• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Amrizal

Amrizal

Rumah Sebagai Madrasah Kader : Refleksi Kaderisasi dari Balik Pintu Rumah

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
16 September 2025
in Opini
0

Rumah Sebagai Madrasah Kader: Refleksi Kaderisasi dari Balik Pintu Rumah

(Tulisan ke-21 dari Beberapa Tulisan Terkait Kader)

Oleh: Amrizal, S.Si., M.Pd – Wakil Ketua MPKSDI PWM Sumatera Utara / Dosen Unimed

 

Di forum-forum besar, nama-nama tokoh sering disebut. Foto-foto kegiatan tersebar di media sosial, spanduk, dan baliho. Namun ada kelompok yang tak pernah tampak dalam publikasi itu. Mereka adalah para pendamping hidup aktivis, para istri maupun suami, anak-anak, bahkan orang tua—yang sabar menunggu di rumah. Mereka bukan narasumber dalam seminar, bukan pengisi materi dalam pelatihan, bukan pula pengurus di struktur resmi. Tetapi mereka adalah sumber kekuatan yang tak ternilai. Mereka menjaga rumah agar para pejuang bisa bergerak. Mereka merawat kesabaran, menumbuhkan doa, dan menyimpan kerinduan dalam diam.

Aktivis dan Rumah yang Sunyi
Menjadi aktivis adalah pilihan. Namun di balik pilihan itu ada konsekuensi: waktu bersama keluarga sering berkurang, malam-malam panjang dihabiskan di rapat, hari Ahad berubah menjadi konsolidasi, dan agenda keluarga kadang tertunda oleh agenda organisasi. Seorang istri pejuang mungkin sering menyiapkan makan malam yang akhirnya dingin karena suami pulang larut. Anak-anak tertidur sebelum sempat bermain bersama ayahnya. Seorang ibu muda harus menghadapi hari-hari berat sendirian, sementara suaminya sibuk di lapangan.
Namun di balik semua itu, ada doa yang tak pernah putus: doa agar langkah-langkah perjuangan tetap lurus, agar hati tetap lembut, agar perjuangan ini tidak membuat lupa pada ladang amal terdekat—yakni keluarga.

Kaderisasi dan Kerja Sunyi
Kaderisasi Muhammadiyah sering dibahas dalam forum resmi: kurikulum, metode, evaluasi, dan strategi. Namun jarang sekali kita berbicara tentang kerja sunyi para pendamping kader. Padahal, tanpa dukungan mereka, roda kaderisasi tidak akan berputar dengan utuh.
Kita bangga menyebut “kader tangguh” atau “pemimpin masa depan.” Tetapi di balik gelar itu ada air mata yang tertahan, ada kerinduan yang dikorbankan, ada tanggung jawab rumah tangga yang ditanggung seorang diri. Inilah yang disebut dengan “kerja sunyi kaderisasi.” Ia tidak tertulis dalam modul, tidak masuk dalam laporan pertanggungjawaban, tetapi nyata menopang perjuangan. “Kader yang tangguh bukan hanya mereka yang mampu berpidato lantang di mimbar, tetapi juga mereka yang belajar menghargai doa dan kesabaran pendamping hidupnya.”

Rumah sebagai Fondasi Kaderisasi
Rumah adalah madrasah pertama. Maka, rumah juga menjadi fondasi kaderisasi. Aktivis yang kuat lahir dari keluarga yang kokoh. Istri atau suami yang tabah, anak-anak yang sabar, orang tua yang ikhlas—semua itu adalah bagian dari proses kaderisasi yang jarang disebut, tetapi sangat menentukan. Kaderisasi bukan hanya menyiapkan pemimpin di forum, tetapi juga melatih aktivis untuk tetap bertanggung jawab pada rumah. Jangan sampai sibuk memimpin ribuan orang, tetapi lupa menuntun doa untuk keluarganya sendiri. Jangan sampai namanya harum di organisasi, tetapi rumahnya sepi dari kasih sayang.

Fenomena yang kerap kita jumpai di Muhammadiyah adalah banyaknya pimpinan yang begitu bersemangat mengajak orang lain untuk aktif dalam persyarikatan, tetapi lupa mengajak, membina, bahkan menanamkan nilai perjuangan itu kepada anak dan keluarganya sendiri. Hal ini sungguh miris, karena melahirkan potret bahwa bermuhammadiyah seolah hanya untuk dirinya pribadi, bukan untuk istri, suami, atau anak-anaknya. Padahal, kaderisasi sejati bermula dari rumah; keluarga adalah madrasah pertama yang seharusnya menjadi ladang penanaman ideologi dan gerakan Muhammadiyah. Bila para pimpinan gagal mengakader anaknya, maka kita sedang membangun rumah besar yang kokoh di luar, namun membiarkan pondasi di dalam runtuh. Sudah saatnya kita bercermin, bahwa dakwah tidak hanya ke luar, tetapi harus dimulai dari dalam, agar estafet perjuangan Muhammadiyah benar-benar berlanjut lintas generasi.

