• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Kolom Syahbana Daulay: Tawakkal dan Ketenangan Jiwa

Syahbana Daulay

Bila Air, Angin, Tanah, dan Api Berbicara: Fenomena Banjir dan Ketidakseimbangan Ekologi

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
30 November 2025
in Opini
0

Bila Air, Angin, Tanah, dan Api Berbicara: Fenomena Banjir dan Ketidakseimbangan Ekologi

Oleh: Syahbana Daulay

Fenomena banjir yang melanda berbagai wilayah Indonesia akhir-akhir ini bukan sekadar kejadian alamiah yang dipahami dalam kacamata meteorologi atau hidrologi semata. Ia adalah rangkaian peristiwa yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara manusia dan alam, pelanggaran terhadap hukum-hukum lingkungan yang Allah tetapkan sebagai sunnatullah. Dalam bahasa Al-Qur’an, bencana adalah āyāt, tanda-tanda yang menyapa nalar, hati, dan kesadaran manusia.

Artikel ini mengupas bagaimana empat unsur dasar alam – air, angin, tanah, dan api – mengirimkan pesan mendalam kepada manusia melalui perubahan iklim dan bencana. Fokus terpanjang diletakkan pada dimensi teologis dan ilmiah tentang bencana sebagai ayat Tuhan.

  1. Bila Air Berbicara: Antara Rahmat dan Perubahan Iklim

Dalam perspektif klimatologi modern, intensitas hujan ekstrem meningkat karena:

  • pemanasan global (global warming),
  • naiknya suhu permukaan laut (sea surface temperature),
  • penguatan fenomena Madden, Julian Oscillation (MJO),
  • serta efek dipol Samudera Hindia (IOD).

Secara hidrologis, air seharusnya diserap tanah dan dialirkan sungai sesuai kapasitas daya dukung lingkungan. Ketika daerah resapan hilang karena betonisasi dan deforestasi, aliran permukaan meningkat sehingga banjir terjadi bahkan pada curah hujan normal.

Al-Qur’an menempatkan air sebagai simbol kehidupan:

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ

“Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup.” (QS. Al-Anbiyā’: 30)

Namun dalam ayat lain, air juga menjadi sarana ujian dan teguran, seperti kisah banjir besar pada masa Nuh (QS. Al-Qamar: 11–12).

Air adalah ayat ambivalen, rahmat dan peringatan, tergantung bagaimana manusia menata bumi.

  1. Bila Angin Berbicara: Atmosfer yang Tengah Bergeser

Angin ekstrem yang menyertai hujan lebat merupakan fenomena meteorologi akibat:

  • perbedaan tekanan udara ekstrem,
  • turbulensi atmosfer akibat pemanasan global,
  • perubahan pola monsun,
  • interaksi kompleks antara angin pasat dan angin baratan.

Seiring pemanasan global, kecepatan angin maksimum di beberapa wilayah dunia meningkat 5–10% per dekade.

Dalam perspektif Al-Qur’an, angin diberi dua wajah: Rahmat: sebagai pembawa hujan (QS. Al-A‘rāf: 57), dan Azab: seperti yang menimpa kaum ‘Ād (QS. Al-Hāqqah: 6).

Angin mengikuti hukum alam, tetapi manusia membuat hukum alam menjadi lebih ekstrem melalui kerusakan lingkungan.

  1. Bila Tanah Berbicara: Daya Dukung Bumi yang Menurun

Tanah mengalami tekanan ekologis yang semakin berat:

  • amblesan tanah di kota-kota besar akibat eksploitasi air tanah,
  • hilangnya kawasan hutan dan gambut,
  • erosi yang meningkat hingga 50 ton/ha/tahun di beberapa daerah,
  • alih fungsi lahan tanpa mempertimbangkan kemampuan tanah menyerap air (infiltration capacity).

Dalam perspektif fikih lingkungan, tanah memiliki hak yang harus dijaga, sebagaimana disampaikan Rasulullah:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا

“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau, dan Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di dalamnya…” (HR. Muslim)

Tanah adalah amanah. Ketika ia rusak, ia hanya sedang mengembalikan konsekuensi logis dari perilaku manusia.

  1. Bila Api Berbicara: Simbol Ketidakseimbangan Musiman

Api, melalui kebakaran hutan dan kekeringan ekstrem, adalah bagian lain dari ketidakstabilan ekosistem.
Hubungan antara kekeringan dan banjir adalah satu siklus: semakin luas area terbakar, semakin hilang kemampuan tanah menahan air, sehingga risiko banjir meningkat pada musim hujan berikutnya.

Api dalam teks-teks Islam sering digambarkan sebagai unsur yang harus diwaspadai. Rasulullah bersabda:

إِنَّ هَذِهِ النَّارَ عَدُوٌّ لَكُمْ فَإِذَا نِمْتُمْ فَأَطْفِئُوهَا عَنْكُمْ

“Sesungguhnya api itu musuh kalian, apabila kalian hendak tidur, padamkanlah api itu.” (HR. Tirmidzi)

Ketidakdisiplinan mengelola api pada akhirnya melahirkan rangkaian bencana lain, termasuk banjir.

  1. Pesan Langit dan Bumi: Bencana sebagai Ayat (Tanda)

Bagian ini mencoba menganalisa, mengaitkan fenomena banjir sebagai peristiwa alam sekaligus pesan teologis bagi manusia.

5.1. Konsep Ayat dalam Al-Qur’an

Kata ayat berarti tanda, bukti, atau isyarat. Al-Qur’an menggunakan istilah ini untuk:

  1. Ayat tertulis (wahyu)
  2. Ayat kauniyah (tanda-tanda alam)
  3. Ayat sejarah (peristiwa umat terdahulu)
  4. Ayat jiwa (psikologi manusia)

Bencana alam termasuk kategori ayat kauniyah: tanda Tuhan melalui hukum alam.

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat dalam bentuk fenomena alam adalah “seruan diam dari Tuhan agar manusia kembali kepada-Nya”.

5.2. Sunnatullah: Hukum Alam yang Tidak Pernah Salah

Banjir, hujan, dan badai adalah bagian dari sunnatullah, hukum tetap yang mengatur alam.

Allah berfirman:

فَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللَّهِ تَبْدِيلًا

“Tidak akan engkau dapati perubahan pada sunnatullah.” (QS. Fāthir: 43)

Artinya:

  • bila hutan ditebang → air berlari → banjir
  • bila tanah kehilangan resapan → sungai meluap
  • bila udara panas → angin ekstrem terjadi

Hukum alam tidak berubah hanya karena doa. Ia berubah jika manusia mengubah perilakunya, sesuai QS. Ar-Ra’d: 11:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ…

Ayat ini memiliki makna ekologis yang sangat dalam: perubahan kondisi bumi terkait langsung dengan perubahan akhlak dan perilaku manusia.

5.3. Bencana sebagai “Komunikasi Ilahi”

Para ulama seperti Al-Ghazālī dan Ibnul Qayyim memandang musibah sebagai “risalah” Tuhan dalam bentuk yang memaksa manusia merenung.

Dalam perspektif psikologi spiritual, bencana memunculkan:

  • kognisi religius (penyadaran bahwa manusia tidak berkuasa),
  • emotional humility (kerendahan hati emosional),
  • eksistensi baru (kesadaran akan makna hidup),
  • prososialitas (kepedulian sosial meningkat).

Artinya, bencana mengaktifkan fungsi-fungsi spiritual manusia agar kembali lurus.

5.4. Tafsir QS. Ar-Rūm: 41 sebagai Kritik Ekologis

Ayat terpenting dalam kajian ini adalah:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ

“Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia…”

Menurut al-Ṭabarī, “kerusakan” di sini meliputi kekacauan ekosistem, hilangnya keseimbangan, dan turunnya berbagai musibah.

Menurut ulama kontemporer seperti Buya Hamka menafsirkannya sebagai bencana ekologis akibat kerakusan manusia. Adapun menurut Quraish Shihab ayat ini mencakup kerusakan lingkungan modern: pencemaran, penggundulan, dan perubahan iklim.

Ayat ini adalah “teks ekologis” Al-Qur’an yang sangat relevan dengan krisis lingkungan Indonesia.

5.5. Bencana sebagai “Ujian Kolektif”

Dalam QS. Al-An‘ām: 165 Allah menyebut manusia sebagai khalifah di bumi. Status ini berarti manusia memiliki: mandat menjaga bumi, larangan merusak, dan bertanggung jawab pada generasi setelahnya.

