• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Dalam Kenangan,  Haji Anif Suka Menyenangkan Sahabat dan Bercita-cita Menjadi Guru

Dalam Kenangan, Haji Anif Suka Menyenangkan Sahabat dan Bercita-cita Menjadi Guru

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
31 Agustus 2021
in Literasi
86
Dalam Kenangan
Haji Anif : Suka Menyenangkan Sahabat dan Bercita-cita Menjadi Guru

Oleh : Safrin Octora

Saya tidak kenal H. Anif sebelumnya secara pribadi , meski namanya sering saya baca di media cetak  terbitan Medan. H. Anif sering  menjadi bahan berita  baik itu sebagai pengusaha perumahan yang sukses bernama Cemara Asri, kiprahnya di partai politik maupun kedekatannya dengan banyak pejabat negara seperti almarhum H. Harmoko mantan Menteri Penerangan dan Ketua DPP Golkar.

Namun suatu hari Prof. Bismar Nasution (almarhum) mengajak saya pergi ke kasawan Sekoci sebuah desa perkebunan  di Langkat milik H. Anif. Di kawasan itu terletak kawasan perkebunan sawit milik H. Anif. Kami (saya dan Prof. Bismar Nasution) berangkat bersama anak beliau Ijeck yang sekarang menjabat Wakil Gubernur Sumatera Utara – yang waktu itu sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Program Studi Ilmu Hukum USU.

Ketika sampai di Tanjung Pura, kendaraan kami berhenti di sebuah warung. Ijeck mengajak kami masuk ke warung  tersebut. Saya sedikit kaget ketika masuk ke dalam  warung. Di dalam warung, seorang laki-laki dengan tongkrongan badan tinggi besar dan namanya sering saya baca di koran – H. Anif –  asyik bercanda dengan orang yang ada disitu. Ya, H. Anif ada di dalam warung tersebut. Asyik bercanda dengan pemilik warung dan orang orang yang ada disitu. Tidak ada jarak antara beliau yang pebisnis besar sekaligus aktivis partai, dengan masyarakat kecilyang ada disitu.

Sesekali terdengar tawa riuh dari orang-orang yang ada di warung. Rupanya H. Anif sedang menceritakan “joke” tentang anak nelayan yang disuruh membeli ikan oleh bapaknya yang telah lama tidak pulang. Joke atau humor itu   mengundang tawa orang-orang yang mendengar.  Humor yang sama juga saya dengar langsung disampaikan H. Anif ketika kami selesai makan malam di rumah beliau di kawasan perkebunan Sekoci. Dan itu bukan satu-satunya humor yang saya dengar dari H. Anif. Beberapa kali di tempat yang berbeda H. Anif menyampaikan  humor humor lain yang dapat memancing tawa orang-orang yang mendengar.

Di siang hari yang sedikit redup di sebuah warung  di kawasan Tanjung Pura Langkat itulah saya secara pribadi untuk pertama kali mengenal H. Anif. Beliau menawari kami untuk makan mie rebus, sepeti menawari kepada kawan lama. “Enak”, katanya. Betul,, batin saya dalam hati.  Mi rebus itu lebih gurih dan enak dibandingkan mi rebus yang pernah saya makan di Medan. Wajar kalau H. Anif suka singgah di warung itu, kalau mau ke Sekoci dikawasan perkebunan sawit PT. Anugarah Langkat Makmur, miliknya.

Setelah menyantap mi rebus yang enak itu, obrolan kami masih berlanjut, dengan menyesap kopi dan camilan roti. Rotinya juga enak. H. Anif beberapa kali menawarkan roti varian lain kepada saya dan Prof. Bismar. Obrolan kami di warung itu diselingi dengan humor yang disampaikan H. Anif.

Meski saya baru mengenal H. Anif pada siang itu, namun saya merasakan orang tua satu ini mudah akrab dengan orang lain. Orangnya periang dan memiliki banyak humor yang dapat memancing tawa siapapun yang mendengar serta memiliki kemampuan bercerita yang mengasyikkan bagi orang yang mendengarnya. Beliau juga suka menawarkan makanan yang menurutnya enak kepada kawan kawan dan sahabatnya. Tentang tawaran makanan yang enak itu, saya beberapa kali mengalaminya.

