• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Kolom Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar: Mendialogkan Ide Penyatuan Awal Bulan

Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar

Kalender Global MABIMS dan KHGT, Respons atas Periset BRIN/ THR Kemenag RI Soal Otoritas (Lagi)

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
5 September 2025
in Literasi, Opini, Tarjih
0

Kalender Global MABIMS dan KHGT, Respons atas Periset BRIN/ THR Kemenag RI Soal Otoritas (Lagi)

Oleh : Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar – Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU

 

Tulisan ini kembali menanggapi artikel seorang Profesor Riset Astronomi BRIN dan Anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag RI dalam blognya yang berjudul “Muzakarah Falak MABIMS 2025: Kriteria MABIMS Diusulkan Menjadi Kriteria Kalender Hijriyah Global”. Dalam pilihan judul sebenarnya normal dan standar saja, tidak ada yang patut diperdebatkan. Namun ternyata dalam uraiannya kembali (untuk kesekian kalinya) sang pakar mengomentari KHGT dengan penekanan pada kekurangannya (menurut sang pakar), karena itu dalam hal ini penulis terdorong untuk meresponsnya. Kali ini penulis cukup respek karena tidak ada diksi dan narasi yang terkesan sinis dan tendensius, betapapun dalam dialog di WhatsApp Group yang saya dan beliau ada di dalamnya hal itu kerap muncul.

Adapun tanggapan penulis atas tulisan sang pakar sebagai berikut:

Pertama, penulis menyampaikan penghargaan dan apresiasi atas terselenggaranya “Muzakarah Falak Peringkat
MABIMS tahun 2025” tanggal 22-26 Juli 2025 di Hotel Klana Resort Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia. Berikutnya penulis juga mengapresiasi atas dirumuskannya poin-poin “Cadangan Resolusi Muzakarah Falak Peringkat MABIMS tahun 2025” tersebut. Salah satu poin (diktum) cadangan “Muzakarah Falak Peringkat MABIMS 2025” itu adalah “Mencadangkan KIR MABIMS diangkat sebagai cadangan kriteria Takwim Hijri Global”.
Ini adalah langkah maju, artinya pemikiran kalender global telah masuk dalam pemikiran 4 negara yang tergabung dalam MABIMS. Betapapun dalam diktum itu masih bersifat umum yang secara pasti memerlukan penjabaran dan implementasi lebih lanjut. Namun sekali lagi secara pribadi penulis mengapresiasi cadangan pemikiran kalender global yang dimunculkan para delegasi MABIMS ini.

Berikutnya dalam artikelnya sang pakar menyatakan, “Dengan deklarasi KHGT (Kalender Hijriyah Global Tunggal) oleh Muhammadiyah ada yang menganggap hanya kriteria Turki yang bisa menjadi kriteria kalender global. Padahal kriteria MABIMS yang sama dengan kriteria usulan Rekomendasi Jakarta 2017 (atau kriteria apa pun) bisa juga menjadi kriteria kalender global”. Ini pernyataan paradoks, di satu sisi sang pakar ingin menegaskan bahwa kalender global bukan hanya KHGT (faktanya memang demikian, sebab ada banyak konsep kalender global yang pernah berkembang), namun saat yang sama sang pakar belum punya bentuk konkret kalender global itu sendiri. Narasi yang kerap dimunculkan adalah bahwa Kriteria MABIMS dan atau Rekomendasi Jakarta 2017 (RJ 2017) bisa/dapat diusulkan. Dalam kutipan di atas secara jelas disebutkan “…bisa juga…”.

Artinya Kriteria MABIMS atau RJ 2017 yang dianggap lebih baik dari KHGT sejauh ini masih berupa teori dan narasi, sama sekali belum ada bentuk konkretnya seperti KHGT. Karena itu agar fair sebaiknya bentuk konkret kalender global Kriteria MABIMS atau RJ 2017 itu (baik dengan konsep bizonal atau trizonal) segera diwujudkan agar dialog dan diskursus lebih memiliki suasana baru, tidak mengulang dan memperdebatkan hal-hal yang
sudah berulang. Pernyataan sang pakar berikutnya, “Itu sebabnya, MABIMS pun hanya bisa mengusulkan agar kriteria MABIMS ditetapkan sebagai usulan kriteria Kalender Hijriyah Global. Ditetapkan oleh siapa? Pada resolusi itu tidak disebut pihak yang menetapkan, tetapi yang jelas bukan oleh MABIMS sendiri. Kalender Hijriyah Global perlu kesepakatan dan komitmen negara-negara lain untuk menerapkannya bersama, bukan sebatas negara-negara MABIMS”. Penulis cukup berulang dan saksama membaca dan memahami pernyataan ini dan menyimpulkan beberapa hal berikut: pertama, “…MABIMS pun hanya bisa mengusulkan agar kriteria MABIMS…”, diksi “hanya bisa” sekali lagi secara jelas menunjukkan belum adanya kalender global itu, kecuali narasi dan teori.
Pernyataan ini juga menunjukkan ketidakpercayaan diri MABIMS untuk merumuskan dan menerapkan sebuah kalender yang bersifat global sebab “hanya bisa mengusulkan”.

