• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Antara Keluarga, Gadget, dan Harapan Pendidikan Holistik

Partaonan Harahap

Kecelakaan Mobil MBG di SDN 01 Kalibaru, Cermin Kegagalan Pemerintah dalam Menjamin SOP dan K3 di Sekolah

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
12 Desember 2025
in Opini
0

Kecelakaan Mobil MBG di SDN 01 Kalibaru, Cermin Kegagalan Pemerintah dalam Menjamin SOP dan K3 di Sekolah

Oleh : Partonan Harahap, ST., MT

Dosen Fakultas Teknik UMSU, Sekretaris LPCR-PM PWM Sumut, Wakil Ketua LPKTI, Ketua Asosiasi Alumni Teknologi Teladan Medan

Insiden mobil pengangkut Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang menerobos halaman SDN 01 Kalibaru, Cilincing, pada 11 Desember 2025 menjadi pukulan keras bagi akal sehat publik. Bagaimana mungkin sebuah sekolah ruang yang seharusnya paling aman bagi anak-anak dapat berubah menjadi zona bahaya hanya karena sebuah kendaraan operasional program pemerintah masuk tanpa kendali? Kecelakaan ini bukan sekadar “insiden teknis,” tetapi sebuah tanda tanya besar tentang kegagalan sistemik pada manajemen keselamatan sekolah, baik oleh pihak sekolah maupun pemerintah sebagai institusi pemilik program.

Sebanyak 17 siswa dan 1 guru terluka, dan lima siswa dikabarkan mengalami luka cukup serius. Mereka bukan korban bencana alam, bukan korban serangan kriminal, serta bukan korban konflik. Mereka adalah korban dari kelalaian administratif, kegagalan manajemen risiko, dan lemahnya penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) maupun Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam lingkungan pendidikan yang seharusnya menjaga mereka.

Tragedi ini mengungkapkan kenyataan pahit: pemerintah sering kali sibuk membangun program, menciptakan slogan, meluncurkan kebijakan baru, tetapi melupakan fondasi terpenting: keselamatan. Tidak peduli sebaik apa sebuah program dirancang, seberapa besar anggaran digelontorkan, atau seberapa hebat narasi keberhasilan dibangun tanpa sistem keselamatan yang kuat, program tersebut dapat berubah menjadi ancaman.

Program MBG (Makanan Bergizi Gratis) sejatinya adalah program mulia. Ia dirancang untuk memastikan pemenuhan gizi anak-anak, mendukung tumbuh kembang mereka, dan membantu pemerataan layanan kesehatan dasar melalui jalur pendidikan. Namun ketika sebuah program tidak dibangun di atas perencanaan keselamatan yang matang, program tersebut dapat menimbulkan dampak berbahaya.

Ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pendidikan baru berbicara tentang “evaluasi SOP” setelah belasan siswa terkapar di halaman sekolah, muncul pertanyaan besar dari masyarakat, Apakah sistem pendidikan kita harus selalu menunggu korban terlebih dahulu baru sadar ada masalah keselamatan?

Opini ini tidak hanya menjadi kritik terhadap pemerintah, tetapi sekaligus ajakan untuk membangun kesadaran bahwa SOP, K3, dan manajemen risiko bukanlah sekadar formalitas administratif. Ketiganya adalah tiang utama penyelamat nyawa. Tanpa itu, sekolah bukan lagi tempat pendidikan, tetapi menjadi ruang yang menyimpan bahaya.

Sekolah Seharusnya Menjadi Zona Aman, Ketika SOP Lemah dan Pemerintah Lalai dalam Tanggung Jawab K3

Sekolah seharusnya menjadi ruang yang aman bagi anak-anak untuk tumbuh, belajar, bermain, dan meraih masa depan dengan penuh harapan. Namun insiden yang terjadi di SDN 01 Kalibaru memperlihatkan wajah lain dari realitas sistem pendidikan kita realitas yang menunjukkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya berhasil menjadikan sekolah sebagai zona aman. Peristiwa mobil MBG yang menerobos halaman sekolah hingga melukai sejumlah siswa mengungkap empat persoalan mendasar: lemahnya SOP, minimnya pengawasan pemerintah, rendahnya budaya K3 di sekolah, dan ketiadaan mitigasi risiko yang seharusnya menjadi pondasi keselamatan.

SOP yang semestinya menjadi pedoman dasar dalam mengatur setiap aktivitas di sekolah justru terlihat rapuh atau bahkan mungkin tidak pernah disusun dengan benar. Fakta bahwa sebuah mobil operasional program pemerintah dapat masuk ke area sekolah ketika siswa sedang melakukan kegiatan baris pagi menunjukkan bahwa SOP tersebut tidak ketat, tidak diterapkan, atau memang tidak pernah ada. Padahal, SOP dasar harus mencakup pengaturan jam masuk kendaraan, pembatasan area operasional kendaraan, kehadiran petugas pengawas saat kendaraan bergerak, hingga keberadaan pembatas fisik seperti cone atau palang parkir. Ketiadaan semua elemen tersebut mencerminkan betapa sekolah tidak memiliki sistem keselamatan yang mampu mencegah pergerakan kendaraan secara tidak terkendali. Lebih ironis lagi, kasus seperti ini bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia. Pola yang berulang menunjukkan bahwa persoalan ini merupakan masalah struktural yang mengakar, bukan sekadar kejadian insidental.

