Enam Prinsip Ibadah dalam Islam, Apa Saja?
Dalam kajian Gerakan Subuh Mengaji yang diselenggarakan pada Rabu (04/06), Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Barat, Sofyan Hakim, memaparkan enam prinsip penting dalam beribadah menurut ajaran Islam.
Kajian yang digelar secara luring ini mengupas tuntas esensi ibadah agar umat Islam dapat melaksanakannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Sofyan menegaskan bahwa prinsip pertama ibadah adalah mengesakan Allah sebagai satu-satunya tujuan. “Ibadah hanya ditujukan kepada Allah, bukan kepada yang lain,” ujarnya.
Ia mencontohkan bahwa salat dilakukan untuk mengabdi kepada Allah, bukan untuk menyembah Ka’bah sebagai arah kiblat. Begitu pula dengan kurban, yang bukan sekadar persembahan daging, melainkan wujud ketakwaan kepada Allah.
Prinsip kedua menekankan bahwa ibadah harus dilakukan langsung kepada Allah tanpa perantara. Sofyan mengkritik kebiasaan sebagian umat yang menggunakan perantara, seperti berhala, asap, atau bahkan kuburan orang saleh, untuk mendekatkan diri kepada Allah.
“Allah lebih dekat dari urat nadi kita. Mengapa harus ada perantara?” tegasnya, merujuk pada Al-Qur’an yang menyebut Allah sebagai aqrabu min hablil warid.
Keikhlasan menjadi prinsip ketiga yang membedakan nilai ibadah seseorang. Sofyan menjelaskan bahwa meskipun ibadah dilakukan secara seragam, seperti salat dalam satu saf, nilai keikhlasan setiap individu berbeda dan hanya Allah yang berhak menilainya.
“Jangan menilai keikhlasan orang lain. Biarkan Allah yang menentukan,” pesannya.
Prinsip keempat menegaskan bahwa ibadah harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Sofyan menyebutkan bahwa ibadah adalah bentuk ketundukan kepada Allah, sehingga rukun dan syaratnya harus dipenuhi tanpa inovasi.
“Ibadah itu at-taukif, perintah Allah yang harus dilaksanakan tanpa reserve,” katanya, menekankan pentingnya mengikuti sunnah.
Prinsip kelima menyoroti pentingnya keseimbangan antara aspek ritual dan manfaat sosial ibadah. Sofyan mencontohkan zakat fitrah dan kurban, yang selain sebagai ibadah ritual, juga memiliki dampak sosial, seperti membantu fakir miskin.
Ia menyebut pendekatan Muhammadiyah dalam Manhaj Tarjih yang memperhatikan dinamika sosial, misalnya zakat penghasilan untuk profesi jasa, sebagai respons terhadap perkembangan zaman.
Prinsip terakhir adalah ibadah harus memudahkan dan tidak memberatkan umat. Sofyan mencontohkan pelaksanaan kurban (udhiyah) yang harus sesuai ketentuan, seperti dilakukan setelah salat Idul Adha.
Ia juga mengisahkan pengorbanan Nabi Ibrahim AS sebagai teladan, di mana Allah mengganti perintah menyembelih anaknya dengan seekor domba, menunjukkan bahwa ibadah tidak boleh melibatkan pengorbanan nyawa manusia.
Sofyan menutup kajian dengan mengajak jemaah untuk meneladani Nabi Ibrahim dalam berkurban, yaitu mengorbankan sesuatu yang dicintai demi Allah.
“Ibadah sejati adalah yang menunjukkan ketundukan kepada Allah, dilakukan dengan ikhlas, sesuai sunnah, dan membawa manfaat sosial,” pungkasnya. (muhammadiyah.or.id)
Mencerahkan 👍