Bagaimana mungkin 4 negara yang berdaulat ini tidak memiliki rumusan kalender global? Ini adalah analisis penulis atas nalar sang pakar, sama sekali bukan menggambarkan sikap MABIMS. MABIMS, yang terdiri dari empat negara (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapore) adalah negara berdaulat dan merdeka, diantaranya berdaulat dan merdeka dalam menerima dan menolak kalender global.

Kedua, “Ditetapkan oleh siapa? Pada resolusi itu tidak disebut pihak yang menetapkan,…”, ini menunjukkan sesungguhnya keharusan otoritas global di lingkup MABIMS belum ada, persisnya belum dibicarakan. Karena itu dapat dipahami kemestian adanya otoritas yang selama ini kerap dimunculkan tidak lebih merupakan pandangan pribadi sang pakar, terbukti dalam poin kedua cadangan resolusi muzakarah tersebut tidak menyebut otoritas tertentu, atau sekurang-kurangnya otoritas secara umum. Namun jika pada akhirnya nanti otoritas disepakati dan menjadi keharusan maka sepenuhnya dihormati.

Ketiga, “Kalender Hijriyah Global perlu kesepakatan dan komitmen negara-negara lain untuk menerapkannya bersama, bukan sebatas negara-negara MABIMS”. Pernyataan ini penuh tanda tanya, yaitu “kesepakatan dan komitmen negara-negara lain” itu negara apa dan mana saja? Apakah seluruh negara di dunia? Bagaimana dengan negara-negara yang belum punya keinginan sama sekali atas kalender global, apakah kalender itu tetap berjalan dan diterapkan ataukah ditunda menunggu semua negara menyepakatinya? Rentetan dan konsekuensi pertanyaan-pertanyaan ini akan terus muncul dan bercabang sebagai konsekuensi dari keharusan otoritas dan kesepakatan global itu. Saat yang sama tanpa disadari menyebabkan substansi kalender global itu terbengkalai. KHGT telah mengambil ihtiar dengan segenap kekurangannya, karena itu patut ditunggu bentuk konkret Kalender MABIMS atau RJ 2017 dengan segala klaim kelebihannya. Jika hanya mengomentari dan mengkritisi KHGT tanpa opsi konkret, maka pemahaman umat soal kalender global tidak bertumbuh.

Pernyataan sang pakar lagi, “Kalender global seperti apa yang mungkin diterapkan? Tentu perlu kesepakatan internasional. Kalau OKI disepakati sebagai otoritas global penentu kalender hijriyah, prinsip dasar kalender yang harus ditetapkan adalah titik temu antara pengamal hisab dan pengamal rukyat. Itulah yang sudah diterapkan oleh MABIMS”. Kembali pertanyaannya “kesepakatan internasional” seperti apa yang dimaksud sang pakar? Apakah seluruh dunia? Berdasarkan zona? atau …? Pernyataan “Kalau OKI disepakati sebagai…”, lagi-lagi “kalau”. Lalu pernyataan “…titik temu antara pengamal hisab dan pengamal rukyat. Itulah yang sudah diterapkan oleh MABIMS”. Ini menarik untuk ditunggu yaitu bagaimana praktik dan implementasi titik temu hisab-rukyat yang dimaksud dalam konteks kalender global, persisnya dalam konsep IR 3-6.4 atau RJ 2017. Lalu pernyataan “Itulah yang sudah diterapkan oleh MABIMS”. Ya, semua agaknya sudah tau bagaimana praktik dan implementasi kriteria imkan rukyat MABIMS 3-6.4 selama ini, persisnya baru-baru ini yang kerap terjadi perbedaan antar satu dengan yang lain.

Selanjutnya yang paling klasik, sang pakar kembali mengangkat dan mengungkit soal otoritas dengan menyatakan sebagai berikut, “Namun untuk menjadi kriteria global perlu penetapan oleh otoritas yang bersifat global pula, misalnya OKI (Organisasi Kerjasama Islam). Tidak bisa diklaim atau dideklarasikan sepihak”. Pernyataan “Tidak bisa diklaim atau dideklarasikan sepihak” merupakan pandangan sepihak pula dari sang pakar yang sah-sah saja dikemukakan sebagai pendapat dan pandangan. Adapun pandangan dan argumen penulis tentang ini sudah berulang penulis tulis, rasanya amat menjenuhkan jika diurai kembali dalam tulisan ini, namun yang pasti KHGT Muhammadiyah tidak menetapkan satu otoritas global tertentu dalam implementasinya.

