Dugaan Lemak Babi di Baki MBG, LPPOM Tegaskan Kemasan Pangan Juga Wajib Halal
INFOMU.CO | Jakarta – Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) menanggapi temuan adanya dugaan penggunaan lemak babi (lard oil) dalam baki (tray) program Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Direktur LPPOM, Muti Arintawati, menegaskan bahwa kemasan pangan, termasuk baki MBG harus halal. Meski kewajiban sertifikasi halal BPJPH untuk kemasan baru akan berlaku pada Oktober 2026.
Muti menyebut dugaan temuan ini menunjukkan bahwa risiko terhadap keamanan dan kehalalan sudah nyata sejak sekarang.
Menurut dia, persiapan dini menjadi kunci agar konsumen tetap terlindungi dari yang haram, termasuk pada kemasan pangan.
Muti menyampaikan, program MBG memiliki target untuk menjangkau 82,9 juta siswa dengan anggaran Rp 116,6 Triliun sebagai upaya memperkuat generasi muda. Namun, ungkapnya, perhatian masyarakat terhadap MBG tidak hanya tertuju pada kandungan gizi makanan.
“Melainkan juga pada kemasan pangan, khususnya baki atau tray. Akibat setelah mencuatnya dugaan penggunaan lemak babi dalam proses produksinya, isu ini kian sensitif karena baki berperan krusial dalam memastikan kehalalan produk yang bersentuhan langsung dengan makanan,” tegas Muti.
Menurut Muti, sorotan masyarakat terhadap program MBG ini semakin menguat setelah muncul dugaan penggunaan lemak babi sebagai pelumas industri dalam proses produksi baki MBG. Dari sisi ilmiah, Muti mengungkapkan kemungkinan penggunaan minyak berbasis hewani dalam industri memang ada.
Dilansir dari indonesiabusinesspost.com, Investigasi Indonesia Business Post (IBP) di kawasan industri Chaoshan, Guangdong, Tiongkok—pusat produksi baki untuk pasar global—mengungkap indikasi penggunaan bahan non-food grade.
Lebih jauh, terdapat dugaan penggunaan pelumas industri berbasis lemak babi dalam proses produksi baki.
Hingga kini dari ribuan baki yang digunakan dalam program MBG, baru satu produk yang tercatat memiliki sertifikat halal di
Website BPJPH, yakni Food Tray 5 Sekat MBG dari PT Gasindo Alam Semesta dengan ID31210023468990625. Fakta ini menunjukkan bahwa upaya sertifikasi halal kemasan masih sangat terbatas dan perlu dipercepat.
Muti menegaskan, temuan ini menjadi peringatan penting bahwa kemasan pangan tidak bisa dianggap sepele, sebab resiko kehalalan maupun keamanan bisa muncul dari titik tersebut.
Muti menjelaskan, aturan mengenai hal tersebut sudah jelas melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024. Dalam PP tersebut menetapkan bahwa kemasan pangan yang bersentuhan langsung dengan makanan wajib bersertifikat halal.
“Ketentuan ini berlaku untuk produk lokal maupun impor, dengan penerapan penuh mulai Oktober 2026. Artinya, masih ada waktu bagi produsen dan importir untuk mempersiapkan diri,” tegasnya.
Namun, tegas Muti, kasus baki MBG membuktikan bahwa menunggu hingga batas waktu tersebut bukanlah pilihan bijak, karena risiko sudah nyata terlihat di lapangan. (muidigital)