Kelemahan SOP ini semakin diperparah oleh minimnya pengawasan pemerintah. Program MBG merupakan program resmi pemerintah provinsi, yang berarti segala aktivitas pendukungnya berada dalam tanggung jawab pemerintah. Namun jika kita melihat ke lapangan, sulit untuk menemukan tanda bahwa Dinas Pendidikan telah menyusun SOP distribusi yang ketat atau memberikan pelatihan kepada sekolah mengenai mekanisme masuk kendaraan MBG. Tidak ada kejelasan apakah kompetensi sopir pernah diuji, atau apakah audit keselamatan pernah dilakukan di sekolah-sekolah yang menjadi lokasi distribusi. Ketika semua pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan tegas, maka hal tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah telah melakukan kelalaian yang serius. Kebijakan tanpa pengawalan tidak ada bedanya dengan tidak adanya kebijakan sama sekali.

Budaya K3 yang lemah di lingkungan sekolah turut memperbesar potensi terjadinya insiden. Selama ini, K3 di sektor pendidikan sering dianggap sebagai tugas administratif belaka, bukan sebagai kebutuhan nyata yang melindungi nyawa anak-anak. Tidak ada petugas khusus K3, briefing keselamatan jarang dilakukan, peta risiko tidak tersedia, dan inspeksi keselamatan pun tidak menjadi prioritas. Ketika sekolah tidak menginternalisasi budaya K3, potensi bahaya semakin tinggi, terutama di lingkungan yang melibatkan pergerakan kendaraan, aktivitas luar ruangan, dan interaksi harian antara ribuan siswa dan tenaga pendidik. Insiden di SDN 01 Kalibaru hanyalah salah satu dari sekian banyak bukti bahwa sekolah kita belum sepenuhnya memahami pentingnya keselamatan.

Namun yang paling menyedihkan dari peristiwa ini adalah kenyataan bahwa anak-anak menjadi korban dari kegagalan sistem, bukan akibat kesalahan individu. Kesalahan sopir mungkin ikut berperan, tetapi sistem keselamatan yang baik seharusnya memiliki banyak lapisan perlindungan untuk mencegah satu kelalaian manusia berujung pada tragedi. Pemerintah tidak dapat bersembunyi di balik alasan teknis atau menyalahkan pihak-pihak kecil. Sudah saatnya pemerintah mengakui bahwa mereka gagal mengawasi dan menjamin keselamatan di satu tempat yang seharusnya paling aman bagi anak-anak: sekolah.

Dari Program MBG hingga Manajemen Risiko, Saatnya Pemerintah Mengakui Kegagalan dan Memperbaiki Sistem K3 Sekolah

Insiden di SDN 01 Kalibaru menjadi potret nyata bahwa program pemerintah sering kali berjalan tanpa disertai sistem mitigasi risiko yang memadai. Program MBG seharusnya menjadi bentuk perhatian pemerintah terhadap pemenuhan gizi anak-anak, namun program yang baik dapat berubah menjadi ancaman jika tidak dibangun di atas fondasi manajemen risiko yang kuat. Pergerakan kendaraan dalam program ini, dari gudang hingga lingkungan sekolah, semestinya sudah dipetakan risiko-risikonya sejak awal. Namun kenyataan menunjukkan sebaliknya. Tidak tampak adanya kajian risiko, tidak ada SOP distribusi yang ketat, dan tidak terlihat kesiapan teknis yang memastikan bahwa kendaraan tidak boleh bergerak ketika siswa sedang beraktivitas. Program ini seakan disusun tergesa-gesa tanpa memperhitungkan keselamatan di lapangan.

Untuk memperbaiki kondisi ini, pemerintah harus terlebih dahulu mengakui bahwa telah terjadi kegagalan sistemik. Tidak cukup hanya memeriksa kronologi kejadian atau mengumpulkan keterangan sopir. Pemerintah harus berani mengakui bahwa SOP distribusi MBG tidak berjalan, audit keselamatan sekolah tidak pernah dilakukan, dan koordinasi antarinstansi tidak efektif. Tanpa pengakuan ini, perbaikan hanya akan bersifat kosmetik, tidak menyentuh akar masalah. Pengakuan bukanlah kelemahan, melainkan langkah awal menuju pembenahan yang lebih besar.

K3 di sekolah tidak boleh lagi dianggap sebagai pilihan. Setiap sekolah harus memiliki petugas K3 yang terlatih, SOP keselamatan yang jelas, jalur aman kendaraan, zona tanpa kendaraan di jam-jam sibuk, hingga prosedur evakuasi yang dipahami seluruh warga sekolah. Pemerintah pusat dan daerah harus menetapkan standar nasional K3 yang wajib diterapkan, bukan sekadar menyerahkan kepada inisiatif masing-masing sekolah. Keselamatan adalah hak pendidikan, bukan fasilitas tambahan.