Suatu hari kalau tidak salah di tahun 2009, saya, Prof. Bismar dan Ijeck pergi ke Singapura. Ijeck berencana untuk check-up di salah satu dokter langganannya.  Prof. Bismar (alm) berniat untuk berburu buku-buku hukum terbaru di Kinokuniya. Sementara saya hanya menjadi penggembira.

Mengetahui saya dan Prof . Bismar ada di Singapura, H.  Anif langsung meminta kami untuk datang ke sebuah kedai makanan India yang terkenal di Singapura. Kedai makanan itu menjual makanan dengan cita rasa Asia Tengah – India, Pakistan dan sekitarnya – banyak disukai warga Singapura dan pendatang. Ini terlihat dengan penuhnya gerai makanan ketika kami datang siang itu.

Jadilah siang itu kami menjajal masakan khas Asia Tengah yang direkomendasi oleh H. Anif yang saya lupa namanya.  Saya yang duduk tidak jauh dari H.  Anif, melihat beliau menikmati nasi rasa Asia Tengah yang dominan dengan minyak plus potongan-potongan daging kambing dalam ukuran besar.  Sesekali H. Anif memasukkan potongan daging kambing  itu ke piring kami dan menanyakan pandangan kami tentang citarasa hidangan tersebut.  Saya yang baru pertama sekali menikmati makanan seperti ini, lambat laun dapat menikmati juga kuliner tersebut. Rasa enak itu muncul juga pada akhirnya.

Siang itu berakhir dengan rasa kenyang yang berlebihan, namun menyenangkan bagi saya karena mendapatkan traktiran makanan yang lezat dari seorang pebisnis yang rendah hati, jauh di negeri orang, Singapura.

Keinginan H. Anif untuk menyenangkan orang lain beberapa kali saya alami. Suatu hari saya diajak H. Anif untuk ikut ke kawasan perkebunan milik beliau di pantai barat Sumatera Utara, tepatnya di kawasan Natal. Kami berangkat dengan menggunakan pesawat Merpati melalui bandara Polonia menuju bandara Pinangsori  Sibolga.

Di antara rombongan tersebut, ada  tetangga H. Anif ketika masih tinggal di kawasan Silalas Medan Barat. Pada waktu tinggal di Silalas  si tetangganya ini termasuk keluarga yang  tidak mampu. Sehingga untuk menambah biaya hidup, anak anak keluarga tersebut berjualan jagung rebus keliling kampung. Salah satu anak yang berjualan jagung rebus itu sekarang tinggal di Malaysia, dan datang bersilaturahmi ke tempat H. Anif bersama suaminya.

Silaturrahmi dari tetangga itu diterima H.  Anif dengan tangan terbuka dengan mengajaknya jalan-jalan ke perkebunan di Madina. Setelah tiba di Sibolga H. Anif mengajak makan siang seluruh rombongan di warung hidangan laut khas Sibolga di rumah makan Pak Nas. Di warung itu, saya melihat H.  Anif beberapa kali menawarkan hidangan khas Sibolga agar dicicipi si ibu dari Malaysia itu. Si ibu yang telah lama meninggalkan Indonesia menikmati hidangan yang ditawarkan H. Anif dengan senangnya.

Selesai makan, siang itu kami menuju kawasan Tabuyung yang terletak di pantai barat Madina, menyusuri pinggiran pantai dengan menaiki kapal pribadi H. Anif.yang mewah. Beberapa kali saya melihat si tamu memberikan pujian terhadap H. Anif yang menerima kedatangannya dengan tangan terbuka.

Selain suka menyenangi kawan kawan dengan mengajak makan enak, H. Anif ini ternyata punya cita-cita lain, yaitu menjadi guru. Itu saya dengar langsung dari H. Anif.

