Zakaria Taher Dalam Kenangan
Oleh : Safrin Octora
Namanya Zakaria Taher. Tapi dia mempunyai nama populer : Zek. Sehingga panggilannya pun menjadi Zek bagi kawan sepantaran, Pak Zek bagi kalangan mahasiswanya, maupun bang Zek oleh mereka yang lebih muda.
Saya mulai mengenal Zakaria Taher sejak saya mulai masuk Fisip pada tahun 1981. Beliau adalah angkatan 1980-an atau pertama Fisip USU, bersama dengan Prof. Suwardi Lubis, Prof. Marlon Sihombing, Prof. Humaizi, Drs. Rasudyn Ginting, Drs. Junjungan Saut Bonar Parlindungan (SBP) Simanjuntak, Ibu Elita Dewi, dan Dr. Tunggul Sihombing.
Sejak awal perkenalan itu bisa dikatakan saya dekat dengan dia. Tapi kayaknya bukan saya saja yang dekat. Pembawaannya yang ramah dan bersahabat membuatnya banyak kawan beliau di lingkungan Fisip USU.
Kedekatan saya dengan Zakaria Taher membuat saya sering bersinggungan dengan beberapa aktivitasnya, dan ikut mendukung kegiatannya. Kegiatan pertama saya dengan Bang Jack (ada yang menulis ejaan namanya seperti ini, namun tidak jarang yang menulis dengan Zek) ketika Fisip mengadakan perayaan dies natalis. Tapi rasanya bukan dies natalis juga, mungkin sekedar perayaan memasuki gedung baru Fisip di Jl. Dr. Sofyan (mohon diperbaiki, kalau ada yang punya data lengkap).
Peritiwa itu terjadi tepat pada tahun 1984. Fisip baru mendapatkan gedung baru di Jl. Dr. Sofyan, setelah sebelumnya kuliah di berbagai tempat di lingkungan USU dan kuliah pada sore hari. Dekan Fisip waktu itu Prof. M Adham Nasution berencana untuk mengadakan suatu kegiatan untuk merayakan keberadaan Fisip sebagai fakultas terbaru di lingkungan USU.
Waktu itu Fisip belum mempunyai lulusan sama sekali. Angkatan 1980 sebagai angkatan perintis semester IX. Sedangkan saya dan angkatan 1981, mulai memasuki semester VII, ketika Fisip pindah ke gedung baru. Namun semangat kami untuk memajukan Fisip sangat menggebu-gebu pada waktu itu. Sehingga ketika dekan mengatakan akan mengadakan lomba lari, bazaar dan malam kesenian, sepertinya semua kami menyambut dengan antusias.
Kepanitian dibuat. Sponsor dicari. Malam kesenian harus menampilkan mahasiswa Fisip sendiri. Tidak boleh dari luar. Mau tidak mau setiap mahasiswa yang berasal dari satu daerah berkumpul untuk menjawab tantangan dekan tersebut. Termasuk juga Bang Jack.
Sebagai orang Minang, Zakaria Taher bertekad kesenian Minang harus tampil pada malam keseniaan Fisip USU tersebut. Lalu dicarilah orang-orang yang secara keturunan punya darah Minang dan mau tampil pada malam keseniaan tersebut. Lalu didapatlah beberapa orang yang mau belajar nari. Nama-nama itu antara lain Abdullah Siddik (alm, angkatan 80), M. Hambali (81), Bahrum Jamil (82) dan Zakaria Taher sendiri dari penari pria. Sedangkan untuk penari wanita antara lain Siti Farah Diba (81), Yenny Gafar (82), Yenny Sofyan (82) dan Theresia (84). Mereka berlatih keras menjelang pertunjukkan.
Pagi harinya di Fisip diadakan lari gembira yang dilanjutkan dengan bazaar. Lari gembira dan bazaar kalau tidak salah dibuka oleh istri Rektor A.P. Parlindungan. Sedangkan malama kesenian di buka oleh PR 3 waktu itu. Tim kesenian Minang yang dipimpin Zakaria Taher menampilkan tari piring. Meskipun ditarikan bukan oleh penari professional, namun tampilan tim kesenian Minang dan kesenian daerah lain oleh kelompok mahasiswa lain, mendapatkan sambutan hangat penonton. Saya yang tidak ikut menari, sekali-kali melihat dekan Fisip USU dan Pembantu Rektor III memberikan applaus, setiap tim kesenian daerah tampil.
Kenangan lain tentang Zakaria Taher terjadi pada tahun 1988 kalau tidak salah. 1988 itu Fisip USU telah diisi oleh staf pengajar muda, lulusan sendiri. Atas dukungan dekan Prof. M. Adham Nasution Zakaria Taher mengadakan penelitian bersama lintas jurusan. Penelitian diadakan di kampung Zakaria sendiri, yaitu kecamatan Kuok Kabupaten Kampar Riau. Waktu itu banyak yang ikut dari berbagai jurusan. Kalau saya tidak salah yang ikut ke Kuok antara lain Beti Nasution, Sabariah Bangun, Cut Syahariani, dll. Penelitian itu adalah salah satu dari beberapa penelitian yang menaikkan nama Fisip USU.
