Job Hugging dan Financial Resilience: Antara Kenyamanan dan Ketahanan Keuangan
Oleh : Arif Pratama Marpaung – Dosen Manajemen FEB UMSU
Dalam dunia kerja modern, muncul istilah job hugging yang menggambarkan kecenderungan seseorang untuk tetap bertahan pada pekerjaan tertentu meskipun kesempatan karier lain terbuka. Fenomena ini sering dilandasi rasa nyaman, ketakutan terhadap ketidakpastian, atau keterikatan emosional dengan lingkungan kerja. Namun, ketika dikaitkan dengan konsep financial resilience atau ketahanan keuangan, job hugging dapat memiliki dua sisi yang saling bertentangan. Bagi sebagian individu, job hugging menjadi pilihan rasional. Dengan bertahan pada pekerjaan yang stabil, mereka memperoleh aliran pendapatan tetap yang memungkinkan tercapainya financial security.
Kondisi ini dapat memperkuat financial resilience, karena stabilitas pekerjaan memberi ruang untuk menyusun perencanaan keuangan jangka panjang, seperti menabung, berinvestasi, atau membangun dana darurat. Dalam konteks ini, job hugging berfungsi sebagai mekanisme pertahanan terhadap risiko ekonomi.
Di sisi lain, job hugging juga dapat menimbulkan risiko. Ketika individu terlalu terpaku pada pekerjaan lama, mereka berpotensi melewatkan peluang yang memberikan higher income atau career growth. Akibatnya, earning capacity stagnan dan dapat menghambat peningkatan financial resilience di masa depan. Lebih jauh, jika perusahaan menghadapi krisis atau melakukan downsizing, individu yang terbiasa job hugging mungkin tidak siap menghadapi ketidakpastian finansial karena kurangnya diversifikasi pengalaman dan keterampilan.
Fenomena ini semakin relevan ketika dikaitkan dengan Generasi Z, yang dikenal memiliki ekspektasi tinggi terhadap work-life balance, purpose-driven work, dan fleksibilitas karier. Di satu sisi, Gen Z sering dianggap lebih mudah berpindah kerja (job hopping) untuk mencari pengalaman baru.
Namun, sebagian juga terjebak dalam job hugging karena rasa takut menghadapi financial instability di tengah tingginya biaya hidup, inflasi, serta ketidakpastian ekonomi global. Tantangan bagi Gen Z adalah bagaimana mereka bisa menyeimbangkan kebutuhan akan stabilitas keuangan dengan keinginan untuk terus berkembang secara profesional. Hal ini menuntut kemampuan financial literacy, career adaptability, dan kesiapan menghadapi perubahan di dunia kerja yang sangat dinamis.
Di sisi lain, pasar kerja sejatinya selalu terbuka dan terus berkembang seiring dengan perubahan kebutuhan industri dan teknologi. Oleh karena itu, yang terpenting adalah bagaimana Gen Z mempersiapkan diri agar mampu merespons permintaan pasar. Dengan bekal keterampilan yang relevan, kapasitas adaptasi, serta kesiapan mental untuk menghadapi tantangan, mereka tidak akan lagi terjebak dalam job hugging karena terpaksa, apalagi sampai menghadapi risiko joblessness.
Dalam perspektif manajemen karier, penting untuk menyeimbangkan antara job stability dan career adaptability. Ketahanan keuangan tidak hanya bertumpu pada satu sumber pendapatan, tetapi juga pada kemampuan untuk upskill, reskill, dan mengeksplorasi peluang
baru. Dengan demikian, job hugging perlu disikapi secara kritis: apakah benar memberi rasa aman, atau justru menjerumuskan ke dalam zona nyaman yang membatasi financial growth. (***)

