• Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
Infomu
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi
No Result
View All Result
Infomu
No Result
View All Result
Izzul Muslimin

Izzul Muslimin

Respon Muhammadiyah Terhadap Kebudayaan Nasional : Dakwah Pencerahan Melalui Budaya

Syaiful Hadi by Syaiful Hadi
30 Agustus 2025
in Literasi, Seni dan Budaya
0
Respon Muhammadiyah Terhadap Kebudayaan Nasional : Dakwah Pencerahan Melalui Budaya
Oleh : Muhammad Izzul Muslimin
Sejak awal kelahirannya, Muhammadiyah memposisikan dirinya sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar yang mengedepankan pendekatan kultural dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu KH Ahmad Dahlan sebagai founding father Muhammadiyah menolak secara tegas usulan KH Agus Salim agar Muhammadiyah menjadi gerakan politik pada Rapat Tahunan Muhammadiyah di Yogyakarta, tahun 1918.
Secara pribadi KH Ahmad Dahlan bukanlah orang yang alergi terhadap politik. Bahkan dirinya terlibat aktif dalam pergerakan semacam Syarekat Islam dan Budi Utomo yang mendasari gerakannya pada kesadaran politik kebangsaan. Tetapi KH Ahmad Dahlan memang menghendaki agar Muhammadiyah tetap bergerak pada wilayah kultural dan keagamaan sebagai strategi dakwah.
Orientasi Muhammadiyah kepada gerakan kultural dan keagamaan membawa konsekwensi pada sifat organisasinya yang selalu bergerak dalam kehidupan kemasyarakatan dan kemanusiaan dengan pendekatan yang lebih moderat dan tidak konfrontatif. Meskipun demikian bukan berarti Muhammadiyah tidak menghadapi pertentangan dan perlawanan. Pertentangan dan perlawanan muncul dari mereka yang merasa terancam eksistensinya karena kehadiran Muhammadiyah. Bentuk pertentangan dan perlawanan bisa bersifat frontal, bahkan berupa kekerasan fisik. Namun hal demikian sudah menjadi risiko bagi gerakan yang langsung terjun di tengah masyarakat.
Capaian Muhammadiyah Setelah 109 Tahun 
Setelah 109 tahun Muhammadiyah menjalankan dakwahnya, kita bisa menyaksikan apa yang telah berhasil diwujudkan Muhammadiyah dan yang belum terwujud. Keberhasilan yang telah dicapai Muhammadiyah perlu kita syukuri tetapi kita juga harus menyadari apa yang menjadi kekurangan dan kelemahannya selama ini.
Salah satu keberhasilan menonjol yang telah dicapai Muhammadiyah adalah upayanya dalam membangun institusi dan kelembagaan. Kehadiran Muhammadiyah baik sebagai organisasi maupun dalam bentuk amal usaha seperti pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan lain-lain sangatlah luar biasa. Muhammadiyah dianggap sebagai organisasi terbesar dalam hal keberadaan jumlah amal usahanya di Indonesia, bahkan dunia. Muhammadiyah juga diakui sebagai organisasi yang memiliki harta kekayaan dan aset yang besar dengan nilai triliunan rupiah.
Namun keberhasilan Muhammadiyah dalam hal kelembagaan dan aset ternyata tidak berbanding lurus dalam hal pengaruh dan pengakuan masyarakat sebagai bagian dari gerakan Muhammadiyah. Dari  berbagai survey yang pernah dilakukan, ternyata orang yang mengaku sebagai bagian dari Muhammadiyah jumlahnya masih relatif kecil. Hasil survey LSI (2019) menyebutkan hanya 5,4% orang di Indonesia yang mengafiliasikan dirinya kepada Muhammadiyah. Jika dikalkulasi maka ada sekitar 14,6 juta orang dari 271 juta penduduk Indonesia yang mengaku Muhammadiyah. Meskipun angka tersebut bukanlah jumlah yang sedikit, tetapi agak jauh dari ekspektasi Muhammadiyah jika dibandingkan dalam  hal prestasi kelembagaannya. Sementara Nahdlatul Ulama (NU) diakui sebagai ormas Islam yang memiliki pengikut terbanyak. Dalam Survey yang sama, LSI menyebutkan ada 36,5% (atau sekitar 98,9 juta) orang di Indonesia yang mengaku berafiliasi ke NU. Dari realitas tersebut dapat dikatakan bahwa sebagai gerakan dakwah yang lebih tua daripada NU, Muhammadiyah belum cukup berhasil menjadi organisasi yang berpengaruh di lingkungan umat Islam di Indonesia
Apa yang menjadi kendala sehingga Muhammadiyah belum bisa diterima oleh mayoritas umat Islam di Indonesia?
Salah satu kelemahan Muhammadiyah adalah belum memiliki perangkat budaya yang bisa menjadi karakter dan identitas Muhammadiyah. Muhammadiyah dianggap kering dari simbol-simbol sosial budaya yang bisa menjadi ciri dan identitas Muhammadiyah.
Hal ini terjadi karena sesungguhnya Muhammadiyah adalah gerakan yang mencoba melepaskan diri dari budaya lama menuju budaya baru. Tetapi ternyata transformasi menuju budaya baru belum terbentuk dengan baik. Muhammadiyah masih terfokus dengan institusionalisasi gerakan, dan belum secara serius menggarap budaya barunya. Tanwir Muhammadiyah di Bali pada tahun 2001 sebenarnya sempat melahirkan konsep Dakwah Kultural, namun sayang belum terlihat gerakan yang cukup progresif ke arah sana.
Kebudayaan Nasional dan Peran Muhammadiyah 
Indonesia sebagai konsep baru negara yang terlahir sejak 1945 sebenarnya membutuhkan perangkat baru dalam membangun kebudayaannya. Kebudayaan lama di era kolonial maupun di era kerajaan nusantara lebih bersifat sebagai bahan dasar yang harus diolah dan dipilah lagi menjadi budaya baru yang bisa mewakili spirit ke-Indonesiaan yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam situasi demikian sebenarnya Muhammadiyah sebagai bagian dari komponen bangsa yang ikut membidani kelahiran Negara Indonesia berpeluang besar untuk turut berperan aktif dan progresif dalam melahirkan tatanan baru Indonesia, dan lebih spesifik budaya nasional Indonesia.
Secara garis besar sebenarnya Muhammadiyah telah berperan besar sebagai perajut budaya baru: Kebudayaan Nasional Indonesia, ketika keberadaan Muhammadiyah telah diterima secara nasional, bahkan sebelum Republik ini lahir. Muhammadiyah telah turut secara langsung menguatkan kesatuan dan persatuan bangsa dalam ke-Indonesiaan tanpa harus membedakan asal suku dan adat istiadatnya. Bisa dibayangkan jika sebelum kemerdekaan belum ada upaya seperti yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Tentu tidak mudah untuk bisa mewujudkan lahirnya Negara Indonesia.
Peran besar Muhammadiyah dalam membangun kebudayaan Indonesia terus berlanjut ketika Republik Indonesia yang baru lahir membutuhkan banyak sumber daya manusia untuk mengisi birokrasi pemerintahan. Kebutuhan tenaga terdidik sangat mendesak sementara jumlah lembaga pendidikan peninggalan pemerintah kolonial tidak cukup memadai. Di situlah peran Muhammadiyah sebagai organisasi yang konsen di bidang pendidikan sangat dirasakan manfaatnya. Banyak lulusan sekolah Muhammadiyah yang kemudian bisa mengisi kebutuhan sumber daya administratur pemerintahan baik sipil maupun militer.
Muhammadiyah sebenarnya memiliki momentum cukup penting saat negara Indonesia sedang berproses membentuk wajah kebudayaan nasionalnya. Apalagi sebagai organisasi Muhammadiyah memiliki sebaran yang cukup merata di seluruh wilayah Republik Indonesia. Sayangnya, momentum ini kurang termanfaatkan dengan baik karena Muhammadiyah kurang serius dalam pengembangan aspek kebudayaan dan lebih menonjol sebagai gerakan amal dan institusional.
Namun beriring dengan waktu, peran Muhammadiyah dalam ranah kebangsaan semakin memudar bersamaan pula dengan semakin melemahnya basis-basis kekuatan ekonomi Muhammadiyah. Sebaliknya, institusionalisasi dan pelembagaan Muhammadiyah semakin menemukan bentuknya dan semakin tumbuh membesar.
Belakangan aktivitas Muhammadiyah justru lebih banyak ditopang melalui kekuatan-kekuatan lembaga amal usaha yang didirikan Muhammadiyah. Sebaliknya, kekuatan massa dan komunitas Muhammadiyah cenderung stagnan bahkan melemah. Apalagi setelah mulai bermunculan dan berkembangnya kelompok Islam urban yang cenderung lebih tertarik dengan gerakan Islam baru yang lebih kosmopolit dan mengadopsi gerakan Islam transnasional seperti Hizbuttahrir, Salafy, Tarbiyah, dsb. Kelompok Islam urban yang pada awalnya menjadi basis pendukung gerakan Muhammadiyah semakin terkikis dan meninggalkan Muhammadiyah.
Diplomasi Kebudayaan Muhammadiyah 
Sudah saatnya Muhammadiyah mulai lebih serius menggarap jalan kebudayaan sebagai salah satu strategi dakwah utamanya. Aktivitas kebudayaan tidak lagi dipandang sekedar pelengkap atau pemanis kegiatan tetapi benar-benar disiapkan secara matang sebagai upaya mengajak, menggembirakan, dan menanamkan nilai-nilai ke-Islam dan ke-Muhammadiyahan. Pada sisi lain Muhammadiyah juga turut andil secara aktif dan progresif mewarnai dan mengembangkan kebudayaan Indonesia sehingga tetap membawa nilai-nilai luhur yang sejalan dengan Pancasila dan Islam. Jika Muhammadiyah diibaratkan sebuah rumah, maka perlu memiliki halaman muka serta interior yang baik dan indah sehingga nyaman bagi penghuninya, juga membuat tertarik para tamunya. Disitulah kebudayaan ditempatkan. Jika pemahaman ini disadari, maka peran seni dan budaya di Muhammadiyah tidak bisa dipandang sebelah mata.
Muhammadiyah sebenarnya bisa menjadikan seni budaya sebagai alat diplomasi dakwah Islam. Istilah diplomasi kebudayaan sebenarnya konsep yang sering dipakai dalam politik luar negeri. Diplomasi Kebudayaan adalah upaya suatu negara untuk membawa misi dan kepentingan suatu negara melalui pendekatan kebudayaan yang lebih bersifat soft power. Salah satu negara yang berhasil melaksanakan diplomasi kebudayaannya dengan sukses adalah Korea Selatan. Saat ini produk budaya Korsel telah mendunia, termasuk juga di Indonesia. Drama Korea dan musik asal Korea yang dikenal dengan sebutan Kpop jadi trend dan kesukaan anak-anak muda. Makanan khas Korea dan produk kecantikannya juga merambah pasar dunia. Semua itu terjadi tidak lepas dari kemampuan Korea Selatan dalam menyusun strategi diplomasi kebudayaannya. Diplomasi Kebudayaan Korsel tidak hanya berpengaruh kepada popularitas produk budaya Korsel di dunia tetapi juga berdampak secara ekonomi bagi Korsel.
Tidak ada salahnya jika kita meminjam istilah diplomasi kebudayaan sebagai strategi dakwah Muhammadiyah melalui kebudayaan. Diplomasi kebudayaan Muhammadiyah berarti upaya untuk mendakwahkan Islam melalui aktivitas kebudayaan untuk mendukung apa yang menjadi maksud dan tujuan Muhammadiyah. Sasaran diplomasi kebudayaan Muhammadiyah adalah masyarakat luas baik yang Islam maupun non muslim, di dalam dan di luar negeri.
Diplomasi kebudayaan Muhammadiyah bisa dilaksanakan dengan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya Muhammadiyah yang telah ada. Jika ada sinergi yang baik antar lini maka diplomasi kebudayaan Muhammadiyah bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan. Bidang yang bisa digarap melalui diplomasi kebudayaan Muhammadiyah sangat beragam, antara lain:
– Produk makanan halal
– Wisata religi/Islamy
– Mode busana muslim/muslimah
– Seni pertunjukan Islamy (musik, film dll)
– Seni lukis, instalasi, kriya, dll
Masih banyak lagi sebenarnya bidang garap yang bisa dikembangkan. Tetapi yang penting semua itu perlu dikerjakan dengan lebih serius dan adanya kesadaran bersama untuk saling bersinergi. Tidak ada yang mustahil selama itu dikerjakan, dan tidak ada kenyataan selama tidak diupayakan. Wallahu a’lam.
*** Penulis, adalah Sekretaris PP Muhammadiyah 

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
  • Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak
Tags: diplomasi budayaizzul MusliminkebudayaanPeran Muhammadiyah
Previous Post

Dosen FAI UMSU Jadi Narasumber Literasi Digital & AI di Thailand Selatan

Next Post

PWM Sumatera Utara Kembangkan Reputasi Digital

Next Post
PWM Sumatera Utara Kembangkan Reputasi Digital

PWM Sumatera Utara Kembangkan Reputasi Digital

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Beranda
  • Kabar
  • Literasi
  • Kolom
  • Kesehatan
  • Muktamar
  • Pendidikan
  • Redaksi
Call us: +1 234 JEG THEME

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
    • Persyarikatan
    • Peristiwa
    • Ekonomi
    • Info LazisMu
    • InfoMU tv
  • Literasi
    • Kampus
    • Tarjih
    • Taman Pustaka
    • Jelajah Bumi Para Rasul
    • Majelis Pustaka & Informasi
    • Taman Pustaka
  • Kolom
    • Khutbah
    • Opini
  • Kesehatan
    • Lingkungan
    • Halal Center
  • Muktamar
    • Muktamar 48
    • Road To Muktamar 49
  • Pendidikan
    • umsu
    • Sekolah
  • Redaksi

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.