ini, sebuah ikonik kader dalam akademisi serta IMM.
Intelektual wujud dari landasan kader dalam mengoptimalkan etika dan moril, guna terciptanya insan intelektual kader yang berkemajuan, pengembangan keilmuan literasi kader merupakan tanggung jawab kader di tubuh IMM, atas dasar data dan perangkat tugas-tugas kader sebagaimana sudah tertuang dalam pedoman ber-IMM.
Gerakan Literasi Berbasis Riset Kader
Gerakan literasi berbasis riset hanya sampai pada aspek membaca dan berdiskusi, terlepas dari itu masif atau tidaknya, dua aspek itu menjadi acuan yang femiliar dipakai dalam mengukur kapasitas keilmuan kader IMM, namun sebagai kader harus juga memiliki tulisan yang mencerminkan aspek kritis mahasiswa sebagai agen of change.
Maka langkah upaya untuk mengembangkan keilmuan adalah memperbanyak literasi dan tulisan riset, karena itu merupakan dasar dalam pengetahuan, dikelola dalam bentuk persuasif di wadah IMM itu, namun tantangan realita sekarang harus dilakukan secara siap mental dalam menerima kegelisahan di zaman sekarang ini, dengan adaptasi permasalahan di perjalanan sebagai kader. (***)