Di zaman dekan Drs. Amru Nasution kegiatan penelitian bersama lintas jurusan juga dilakukan oleh Pak Jack. Penelitian itu dilakukan di Kuok kampung Zakaria Taher sendiri. Bila pada tahun 1988 yang ikut penelitian adalah dominan dosen wanita, penelitian pada masa dekan Pak Amru Nasution, peserta semuanya pria. Kami tinggal di rumah orang tua beliau. Makan malam setelah penelitian biasanya kami makan dengan lauk ikan patin gulai yang dimasak oleh istri dan ibu Bang Jack. Makan malam yang sedaap.
Setelah penelitian kedua di Kuok tersebut saya jarang bertemu beliau. Kegiatan-kegiatan yang banyak menyebabkan kami jarang berjumpa. Namun ada juga perjumpaan yang aneh antara saya dan Pak Jack. Saya menjadi dosen dan Pak Jack menjadi mahasiswa.
Peristiwa itu terjadi ketika beliau melanjutkan S2 di Program Studi Magister Studi Pembangunan. Sebagai mahasiswa, Zakaria Taher adalah mahasiswa yang tertib. Selama saya mengajar, tidak pernah beliau terlambat atau absen. Dudukpun selalu di depan, dengan semangat yang penuh. Sesekali beliau akan mempertanyakan materi kuliah yang saya sampaikan.
Setelah menyelesaikan S2, mobilitas sosial Zakaria Taher seolah-olah tidak terbendung. Ini terlihat pada masa dekan Prof. Badaruddin, beliau menduduki salah satu jabatan yaitu Pembantu Dekan I (PD I) – suatu jabatan yang cukup bergengsi. Ketika menjadi PD I, kami jarang bertemu secara khusus. Namun beberapa kali saya dan Pak Jack makan siang bersama di kantin dekat Cikal USU.
Pertemuan kami lebih intens terjadi ketika ruang dosen Fisip USU selesai direnovasi. Pak Jack duduk di ujung kiri dekat kaca (beliau duduk dekat Ibu Nurlela) dan saya duduk di ujung kanan dekat kaca juga. Meskipun jarak duduk kami cukup jauh, namun kami sering berinteraksi. Sesekali dia datang ke tempat saya. Atau saya datang ke tempat dia.
Datang ke meja Pak Jack adalah suatu kenikmatan yang luar biasa, saya kira. Dari laci mejanya dia mengeluarkan pemanas air, lalu kopi bubuk dan biskuit. Kopi yang dibuat Pak Jack disaring dengan kertas seperti yang ada di café-café, khusus dibelinya di Otten Coffee, dekat Plaza Medan Fair.
Biasanya kami ngopi menghabiskan pagi sambil berbincang-bincang menjelang masuk kelas pada jam 10.10. Ketika waktu masuk kelas tiba, biasanya kopi-kopi kami telah habis. Dia menuju ruang kelasnya. Saya juga menuju ruang kelas saya. Namun kami tidak pernah menuju gedung yang sama ketika pergi ke kelas untuk mengajar. Dia selalu ke gedung yang arah timur sementara saya menuju ke gedung A arah barat.
Pertemuan terakhir saya dengan Pak Jack terjadi sebelum pandemi Covid-19 merebak. Pak Jack bercerita banyak tentang usaha bakery anaknya yang mulai menampakkan hasil. Di raut mukanya kelihatan kebanggaan kepada usaha yang dibangun anaknya itu. Ketika saya singgung janjinya untuk membawakan roti buatan anaknya, dia sedikit kaget, “iya ya, saya sudah janji mau bawakan roti buatan Fadli”, katanya sambil tersenyum, “besok saya bawa”, lanjutnya.
Besoknya ada pengumuman. Kuliah dilakukan melalui dari rumah masing masing atau dikenal dengan istilah Work From Home (WFH). WFH terus berlanjut hingga hari ini. Kita tidak pernah bertemu lagi.
Tiba-tiba berita itu mengejutkan saya dan kami semua. Pak Jack, Bang Zek atau Zak, telah kembali ke haribaan yang kuasa. Innalillahi wa innailaihi rojiun. Selamat jalan Abangda, selamat jalan sahabat, selamat jalan guru. Warisan yang telah abangda tinggalkan di Fisip USU akan tetap ada. Semua akan diteruskan oleh kawan kawan dan murid murid yang abangda tinggalkan. Mudah-mudahan Fisip USU tetap akan berdiri seratus, seribu tahun, bahkan seterusnya.
Istirahatlah dengan tenang di alam keabadian, abangda Zakaria Taher.


Tulisan yang indah Bapak… Terima Kasih… Walaupun Saya baru beberapa x bertemu dgn almarhum, yang saya ingat beliau adalah orang yang sangat baik…