Suhu Panas hingga 37°C di Indonesia, Ini Penyebabnya Menurut BMKG
Panas terasa membakar di berbagai kota Indonesia, hari-hari ini. BMKG mengungkapkan, posisi gerak semu matahari dan hembusan Monsun Australia membuat radiasi sinar matahari jatuh tegak di bumi Nusantara. Suhu pun melonjak hingga 37°C—dan belum akan reda hingga awal November 2025.
Tagar.co – Beberapa hari terakhir, masyarakat di berbagai wilayah Indonesia mengeluhkan cuaca yang terasa sangat terik. Di sejumlah daerah, suhu udara bahkan menembus angka 37,6°C. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, fenomena ini terjadi akibat kombinasi antara gerak semu matahari dan pengaruh kuat Monsun Australia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa pada bulan Oktober posisi gerak semu matahari berada di selatan ekuator, tepatnya melintasi wilayah Indonesia bagian tengah. Kondisi ini membuat penyinaran matahari menjadi lebih intens dan tegak lurus terhadap permukaan bumi.
“Selain itu, penguatan angin timuran atau Monsun Australia membawa massa udara kering dan hangat dari Benua Australia. Akibatnya, pembentukan awan berkurang dan radiasi matahari lebih mudah mencapai permukaan bumi,” ujar Guswanto di Jakarta, Rabu (15/10/25).
Wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan—seperti Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, hingga Papua—menjadi daerah yang paling banyak menerima penyinaran langsung, sehingga suhu udara meningkat signifikan.
Rekor Suhu dan Daerah Paling Panas
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menuturkan bahwa suhu maksimum di atas 35°C kini teramati di banyak wilayah Indonesia.
Pada 12 Oktober 2025, suhu tertinggi tercatat 36,8°C di Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Kupang (NTT), dan Majalengka (Jawa Barat).
Suhu sedikit menurun pada hari berikutnya, lalu kembali meningkat pada 14 Oktober, mencapai 37,6°C di Majalengka dan Boven Digoel (Papua).
“Konsistensi tingginya suhu maksimum di banyak wilayah menunjukkan kondisi cuaca panas yang persisten, dipengaruhi dominasi massa udara kering dan minimnya tutupan awan,” jelas Andri.
Wilayah yang paling terdampak mencakup Nusa Tenggara, Jawa bagian barat hingga timur, Kalimantan bagian barat dan tengah, Sulawesi bagian selatan dan tenggara, serta Papua.
Masih Ada Peluang Hujan Lokal
Meski panas terasa mendominasi, BMKG menegaskan bahwa potensi hujan lokal tetap ada, terutama pada sore hingga malam hari akibat aktivitas konvektif.
Beberapa wilayah di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua berpeluang mengalami hujan sesaat disertai petir dan angin kencang.
“Kami mengimbau masyarakat agar tetap menjaga kesehatan dengan mencukupi kebutuhan cairan tubuh, menghindari paparan sinar matahari langsung terlalu lama, dan mewaspadai perubahan cuaca mendadak,” kata Guswanto.
BMKG: Pantau Cuaca Resmi, Jangan Terpancing Hoaks
BMKG mengingatkan masyarakat untuk terus memantau informasi cuaca terkini melalui situs resmi bmkg.go.id, akun media sosial @infoBMKG, serta aplikasi Info BMKG. Kondisi cuaca panas ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November 2025, sebelum berangsur normal saat memasuki musim hujan. (tagar)