Faktanya lagi, sebelum KHGT dengan parameter 5-8 nya di launching, kalender global Turki 2016 (yang juga dengan parameter 5-8) telah diterapkan negara Turki dan komunitas Muslim Eropa dan Amerika, seluruhnya
dengan tanpa otoritas (OKI). Dalam launching KHGT, OKI juga diundang dan hadir secara online, bahkan memberi sambutan dan sorotan atas KHGT, namun Muhammadiyah tidak memintanya untuk menjadi otoritas, sebagaimana Turki, komunitas Muslim Eropa dan Amerika. Sekali lagi ini hanya soal pilihan, soal cara pandang, urgensi dan strategi. Bagaimanapun otoritas tetap baik namun bukan merupakan keharusan (apalagi ‘harga mati’) yang tanpanya sebuah kalender global batal terwujud bahkan sekadar dirumuskan. Substansi (al-maqashid) dari kalender global adalah globalitas dan diterima serta dapat diterapkan, bukan pada soal ditetapkan oleh apa dan siapa (al-wasa’il).

Tentu, amat dihormati jika MABIMS mengusulkan OKI sebagai otoritas global. Karena itu, tanpa bermaksud mengajari, tugas MABIMS adalah memastikan terlebih dulu kebersediaan OKI menjadi otoritas, lalu merumuskan apa yang menjadi tugasnya (apakah OKI hanya mengumumkan semata ataukah bertanggungjawab menyusun/menghitung kalender global itu), bagaimana regulasi dan mekanisme penerapannya seandainya kalender global itu bizonal, bahkan trizonal? Lalu jika rukyat diharuskan siapa perukyatnya dan bagaimana mekanisme isbatnya? Bagaimana jika OKI kehilangan legitimasinya (misalnya karena dinamika dan persoalan politik global)? Tatkala otoritas OKI itu menjadi keharusan, bagaimana status kalender global itu manakala otoritasnya suatu waktu ‘hilang’?

Segenap pertanyaan ini patut dipertanyakan sebagai konsekuensi mengharuskan otoritas (OKI) sebagai sebuah otoritas yang harus dan mesti. Pertanyaan-pertanyaan ini penting sebab dalam “Cadangan Resolusi Muzakarah Falak Peringkat MABIMS tahun 2025” sama sekali belum ada penjabaran. Pada praktiknya penjabaran otoritas itu hanya datang dari seorang pakar yang mewakili lembaga BRIN dan THR Kemenag RI.

Karena itu saran penulis, lebih baik sang pakar mengupayakan untuk merumuskan dan membicarakan masalah otoritas dan hal teknis kalender global ini dalam lingkup MABIMS tanpa perlu mengaitkan dan mengomentari kalender global yang sudah definitif dan berjalan. Sebab seperti tercantum dalam artikel sang pakar di atas delegasi Indonesia pada Muzakarah Falak MABIMS 2025 itu dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Prof. Dr. Abu Rokhmad). Artinya kehadiran dan keterwakilan dalam muzakarah tersebut adalah resmi atas nama negara (Kementerian Agama RI). Karena itu jika kalender global MABIMS 3-6.4 itu merupakan opsi dan tawaran global maka sebaiknya sang pakar mendorong Kemenag RI untuk berbicara. Ini penting agar ada suasana baru diskursus kalender Islam di Tanah Air, tidak ‘dimonopoli’ oleh tafsir, narasi, dan penjabaran sang pakar saja dan saja, betapapun dalam segenap tulisannya sang pakar mewakili dua institusi secara sekaligus yaitu BRIN dan Kemenag RI, namun publik tentu ingin narasi baru, diskursus baru, dan literasi baru. Wallahu a’lam[]

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: arwinkalender globalkght
Previous Post

17+8 Tuntutan Rakyat Bergema di Medsos, Yusril: Mustahil Pemerintah Abaikan

Next Post

Digital Mediatama (DMMX) dan Muhammadiyah Sepakat Bentuk Perusahaan Patungan

Next Post
Digital Mediatama (DMMX) dan Muhammadiyah Sepakat Bentuk Perusahaan Patungan

Digital Mediatama (DMMX) dan Muhammadiyah Sepakat Bentuk Perusahaan Patungan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.