• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
KHGT : Kalender Global dan Lokal  Tanggapan atas Artikel “KHGT : Klaim Global dengan Otoritas Lokal”

Astronomi dan Astrologi

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
23 Desember 2025
in Kolom
0

Astronomi dan Astrologi

Oleh : Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar – Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU

 

Astronomi (Arab: ‘ilm al-falak) dan astrologi (Arab: ‘ilm an-nujum) adalah dua disiplin ilmu yang sangat tua yang terus dikaji dan dipelajari manusia sepanjang waktu dengan intensitas masing-masing dan sesuai perspektif serta cara pandang masing-masing orang yang mengkaji dan mempelajarinya. Dalam perkembangannya ada banyak istilah yang secara bersamaan merujuk kepada astronomi dan astrologi secara sekaligus. Dalam sejumlah literatur ditemukan istilah-istilah berikut: ‘Ilm an-Nujum (ilmu nujum), Shina’ah an-Nujum (kreasi nujum), Shina’ah at-Tanjim (kreasi perbintangan), ‘Ilm at-Tanjim (ilmu perbintangan), ‘Ilm al-Ahkam (ilmu hukum-hukum perbintangan), ‘Ilm Hai’ah al-’Alam (ilmu komposisi alam), ‘Ilm Hai’ah al-Aflak (ilmu komposisi orbitorbit), ‘Ilm al-Aflak wa an-Nujum (ilmu orbit-orbit dan nujum), ‘Ilm al-Falak (ilmu falak), ‘Ilm al-Hai’ah (ilmu astronomi), al-Asthrunumiya (astronomi), ‘Ilm al-Anwa’ (ilmu meteorologi), dan ‘Ilm ar-Rashd (ilmu observasi). Berbagai istilah ini berkembang dalam literatur-literatur Arab klasik yang secara bersamaan merujuk astronomi dan astrologi.

Al-Khawarizmi al-Katib (w. 378 H/997 M) dalam karyanya “Mafatih al-’Ulum” menggunakan dua istilah yaitu nujum (astrologi) dan hai’ah (astronomi).  Namun nujum atau tanjim menurutnya sama dengan astronomi dalam bahasa Yunani. Al-Farabi (w. 339 H/950 M) dalam “Ihsha’ al-’Ulum” menyebut dengan istilah “Nujum” yang terbagi kepada dua yaitu “ahkam an-nujum” (astrologi) dan “‘ilm an-nujum at-ta’limy” (astronomi). Ikhwan ash-Shafa (abad 4 H/10 M) dalam “Rasa’il Ikhwan ash-Shafa wa Khullan al-Wafa” menyebut dengan istilah ilmu nujum yang bermakna astronomi. Al-Mas’udy (w. 356 H/957 M) dalam “at-Tanbih wa al-Isyraf” menjelaskan ada banyak istilah yang secara bersamaan merujuk kepada makna astronomi dan astrologi yaitu ‘Ilm Hai’ah al-’Alam, ‘Ilm Hai’ah al-Aflak, ‘Ilm al-Hai’ah, dan ‘Ilm al-Aflak wa an-Nujum. Namun Al-Mas’udy telah membedakan secara tegas antara astronomi dengan astrologi. Ibn Sina (w. 428 H/1037 M) dalam “Tis’u Rasa’il fi al-Hikmah al-Thabi’iyyah” menyebut dengan istilah ‘al-hai’ah’ (astronomi) dan membedakannya dengan ‘Ilm Ahkam an-Nujum (astrologi). Qadhi Zadah ar-Rumy (w. 815 H/1412 M) dalam “Syarh al-Mulakhash fi al-Hai’ah lil Jighminy” menyebut dengan istilah ilmu hai’ah (ilmu astronomi) dan membedakan dengan astrologi. Ibn Khaldun (w. 808 H/1405 M) dalam “al-Muqaddimah” menyebut dengan istilah “al-hai’ah” dan membedakan dengan astrologi.

Astronomi membahas fenomena langit secara fisis, matematis, dan ilmiah yang dikaitkan dengan aktivitas manusia di bumi. Sementara astrologi membahas fenomena langit yang juga secara fisis-matematis dan ilmiah namun dikaitkan atau digunakan untuk hal-hal mistis-misterius yang meliputi karakter, nasib, prediksi individu dan komunitas (bangsa, negara, kerajaan), yang hari ini dikenal dengan peramalan atau nujum. Astrologi sebagai praktik prediksi dan ramalan telah tumbuh subur di tengah masyarakat pra-Islam, dimana hampir semua bangsa (peradaban) pra-Islam memiliki telaah dan praktik astrologi dengan bentuknya masing-masing. Demikian lagi astronomi, ia berkembang seiring kebutuhan praktis manusia sehari-hari seperti menentukan rute perjalanan, pertanian, dan ritual keagamaan dan peribadatan (seperti menyembah dewa, menyembah alam, dan lain-lain). Dalam praktiknya di zaman silam astrologi digeluti semua kalangan mulai raja (penguasa), pendeta, ilmuwan, dan masyarakat biasa. Hal ini tidak lain karena astrologi berbicara tentang seseorang atau sekelompok orang terkait nasibnya dan prediksi positif-negatifnya. Tentu hal semacam ini sangat menarik dan mengundang penarasan dari orang-orang ketika itu.