Lebih dari itu, pemerintah harus memastikan bahwa anak-anak tidak lagi menjadi korban dari kebijakan yang seharusnya melindungi mereka. Ironi terbesar dalam tragedi Kalibaru adalah bahwa luka yang diderita para siswa justru berasal dari program pemerintah sendiri. Kebijakan tanpa keselamatan adalah kebijakan yang berbahaya. Anak-anak seharusnya merasakan perlindungan dari program-program pemerintah, bukan menjadi korban akibat lemahnya perencanaan dan pengawasan.

Karena itu, pemerintah perlu melakukan reformasi menyeluruh terhadap sistem K3 di sekolah. Reformasi ini harus meliputi revisi total SOP distribusi MBG, audit keselamatan di seluruh sekolah, peningkatan anggaran untuk fasilitas pengamanan, pembentukan tim K3 tingkat provinsi, pelaporan insiden keselamatan secara nasional, hingga pembatasan ketat terhadap pergerakan kendaraan di lingkungan sekolah. Semua ini harus dilakukan bukan hanya untuk merespons insiden di Kalibaru, tetapi untuk memastikan bahwa tragedi serupa tidak pernah terulang di mana pun dan kapan pun.

Penutup

Insiden mobil MBG yang menabrak anak-anak di SDN 01 Kalibaru bukan sekadar kecelakaan, melainkan cermin retak dari sistem yang telah lama abai terhadap keselamatan di lingkungan pendidikan. Peristiwa ini memperlihatkan bahwa pemerintah belum benar-benar menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama dalam setiap kebijakan, program, maupun aktivitas teknis yang melibatkan sekolah. Ketika sebuah kendaraan operasional dapat masuk dan bergerak bebas di tengah kegiatan siswa, hal itu menunjukkan betapa lemahnya sistem pengamanan yang seharusnya melindungi mereka. Tragedi ini bukan hanya tentang mobil yang hilang kendali, tetapi tentang struktur tata kelola yang rapuh dan pengawasan yang nyaris tidak terlihat.

Pemerintah perlu memahami bahwa keselamatan bukanlah konsep abstrak; keselamatan adalah nyawa yang dipertaruhkan. Anak-anak yang terluka di Kalibaru bukan korban kelalaian individu, melainkan korban dari sebuah sistem yang seharusnya melindungi mereka namun justru membiarkan celah besar yang berbahaya. Keselamatan tidak boleh lagi dipandang sebagai tambahan administratif, melainkan sebagai pilar utama penyelenggaraan pendidikan. Setiap sekolah harus menjadi zona aman yang benar-benar steril dari risiko, bukan sekadar deklarasi normatif.

Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengambil langkah konkret dan menyeluruh. Evaluasi menyeluruh terhadap SOP distribusi program MBG harus dilakukan, audit keselamatan harus diperluas ke seluruh sekolah, dan pelatihan K3 harus menjadi aktivitas wajib di setiap institusi pendidikan. Lebih jauh lagi, pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat selalu melalui proses risk assessment yang matang untuk menghindari risiko baru yang tidak perlu. Keselamatan tidak boleh menjadi agenda yang bergerak setelah tragedi terjadi; ia harus menjadi titik awal setiap perencanaan.

Karena itu, insiden Kalibaru harus menjadi titik balik. Bukan sekadar menjadi berita sesaat yang tenggelam oleh isu lain, namun menjadi momentum untuk membangun kembali kesadaran bahwa melindungi anak-anak adalah tanggung jawab moral dan konstitusional pemerintah. Tragedi yang menimpa siswa-siswa SDN 01 Kalibaru adalah pengingat pahit bahwa masih banyak pekerjaan rumah dalam memastikan sekolah sebagai ruang yang benar-benar aman. Jika pemerintah ingin memulihkan kepercayaan publik, maka komitmen pada perbaikan sistem keselamatan harus diwujudkan secara nyata, bukan hanya dalam bentuk pernyataan.

Pada akhirnya, keselamatan anak-anak bukanlah kompromi. Tidak ada alasan yang dapat membenarkan lemahnya pengawasan, ketidakjelasan SOP, atau minimnya budaya K3. Mereka adalah masa depan bangsa yang harus dijaga dengan sepenuh hati. Tragedi Kalibaru adalah alarm keras yang memanggil kita semua untuk bertindak. Pemerintah harus bergerak cepat, tegas, dan sistematis. Karena satu hal pasti: sekolah seharusnya menjadi tempat paling aman, bukan tempat di mana anak-anak berisiko kehilangan masa depan mereka. (***)

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: kecelakaanmbgpartaonan harahap
Previous Post

Wamen Diktisaintek Terima Akademisi PTMA: Dorong Kurikulum Berdampak dan Kolaborasi Riset untuk Masyarakat

Next Post

Rektor UMSU Beri Beasiswa Kepada Annisa Suryani Putri, Lulusan Terbaik UMMAS Asahan

Next Post
Rektor UMSU Beri Beasiswa Kepada Annisa Suryani Putri, Lulusan Terbaik UMMAS Asahan

Rektor UMSU Beri Beasiswa Kepada Annisa Suryani Putri, Lulusan Terbaik UMMAS Asahan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.