Pagi itu dalam cuaca yang sedikit mendung, saya diminta naik ke ruang olahraga di rumah beliau di Cemara Asri. Di ruang itu saya melihat H. Anif dan seorang kawannnya yang juga berprofessi sebagai tukang pangkas pribadi.  H. Anif terlihat bermandi keringat setelah beberapa kali mengangkat beban. Beberapa kali kegiatan angkat beban itu dilakukan H. Anif. Paling tidak selama saya disitu, ada sekitar 15 menit beliau berlatih angkat beban. Wajar kalau H. Anif selalu tampil segar dan kelihatan sehat, karena sering berolahraga.

Ketika sedang istirahat sambal minum kopi di ruang bawah yang ditemani camilan sukun goreng plus bawang goreng, saya iseng menanyakan cita-cita H.  Anif yang sebenarnya.”Saya mau jadi guru”, jawabnya sambal masuk ke dalam sebuah kamar. Tidak lama H. Anif kembali ke ruang tamu dengan membawa dua benda ditangannya. “Seperti ini:, kata Pak Anif sambal mengangsurkan sebuah foto. Di foto itu saya melihat Pak Anif sedang berbicara dengan sekelompok murid SD di sebuah sekolah di Sekoci, kawasan perkebunan PT. Anugrah Langkat Makmur. Beberapa kancing baju sebelah atas H Anif, terbuka beberapa buah, sehingga kaos singletnya terlihat jelas.  Sementara di latar depan sebuah papan tulis penuh dengan coretan coretan, mungkin tulisan H. Anif, ketika menjelaskan sesuatu kepada murid-murid SD yang ada di hadapannya. “Namun karena tidak mungkin lagi menjadi guru, saya ingin seperti Greg (Mortenson)”, kata Pak Anif sambal menyodorkan sebuah buku yang berjudul Three Cups of Tea- buku laris terbitan New York Times Amerika Serikat. Buku itu lalu saya bawa pulang.

Di rumah buku Three Cups of Tea yang bercerita tentang biography Greg Mortenson saya baca habis. Greg adalah pendaki gunung  asal Amerika Serikat. Suatu hari dia ingin mendaki  puncak gunung nomor 2 di pegunungan Karakoram Pakistan. Upaya untuk mendaki gunung tersebut gagal, karena banyakya gletser (padang es) yang jatuh. Lalu Greg turun menuju kawasan tempat awal dia  berangkat yaitu desa Ashkole.

Dengan tertatih dan keletihanan yang amat sangat, upaya mencapai desa Ashkole itu tidak pernah tercapai. Greg malah tersasar ke sebuah desa yang  bernama Korphe. Ashkole hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama satu hari dari Korphe. Di Korphe, Greg diterima H. Ali dengan tangan terbuka. Kondisinya yang sudah sangat rapuh dan  letih ditolong H. Ali dengan memberikan tempat tinggal, yang sangat sederhana.

Setelah beberapa hari istirahat dan merasa agak segar, Greg keluar dari rumah H. Ali, dan mengelilingi desa Korphe.  Greg sangat  terkejut melihat kondisi desa Korphe yang berada di pinggir jurang dan masyarakatnya hidup dalam kemiskinan. Anak-anak dan kebanyakan penduduk Korphe tidak mengenal dunia pendidikan. Sekolah tidak ada di Korphe.

Melihat kenyataan itu Greg berjanji pada H. Ali, dia akan mendirikan sekolah di desa Korphe dan kawasan pegunungan Karakoram. Janji itu ditepati Greg. Setelah mendapatkan dana yang cukup, Greg membangun banyak sekolah di Korphe dan pegunungan Karakoram. Bahkan Greg membangun sekolah lintas negara, pada beberapa daerah-daerah yang berbatasan dengan Pakistan.

Sepertinya pengalaman Greg Mortenson tidak berbeda jauh dengan H. Anif. Dalam beberapa kali kesempatan berjumpa, beliau bercerita banyak tentang pengalaman membangun bisnis sarang burung walet di Natal dan membuka kebun sawit di Langkat.

