Jakarta, InfoMu.co – Meskipun kontes demokrasi di Tanah Air masih beberapa tahun lagi, tetapi sejumlah lembaga survei sudah gencar melakukan prediksi tokoh dan partai politik yang akan berlaga di kontes demokrasi.
Melihat kompetisi persaingan politik yang semakin tampak jelas menjelang tahun politik 2024, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti berpesan agar para politisi tidak saja mengandalkan aspek legal untuk berkampanye sesuai perundang-undangan tapi turut memperhatikan aspek normatif yang tidak tertulis seperti etika publik.
Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa dirinya hanya ingin fokus terhadap kepentingan yang menyangkut kepentingan seluruh bangsa seperti melawan pandemi agar tidak terpecah-belah oleh kepentingan golongan layaknya kampanye yang dilancarkan para parpol.
Menurutnya, berdasarkan pandangan Islam seluruh tindak-tanduk harus ada pertimbangan yang berkaitan dengan aspek etis dan tidak etis, serta etika dan estetika.
“Dari sisi agama Islam kalau kita berbuat sesuatu tidak dilihat hanya dari sisi boleh dan tidak boleh, halal atau haram tapi harus ada pertimbangan lain yang berkaitan dengan etis dan tidak etis, etika dan estetika,” katanya.
Mengibaratkan dengan makanan, Abdul Mu’ti mengingatkan bahwa ihwal etika juga ditekankan oleh Islam sebagai panduan hidup bangsa yang beradab.
“Dalam konteks makanan misalnya, itu kan ada ayat yang menegaskan agar kita senantiasa makan makanan yang halal dan tayib. Halal itu berkaitan dengan aspek legal, boleh dan tidak boleh dari aspek hukumnya tapi juga harus tayib, yaitu dampak dari makanan itu,” katanya.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu lantas memaparkan ilustrasi sederhana terkait orang kaya yang memilih hidup sederhana bukan karena pelit atau ingin berhemat, tetapi karena kesadaran bahwa banyak orang yang tidak mendapatkan akses seperti dirinya.
Akibat kesadaran tersebut, maka orang kaya itu memilih hidup sederhana meskipun ia bisa berfoya-foya dan tidak ada yang melarang.
Dilansir Pikiran-Rakyat.com
“Nah, ini saya sebut sebagai pertimbangan etis. Bukan boleh dan tidak boleh semata-mata tapi etis dan tidak etis karena dia berpikir tidak hanya mengenai dirinya tapi juga dia berpikir tentang orang lain yang dia tidak seberuntung dirinya itu,” kata Abdul Mu’ti. (pr)

