• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Dr. Wiratmadinata, S.H., M.H., : “Praktik Hukum dan Ketatanegaraan kita semakin jauh dari Cita-cita Negara Hukum Pancasila”,

Dr. Wiratmadinata SH MH

Dr. Wiratmadinata, S.H., M.H., : “Praktik Hukum dan Ketatanegaraan kita semakin jauh dari Cita-cita Negara Hukum Pancasila”,

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
1 Oktober 2021
in Hukum
86

Dr. Wiratmadinata, S.H., M.H., :
“Praktik Hukum dan Ketatanegaraan kita semakin jauh dari Cita-cita Negara Hukum Pancasila”,

Banda Aceh, InfoMu.co – Dr. Wiratmadinata, S.H., M. H. mengatakan, praktik hukum dan pengelolaan ketatanegaraan di Indoneseia semakin hari semakin jauh dari nilai-nilai Pancasila serta cita-cita hukum (Rechtsidee) bangsa Indonesia. Misalnya dalam Undang-Undang Politik yang menganut sistim “one man, one vote”, yang secara langsung menegasikan asas “Musyawarah dan Mupakat” yang terdapat dalam sila keempat Pancasila, yaitu; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dan dalam praktiknya kita juga sama-sama paham, dengan model pemungutan suara “one man one vote”, terjadi liberalisasi dalam proses pemilihan pemimpin, terutama di tingkat desa, dimana pemilihan Kepala Desa pun sudah sangat liberal, tidak lagi merujuk pada “local wisdom”, dimana aspek keteladanan, hikmah, kebijaksanaan dan permusyawaratan menjadi dasar dalam seleksi kepemimpinan khas budaya Indonesia. “Itu hanya satu contoh yang paling sederhana saja,” kata akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh, yang menempuh Sarjana Hukum pada Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha) itu.

Dikatakannya, bangsa Indonesia harus terus memberi makna kekinian terhadap nilai-nilai Pancasila agar momen kesaktian Pancasila dapat terus bernilai produktif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Salahsatunya adalah dengan tetap teguh menjadikan Pancasila sebagai Paradigma Hukum di Indonesia. Pada momen sejarah di masa lalu, khususnya pada konteks peristiwa G.30.S/PKI, Pancasila, khususnya sila pertama, yaitu, Ketuhanan Yang Maha Esa, benar-benar menjadi landasan nilai kebangsaan utama yang masih segar dalam kesadaran bangsa Indonesia, sehingga komunisme benar-benar ditolak dan tidak mendapat tempat di Indonesia. “Tetapi pada saat ini, kesaktian Pancasila, sangat tergantung sejauh mana bangsa ini memberi nilai produktif bagi kehidupan sehari-hari,” kata ahli hukum Tata Negara dan Dekan FH Unaya ini.

Dr. Wira melanjutkan, ada banyak contoh lain, dimana produk-produk hukum di Indonesia, ternyata tidak lagi menjadikan Pancasila sebagai Paradigma. Secara umum paradigma hukum di Indonesia semakin hari semakin liberalis, individualis, dan tidak memberikan keadilan bagi rakyat miskin atau rentan. Salahsatu revolusi bidang hukum yang harus dilakukan di Indonesia adalah dengan menegaskan kembali pendekatan; Paradigma Negara Hukum Pancasila di Indonesia, agar kesaktian Pancasila bisa terus dipertahankan seiring dengan perjalanan sejarah bangsa ini. Model penyelenggaraan negara hukum Indonesia yang tidak lagi menempatkan Pancasila sebagai paradigmanya, akan membuat hukum semakin tidak adil, dan tidak relevan dengan kebutuhan warga bangsanya. “Seperti contoh diatas tadi,” kata Wira yang ditemui Dialeksis disela-sela kegiatan vaksinasi untuk Siswa sekolah di Banda Aceh, Kamis, 30/9/21.

Dikatakannya, mengapa Pancasila diberi gelar “Sakti”, secara historis karena ia telah melewati berbagai cobaan-cobaan politik, dan Pancasila berhasil memenangkan pertarungan ideologi di ranah politik kebangsaan. “Di Indonesia ini setidaknya sudah empat kali terjadi perubahan batang tubuh konstitusi, mulai dari UUD-1945, UUD RIS 1949, UUD-S 1950, dan kembali lagi ke UUD 1945 setelah dekrit Presiden 5 Juli 1959, sampai empat tahap amandemen mulai 1999 sampai 2002, tapi tidak ada yang berhasil menjatuhkan Pancasila. Karena kita masih sepakat bahwa Pembukaan atau preambule UUD-1945 tidak boleh diubah tapi Batang Tubuhnya boleh diamandemen,” papar Wiratmadinata, yang menulis Disertasi Tentang Paradigma Negara Hukum Pancasila.

Tetapi secara substantif, lanjut Dr. Wiratmadinata, Pancasila itu dimaknai Sakti, karena abastraksi nilai-nilai yang dirumuskan di dalam lima sila Pancasila memang relevan dengan kosmologi budaya dan kebatinan orang Indonesia. Misalnya terkait masalah Ketuhanan, bangsa ini memiliki latar budaya, agama, dan ras yang berbeda, tetapi inti kebudayaannya adalah “Teosentrisme” atau Ketuhanan, yang berpadu serasi dengan asas “kerakyatan” dan “Kekeluargaan”, sehingga setiap sendi budayanya, termasuk Budaya Hukumnya, berorientasi Ketuhanan sekaligus Kerakyatan. “Itulah sebabnya, komunisme tidak bisa hidup di Indonesia karena sifatnya antroposentris, sehingga punya kecenderungan mengasikan aspek transendental ketuhanan. Sementara dalam Budaya Indonesia, aspek Ketuhanan merupakan inti kehidupan komunitas,” kata Wira.

“Jadi intinya; Selama kita bisa memberi makna yang selaras antara nilai-nilai ketuhanan, kerakyataan, keadilan, persatuan, musyawarah dan mufakat, maka selama itu pula Pancasila akan tetap hidup dan sakti. Contohnya; produk perundang-undangan misalnya UU politik, UU Air, UU BUMN, dan UU lainnya yang berkarakter liberalis, terus dipertahankan dan menciptakan ketidakadilan, maka nilai kesaktian Pancasila menjadi hampa, luntur, tidak bermakna. “Disanalah letak pemaknaan baru Pancasila dalam negara yang lebih baik,” ujar Wira menutup pembicaraan.(*)

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: ketatanegaraanpraktik hukum
Previous Post

Saudi Umumkan Strategi Pengembangan Situs Warisan Budaya

Next Post

Kolom Safrin Octora : Ayo Jadi Kaya Melalui Media Sosial

Next Post
Kolom Safrin Octora : Ayo Jadi Kaya Melalui Media Sosial

Kolom Safrin Octora : Ayo Jadi Kaya Melalui Media Sosial

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.