Kawasan sarang burung walet  tersebar di hutan-hutan kecamatan Muara Batanggadis seperti Singkuang, Tabuyung dan Rantau Panjang. Kawasan-kawasan tersebut adalah kawasan yang masih terisolir. Bahkan kalau hendak ke Rantau Panjang, orang-orang dari Tabuyung, Natal, serta Singkuang, harus melalui hutan rimba yang masih banyak binatang buasnya seperti harimau. Kalaupun tidak dari hutan, mau tidak mau harus naik sampan melalui muara Batanggadis. Itupun di beberapa tempat harus turun dari perahu dan menyusuri sungai yang penuh dengan batu dengan berjalan kaki. Bahkan ketika pertama sekali H. Anif ke Rantau Panjang, penduduknya hidup dalam kemiskinan dan banyak rumah-rumah yang dindingnya terbuat dari kulit kayu.

Hal yang sama juga berlaku ketika membuka hutan Langkat untuk dijadikan kawasan perkebunan inti rakyat dengan nama PT. Anugrah Langkat Makmur.

Melihat kondisi tersebut H. Anif tergerak untuk membantu melalui pendidikan. Di Natal dan Muara Batanggadis, beliau membangun beberapa sekolah lengkap dengan peralatannya. Selain membangun sekolah, tidak sedikit anak-anak dari Natal, Tabuyung, Singkuang dan Rantau Panjang yang mendapat beasiswa hingga pendidikan tinggi. Bahkan ada anak keluarga penjaga rumah H. Anif di Silasiak Natal, kuliah di Unimed dibiayai oleh H. Anif dan tinggal di rumah Cemara Asri.

Hal yang sama juga beliau lakukan di kawasan perkebunan Sekoci. Selain membangun sekolah yang lengkap dengan peralatannya, H. Anif juga memberikan bantuan biaya pendidikan untuk mereka yang sekolah di luar Sekoci dan kabupaten Langkat.

Bahkan sangkin pedulinya pada pendidikan, beliau pernah bercerita pada saya akan memberikan tambahan  2 Ha sehingga menjadi 4 hektar untuk petani rakyat yang ikut sistem perkebunan inti rakyat ketika beliau mendapat hak pengelolaan kebun sawit dengan sistem PIR di kawasan Natal. Ketika saya mempertanyakan hal itu, H. Anif mengatakan kalau cuma memiliki kebun   2 Ha,  itu hanya cukup untuk makan. “Jadi saya tambah  2 Ha lagi, agar petani petani peserta PIR bisa menyekolahkan anaknya”, lanjutnya H. Anif.

Upaya untuk mendukung dunia pendidikan juga dilakukan H. Anif di beberapa kampus perguruan tinggi di Medan. Di Universitas Islam Negeri (UIN), Unimed dan USU terdapat beberapa bangunan yang megah yang dapat menampung banyak mahasiswa, yang didedikasikan H. Anif untuk mendukung dunia pendidikan.

Selesai membaca buku Greg Mortenson saya tercenung sejenak. H. Anif tidak berbeda jauh dengan Greg. Greg membangun sekolah di daerah yang jauh dari negaranya. H. Anif membangun sekolah di daerahnya sendiri. Keduanya sama-sama berdedikasi untuk pendidikan.

Ketika mendengar H. Anif meninggal dunia, saya berdoa semoga amal ibadahnya memperlancar jalannya menuju tempat terakhir, surga yang maha indah.

Selamat jalan H. Anif.

Semoga dedikasi  untuk membangun dunia pendidikan dilanjutkan oleh anak cucu.

Foto : H. Anif ketika di depan kelas di kawasan perkebunan Sekoci langkat (sumber buku biogrphi H. Anif)

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: haji amif
Previous Post

Tanamkan Sikap Peduli Lingkungan, Dosen Fakultas Pertanian UMSU Ajak Murid SD Tanam Pohon

Next Post

10 Provinsi Penyumbang Kasus Baru Covid19

Next Post
Update Kasus Positif Hari Ini Bertambah 7.427, Sumut Penyumbang Kasus Kedua Terbesar

10 Provinsi Penyumbang Kasus Baru Covid19

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.