Astronomi sebagaimana berkembang dalam Islam sejatinya berasas dan berbasis astrologi pra-Islam, namun para astronom Muslim mampu mengadaptasi dan memodifikasinya serta melakukan sintesis-kreatif sehingga menjadi astronomi yang ilmiah dan secara tegas terbedakan dari astrologi. Justru kemampuan astronom Muslim dalam adaptasi, modifikasi, dan sintesis-kreatif ini menjadi ciri dan keunggulan sains astronomi dalam Islam. Namun demikian tidak dipungkiri pengaruh astrologi pra-Islam bagi perkembangan astronomi peradaban Islam sangatlah dominan, dimana tiga litreratur induk astronomi-astrologi pra Islam yaitu Almagest dari Yunani, Sindhind dari India, dan Zij Syahrayar dari Persia, sangat memengaruhi corak dan perkembangan astronomi di dunia Islam. Secara konten dan substansi tiga literatur ini bergenre astronomi sekaligus astrologi namun para ilmuwan dan astronom Muslim mampu menyaring dan mengapropriasinya sehingga membentuk satu konstruksi astronomi baru lagi universal yang dikenal dengan astronomi Islam. Karena itu secara historis, astronomi dan astrologi sesungguhnya sama-sama tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat dan keduanya saling melengkapi dan memengaruhi, dan keduanya berkontribusi dalam sejarah dan kemajuan peradaban Islam. Secara konten dan substansi astrologi berperan dalam lahir dan berkembangnya astronomi di dunia Islam.

Pasca Islam datang dan berkembang sebagaimana dibawa baginda Nabi Muhammad Saw, segala praktik astrologi yang bersifat prediktif-spekulatif dilarang, para pelakunya dikecam. Dalam konteks ini Allah berfirman, “Katakanlah, Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah Aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan Aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS. al-A’raf [07]: 188). Dan firman Allah, “(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang gaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu” (QS. al-Jinn [72]: 26). Berikutnya Nabi Saw juga melarang praktik nujum, antara lain dalam sabda beliau Saw, “Siapa yang mendatangi tukang ramal atau tukang tenun kemudian dia membenarkan apa yang dikatakan, sungguh telah kafirlah ia terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad” (HR. Ahmad).

Ibn Khaldun (w. 808 H/1405 M) dalam karyanya “Muqaddimah” (Pengantar) mengklaim secara tegas tentang ketidak legalan aktivitas nujum (astrologi). Dalam karyanya ini Ibn Khaldun menguraikan satu pembahasan khusus tentang ketidak legalan, kelemahan daya jelajah dan rusaknya tujuan ilmu nujum (fī Ibthāl Shinā’ah an-Nujūm wa Dha’f Madārikihā wa Fasād Ghāyatihā). Ibn Khaldun mengatakan ilmu ini sebagai kreativitas yang pelakunya menduga mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi. Pengetahuan itu di dapat melalui penampakan dari benda-benda langit dan efeknya ketika seseorang dilahirkan, baik untuk pribadi maupun sekelompok orang.

Namun walaupun mengecam, Islam (al-Qur’an) mengajak manusia untuk merenungi hakikat alam dan fenomena yang dihasilkan alam, seperti terlihat dalam ayat-ayat yang berbicara tentang alam semesta. Manusia diperintah untuk merenung dan memikirkan alam raya. Islam adalah agama yang mengajak manusia untuk mempelajari dan memahami langit. Pada kenyataannya pemahaman tentang fenomena langit sangat di apresiasi agama Islam.An understanding of the discipline of Astronomy is essential for the appreciation of the religion of Islam. Salah satu tujuan al-Qur’an adalah mengajak manusia berpikir. Al-Qur’an sendiri di dalamnya berisi pengetahuan ilmiah, yang The only explanation for this is that without a doubt, it is divine in origberasal dari Ilahi. Sejatinya pemahaman yang benar mengenai al-Qur’an memerlukan pemahaman tentang sains, betapapun bukanIt is not the purpose of the Qur’an to explain science to us but it encourages persons to reflect on the works of creation so that we may realize the greatness of Almighty God. menjadi tujuan utama al-Qur’an menjelaskan ilmu pengetahuan secara terperinci kepada manusia. Namun faktanya, al-Qur’an mendorong manusia untuk berfikir dan merenungi alam raya agar dapat mengenal Allah.

Dari sini, astronomi menjadi sarana efektif untuk memahami hakikat benda-benda langit, dan untuk medapatkan pengetahuan yang bermanfaat dari benda-benda langit, al-Qur’an kerap mengaitkan waktu-waktu ibadah dengan fenomena semesta khususnya Bulan dan Matahari. Salat ditentukan melalui pergerakan semu Matahari, sementara puasa, hari raya, haji, idah wanita, dan haul zakat ditetapkan dengan standar gerak faktual Bulan. Dengan seruan al-Qur’an ini astronomi tetap dan terus dipelajari manusia sepanjang masa, yang secara pasti mengalahkan dominasi astrologi. Wallahu a’lam[]

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: arwin juli rakhmadi butar-butarastronomikolom
Previous Post

Belajar Menjadi Tua di Muhammadiyah

Next Post

Menolak Pembayaran Uang Tunai, Bertentangan dengan Ketentuan Hukum

Next Post
Tekan Angka Diabetes Anak, Padian A. Siregar: Pemerintah Harus Terapkan Cukai Minuman Manis

Menolak Pembayaran Uang Tunai, Bertentangan dengan Ketentuan Hukum

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.