Sebagai Nikmat Terbesar, Berikut 7 Jalan Berinteraksi dengan Al-Qur’an
INFOMU.CO | Jakarta – Dalam ceramahnya di Masjid KH Sudja Yogyakarta pada Ahad (14/09), Charis Thohari Rohman, anggota Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, mengajak jemaah untuk merenungi keistimewaan Al-Qur’an sebagai nikmat terbesar yang dikaruniakan Allah SWT.
Menurut Charis, Al-Qur’an bukan sekadar kitab suci, tetapi juga mukjizat utama Rasulullah SAW yang menghadirkan keberkahan bagi siapa pun yang berinteraksi dengannya.
Charis mengawali ceramah dengan menyinggung nikmat besar yang ditegaskan dalam Sūrah ar-Raḥmān. Ayat itu berbunyi: ar-Raḥmān, ‘allama Al-Qur’an—“Yang Maha Pengasih, yang telah mengajarkan al-Qur’an” (QS. ar-Raḥmān [55]: 1–2).
Dari sini ia menjelaskan bahwa Al-Qur’an memberi makna sejati bagi keberadaan manusia. Tanpa Al-Qur’an, manusia hanya akan seperti hewan ternak yang tidak mampu membedakan kebenaran dari kebatilan, petunjuk dari kesesatan.
Ia juga menegaskan bahwa nikmat ini jauh lebih berharga dibandingkan matahari, bulan, tumbuhan, atau bahkan bidadari, karena semuanya tidak akan berarti apa-apa tanpa keberadaan Al-Qur’an.
Setelah itu Charis menekankan bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar Rasulullah SAW, melebihi mukjizat-mukjizat lain seperti peristiwa terbelahnya bulan atau kemampuan beliau menyembuhkan sahabat seperti Qatadah dan ‘Ali bin Abi Thalib.
Dalam tafsir Ibn Katsir, peristiwa pembelahan bulan dijelaskan sebagai mukjizat nyata, meski orang-orang kafir saat itu menuduhnya sihir. Akan tetapi, mukjizat-mukjizat semacam itu hanya berlaku pada zamannya dan berakhir bersama wafatnya para nabi. Adapun Al-Qur’an tetap abadi, tak lekang oleh waktu, dan selalu mendatangkan berkah.
Charis lalu membandingkan mukjizat Nabi Muhammad SAW dengan mukjizat nabi-nabi lain. Nabi Musa, misalnya, diberi kemampuan membelah laut dan mengubah tongkat menjadi ular. Nabi ‘Isa juga dikaruniai keajaiban yang menakjubkan.
Namun, menurut Charis, mukjizat Al-Qur’an memiliki keunggulan karena keberkahannya bersifat langgeng. Ia mengutip penjelasan Ibn ‘Asyur yang mengatakan: al-barakah hiya an-namā’ wa az-ziyādah wa ṭūl al-baqā’ ma‘a ad-dawām—“berkah adalah tumbuh, bertambah, dan melimpahnya kebaikan yang bersifat abadi.”
Tujuh Cara Berinteraksi dengan Al-Qur’an
Untuk memperoleh keberkahan itu, Charis menyebutkan beberapa cara berinteraksi dengan Al-Qur’an, di antaranya:
Pertama, dengan senang mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Hanya kitab suci ini yang memberikan pahala kepada pendengarnya, terutama bila dibacakan dengan tartīl (perlahan dan jelas) serta tajwīd yang benar.
Kedua, dengan beriman kepada Al-Qur’an. Iman itu mencakup keyakinan bahwa seluruh isi kandungannya adalah kebenaran mutlak, orisinalitas teksnya terjaga sebagaimana janji Allah dalam Sūrah al-Ḥijr ayat 9, serta universalitas syariatnya yang berlaku untuk semua makhluk termasuk jin.
Keempat, dengan mentadabburi Al-Qur’an, yakni merenungkan maknanya. Charis menganjurkan setiap rumah muslim memiliki minimal satu kitab tafsir agar tadabbur bisa dilakukan dengan baik. Waktu yang paling tepat untuk tadabbur, menurutnya, adalah selepas salat Subuh.
Kelima, dengan menghafal Al-Qur’an. Ia menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan secara bertahap agar mudah dihafalkan, sebagaimana ditegaskan dalam Sūrah al-Furqān ayat 32: “Orang-orang kafir berkata: Mengapa al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus? Demikianlah, agar dengan itu Kami teguhkan hatimu, dan Kami membacakannya dengan tartil.”
Keenam, dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai obat. Charis mengutip Sūrah Yūnus ayat 57 yang menyebut Al-Qur’an sebagai penyembuh bagi penyakit batin dan lahir. Ia mencontohkan bagaimana Nabi SAW pernah meruqyah dengan membaca Sūrah al-Fātiḥah untuk menyembuhkan orang sakit.
Ketujuh, dengan mengamalkan Al-Qur’an. Inilah puncak interaksi, sebab semua tahapan sebelumnya hanyalah persiapan menuju pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pada bagian penutup, Charis kembali menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah pedoman hidup yang harus senantiasa menyertai umat Islam.
“Berinteraksi dengan Al-Qur’an adalah jalan untuk meraih keberkahan sekaligus cara mengakui nikmat terbesar dari Allah SWT,” pungkasnya. (muhammadiyah.or.id)