Ketika banjir melanda, ia bukan hanya menguji kesabaran individu, tetapi menguji integritas kolektif suatu masyarakat, yaitu: apakah tata ruangnya benar?, apakah penyelenggaranya amanah?, apakah warganya disiplin terhadap lingkungan?.

Dalam bahasa ilmu sosial, ini disebut collective responsibility crisis.

5.6. Bencana sebagai “Teguran Moral-Ekologis”

Islam memandang moral tidak hanya terkait hubungan antarmanusia, tetapi juga hubungan manusia dengan alam. Teguran ini hadir dalam bentuk:

  1. ketidakseimbangan alam (ekologi rusak),
  2. ketidakadilan sosial (korban paling banyak adalah kelompok miskin),
  3. ketidakjujuran ekonomi (alih fungsi lahan demi keuntungan jangka pendek),
  4. ketidaktaatan spiritual (lalai terhadap amanah sebagai khalifah).

Dengan demikian, banjir adalah “cermin moral” sebuah bangsa.

5.7. Bencana sebagai “Pemicu Reformasi Publik”

Sepanjang sejarah dunia:

  • banjir Sungai Nil memaksa Mesir kuno mengatur irigasi,
  • banjir Johor (2006) memperbaiki tata kota Malaysia,
  • banjir bandang di Jepang melahirkan sistem early warning system modern.

Di Indonesia, banjir seharusnya menjadi pemicu:

  • reformasi tata ruang,
  • penegakan hukum lingkungan,
  • penguatan adaptasi perubahan iklim,
  • pendidikan etika lingkungan berbasis agama.

Ayat bencana mendorong perubahan social, bukan sekadar simpati.

  1. Krisis Moral Ekologi: Ketika Empat Unsur Bersaksi

Dari ilmu lingkungan, kita mengetahui bahwa banjir tidak berdiri sendiri. Ia memperlihatkan “akumulasi kerusakan” di empat unsur alam:

  1. Air kehilangan ruang alir.
  2. Angin berubah pola akibat pemanasan global.
  3. Tanah kehilangan daya serap karena deforestasi.
  4. Api mempercepat degradasi ekosistem melalui kebakaran.

Empat unsur itu seperti menjadi saksi bahwa manusia telah melampaui batas.

Maka, jadikanlah banjir adalah momentum untuk:

  1. Taubat Spiritual: memperbaiki hubungan dengan Allah, memperbanyak istighfar, dan kembali pada kesederhanaan hidup.
  2. Reformasi Ilmiah dan Kebijakan: memperkuat kajian risiko bencana (disaster risk assessment), menerapkan climate-resilient urban planning, mengembalikan fungsi sungai, rawa, dan hutan.
  3. Etika Lingkungan Islam (Islamic Environmental Ethics), termasuk: adab terhadap alam, pengelolaan sumber daya, dan sikap amanah.
  4. Solidaritas Kemanusiaan: Banjir mengajarkan nilai sosial Islam, yaitu tolong-menolong, empati, infaq, dan kepedulian terhadap kelompok rentan.

Penutup

Bila manusia mau membaca ayat-ayat alam, maka banjir bukan lagi dianggap sekadar musibah, tetapi sebagai: tanda, teguran, ujian, sekaligus undangan untuk berubah.

Air, angin, tanah, dan api tidak pernah salah menjalankan sunnatullah. Yang sering salah adalah cara manusia menata hubungan dengan alam. Ketika manusia memperbaiki hati dan perilaku, bumi pun akan kembali seimbang.

Semoga Allah melindungi setiap korban bencana, menguatkan yang diuji, serta memberi hikmah luas bagi bangsa ini untuk bangkit dan berbenah. Wallahu a’lam

*** Syahbana Daulay, Dosen UMSU – Anggota Majelis Tabligh PWM Sumut

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: ekologilingkunganopinisyahbana daulay
Previous Post

Syarifuddin Panjaitan Kepala SD Muhammadiyah Serbelawan, Gantikan Sri Julia Ningsih

Next Post

Prabowo Buka Suara soal Darurat Bencana Nasional di Aceh, Sumbar dan Sumut

Next Post
Praktik Oplos Beras Bikin RI Rugi Rp 100 T, Prabowo: Ini Pidana!

Prabowo Buka Suara soal Darurat Bencana Nasional di Aceh, Sumbar dan Sumut

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.