Seorang aktivis Muhammadiyah sejati tidak hanya mengkader orang lain, tetapi juga menjadikan rumah tangganya sebagai ladang pertama kaderisasi. Istri atau suami, serta anak-anak, harus merasakan dan memahami denyut perjuangan Muhammadiyah, sebab keluarga adalah mata rantai yang akan meneruskan risalah dakwah ini. Seringkali kita sibuk membina banyak orang di luar sana, namun lupa bahwa amanah terbesar justru ada di rumah—anak-anak yang tidak mengenal Muhammadiyah akan menjadi generasi yang tercerabut dari akar perjuangan ayah dan ibunya. Maka, kaderisasi keluarga bukan sekadar pelengkap, melainkan inti dari keberlanjutan gerakan, agar kelak nama besar Muhammadiyah tidak hanya hidup di forum-forum resmi, tetapi juga mengalir dalam darah dan napas anak-anak kita.

Pelajaran untuk Aktivis
Apa yang bisa dipetik dari refleksi ini?
1. Hargai kerja sunyi. Aktivis harus sadar, di balik setiap langkah perjuangan, ada keluarga yang menopang dengan doa dan kesabaran.
2. Seimbangkan amanah. Aktivisme bukan alasan untuk melupakan tanggung jawab rumah tangga. Keluarga adalah ladang dakwah pertama.
3. Libatkan keluarga dalam semangat perjuangan. Sesekali, ceritakan apa yang diperjuangkan. Ajak mereka merasa bangga, bukan hanya merasa kehilangan.
4. Pulang dengan hadir. Pulang bukan sekadar kembali ke rumah untuk tidur, tetapi hadir secara utuh: mendengar, memeluk, dan menemani.

Menyemai Doa, Menuai Kepemimpinan
Kaderisasi Muhammadiyah tidak hanya melahirkan pemimpin yang pandai berbicara, tetapi juga pribadi yang mampu menjaga keseimbangan hidup. Ada pepatah bijak: “Di balik lelaki hebat, ada perempuan tangguh.” Namun dalam konteks kaderisasi, pepatah itu bisa diperluas: “Di balik kader-kader tangguh, ada keluarga yang kuat, ada istri-istri dan suami-suami yang sabar, ada doa-doa yang tak pernah lelah dipanjatkan.”

Mereka yang menunggu dalam doa adalah bagian dari gerakan ini. Mereka memang tak tercetak di struktur kepengurusan, tidak diberi ID card, tidak tampil di media. Tetapi tanpa mereka, organisasi ini tak akan pernah punya pemimpin yang tahan banting. Maka, dalam setiap program kaderisasi, mari kita ingat: rumah adalah madrasah. Dan doa yang dipanjatkan dalam sunyi sering kali lebih kuat dari seribu yel-yel di forum terbuka.

Kepada para istri dan suami para pejuang, kepada anak-anak para aktivis, kepada keluarga yang sering ditinggal karena amanah organisasi—ketahuilah bahwa kalian bukan orang biasa. Kalian adalah penjaga garda belakang. Nama kalian mungkin tak disebut, tetapi amal kalian tercatat di langit.

Dan kepada para aktivis: pulanglah. Pulanglah bukan hanya untuk beristirahat, tetapi untuk hadir. Pulanglah bukan hanya membawa cerita perjuangan, tetapi juga mendengarkan cerita rumah. Pulanglah, karena keluarga adalah madrasah kader yang sejati.
Wallahu a’lam bish Shawab

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: amrizalmadrasah kaderopini
Previous Post

Rakerda LPCR-PM PDM Kota Medan Dorong Penguatan Dakwah Berbasis Cabang dan Ranting

Next Post

Indonesia Kini Nomor 1 di Dunia, Warga RI Sudah Kecanduan Parah

Next Post
Indonesia Kini Nomor 1 di Dunia, Warga RI Sudah Kecanduan Parah

Indonesia Kini Nomor 1 di Dunia, Warga RI Sudah Kecanduan Parah

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.