MEMUHASABAH DIRI AKHIR TAHUN
Oleh : Dr. Junaidi, M.Si
(Ketua MT PDM Medan dan Dosen FUSI UIN-SU Medan)
الحمد لله الذي أمر بالعدل والإحسان، ونهى عن الفحشاء والمنكر والبغي، أحمده سبحانه وأشكره. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰه وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْد فَيَا عِبَادَ الِلّٰهِ¸ أُوصِيكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ¸ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
وَقَالَ تَعَالَى
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Mari kita bersyukur pada Allah atas segala kenikmatan yang diberikan pada kita. Bersyukur dengan cara menggunakan kenikmatan untuk memperbaiki kualitas iman dan taqwa serta memperbanyak soleh. Solawat dan salam untuk Nabi Kita, Nabi Muhammad Saw, semoga kita bisa istiqomah mengikuti sunnah-sunnah Rasul sampai akhir hayat kita.
Jamaah Jumat yang mulia
Penting sekali kita muhasabah diri atau mengoreksi diri. Muhasabah adalah melihat pada amalan yang telah dilakukan oleh jiwa, lalu mengoreksi kesalahan yang dilakukan dan menggantinya dengan amalan shalih. Kita yakin, kita semua penuh kekurangan, entah masih terus menerus dalam bermaksiat, kurang dalam ketaatan bahkan kadang bermudah-mudahan meninggalkan kewajiban.
Melakukan muhasabah merupakan perintah Allah. Peintah ini ada dalam surat Al_hasyr ayat 18
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Ayat inilah yang menjadi dalil agar kita bisa mengoreksi diri (muhasabah). Jika tergelincir dalam kesalahan, maka dikoreksi dan segera bertaubat lalu berpaling dari segala perantara yang dapat mengantarkan pada maksiat. Kalau kita melihat ada kekurangan dalam amalan yang wajib, maka berusaha keras untuk memenuhinya dengan sempurna dan meminta tolong pada Allah untuk dimudahkan dalam ibadah.
Jamaah Jumat yang mulia
Apa Manfaat Muhasabah?
ada banyak manfaat melakukan muhasabah, diantaranya;
Pertama: Meringankan hisab pada hari kiamat.
Khalifah ‘Umar bin Al-Khattab pernah mengatakan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, itu akan memudahkan hisab kalian kelak. Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang kelak. Ingatlah keadaan yang genting pada hari kiamat. Allah berfirman;
يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ
“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabbmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. Al-Haqqah: 18).”
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan, “Mukmin itu yang rajin menghisab dirinya dan ia mengetahui bahwa ia akan berada di hadapan Allah kelak. Sedangkan orang munafik adalah orang yang lalai terhadap dirinya sendiri (enggan mengoreksi diri, pen.). Semoga Allah merahmati seorang hamba yang terus mengoreksi dirinya sebelum datang malaikat maut menjemputnya.” (Tarikh Baghdad, 4:148. Lihat A’mal Al-Qulub, hlm. 372.)
Kedua: Terus bisa berada dalam petunjuk
Sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Baidhawi rahimahullah dalam tafsirnya bahwa seseorang bisa terus berada dalam petunjuk jika rajin mengoreksi amalan-amalan yang telah ia lakukan. (Tafsir Al-Baidhawi, 1:131-132. Lihat A’mal Al-Qulub, hlm. 372.)
Ketiga: Mengobati hati yang sakit. Karena hati yang sakit tidaklah mungkin hilang dan sembuh melainkan dengan muhasabah diri. Keempat: Selalu menganggap diri penuh kekurangan dan tidak tertipu dengan amal yang telah dilakukan. Kelima: Membuat diri tidak takabbur (sombong)
Cobalah lihat apa yang dicontohkan oleh Muhammad bin Wasi’ rahimahullah ketika ia berkata,
لَوْ كَانَ لِلذُّنُوْبِ رِيْحٌ مَا قَدَرَ أَحَدٌ أَنْ يَجْلِسَ إِلَيَّ
“Andaikan dosa itu memiliki bau, tentu tidak ada dari seorang pun yang ingin duduk dekat-dekat denganku.” (Muhasabah An-Nafs, hlm. 37. Lihat A’mal Al-Qulub, hlm. 373.)
Keenam: Seseorang akan memanfaatkan waktu dengan baik
Dalam Tabyin Kadzbi Al-Muftari (hlm. 263), Ibnu ‘Asakir pernah menceritakan tentang Al-Faqih Salim bin Ayyub Ar-Razi rahimahullah bahwa ia terbiasa mengoreksi dirinya dalam setiap nafasnya. Ia tidak pernah membiarkan waktu tanpa faedah. Kalau kita menemuinya pasti waktu Salim Ar-Razi diisi dengan menyalin, belajar atau membaca.
Maka siapa pun hendaklah muhasabah diri, baik orang yang bodoh maupun orang yang berilmu karena manfaat yang besar seperti yang telah disebut di atas. Sebelum beramal hendaklah kita bermuhasabah, begitu pula setelah kita beramal, kita bermuhasabah pula. Jangan sampai amal kita menjadi,
عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ (3) تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً (4)
“Bekerja keras lagi kepayahan, malah memasuki api yang sangat panas (neraka).” (QS. Al-Ghasyiyah: 3-4). Kata Ibnu Katsir rahimahullah, seseorang menyangka telah beramal banyak dan merasakan kepayahan, malah pada hari kiamat ia masuk neraka yang amat panas. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:549)
Jamaah Jumat yang mulia
Bagaimana Cara Muhasabah?
Pertama: Mengoreksi diri dalam hal wajib, apakah punya kekurangan ataukah tidak. Karena melaksanakan kewajiban itu hal pokok dalam agama ini dibandingkan dengan meninggalkan yang haram.
Kedua: Mengoreksi diri dalam hal yang haram, apakah masih dilakukan ataukah tidak.
Contoh, Jika memang pernah mengambil hak orang lain, maka dikembalikan. Kalau pernah mengghibah orang lain, maka meminta maaf dan mendoakan orang tersebut dengan doa yang baik.
Ketiga: Mengoreksi diri atas kelalaian yang telah dilakukan. Contoh sibuk dengan permainan dan menonton yang sia-sia. Keempat: Mengoreksi diri dengan apa yang dilakukan oleh anggota badan, apa yang telah dilakukan oleh kaki, tangan, pendengaran, penglihatan dan lisan. Cara mengoreksinya adalah dengan menyibukkan anggota badan tadi dalam melakukan ketaatan. Kelima: Mengoreksi diri dalam niat, yaitu bagaimana niat kita dalam beramal, apakah lillah ataukah lighairillah (niat ikhlas karena Allah ataukah tidak).
Demikian khutbah pertama ini.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا َوَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ
Khutbah Kedua
الحمدُ للهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوصِيْكُمْ وَإِيَّايَ نَفْسِيَ الْخَاطِئَةَ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ
اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُجَاهِدِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، وَخُصُوصًا فِي فِلَسْطِينَ وَغَيْرِهَا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَ الْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُون

