Unjuk Kerja Cooling Tower dengan Inclined Splash Fill Berlubang Multi Tingkat dan Relevansinya bagi Ketahanan Energi Nasional
Oleh : Dr. Khairul Umurani, ST.,MT
Penulis adalah Dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Ketahanan energi adalah sebuah konsep strategis yang semakin sering diperbincangkan dalam percaturan pembangunan nasional Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa, kebutuhan energi terus meningkat seiring industrialisasi, urbanisasi, dan pertumbuhan ekonomi. Namun, sumber energi nasional masih banyak bergantung pada bahan bakar fosil yang tidak hanya terbatas ketersediaannya, tetapi juga menimbulkan emisi karbon yang tinggi. Dalam konteks ini, isu ketahanan energi tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan pasokan, tetapi juga dengan bagaimana energi yang ada dapat digunakan secara lebih efisien, hemat biaya, serta ramah lingkungan. Salah satu perangkat yang sering terlupakan dalam diskusi ketahanan energi adalah cooling tower, menara pendingin yang menjadi bagian vital dalam sistem konversi energi dan berbagai industri di Indonesia.
Cooling tower digunakan untuk membuang panas berlebih dari sistem proses melalui mekanisme pendinginan evaporatif. Air panas dari boiler, turbin, atau mesin industri dialirkan ke bagian atas menara, didistribusikan melalui fill, lalu dijatuhkan agar kontak langsung dengan udara. Sebagian air menguap dan menyerap energi panas, sehingga air yang tersisa menjadi lebih dingin untuk digunakan kembali. Sistem ini bekerja terus menerus dalam skala besar di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), kilang minyak, pabrik petrokimia, hingga gedung-gedung bertingkat di kota-kota besar Indonesia. Tanpa cooling tower yang efisien, panas berlebih tidak dapat dikelola, peralatan akan cepat aus, konsumsi energi meningkat, dan biaya operasional membengkak. Dampaknya tidak hanya pada perusahaan pengelola, tetapi juga pada perekonomian nasional dan stabilitas pasokan energi.
Dalam penelitian ini, fokus diarahkan pada unjuk kerja cooling tower forced draft dengan sistem fill khusus berupa inclined splash fill berlubang multi tingkat. Fill merupakan media utama yang memecah aliran air menjadi butiran kecil sehingga memperbesar luas kontak antara air dan udara. Semakin luas kontak yang terjadi, semakin efektif proses perpindahan panas dan massa, sehingga pendinginan berjalan lebih baik. Namun, fill memiliki banyak variasi desain. Di sinilah dua parameter penting diuji: sudut inklinasi fill dan rasio perforasi.
Eksperimen dilakukan dengan memvariasikan sudut fill pada 15°, 20°, dan 25°, serta rasio perforasi sebesar 2,6%, 3%, dan 3,6%. Rasio laju aliran massa air-udara (L/G) juga ditinjau, karena perbandingan ini menentukan seberapa banyak udara tersedia untuk mendinginkan sejumlah tertentu air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju aliran udara yang lebih tinggi meningkatkan efisiensi cooling tower, karena lebih banyak udara bersentuhan dengan air, memperbesar laju penguapan, dan menurunkan suhu air keluar. Sementara itu, rasio L/G yang rendah memungkinkan lebih banyak udara berinteraksi dengan air, meningkatkan efektivitas pendinginan. Sebaliknya, rasio L/G yang tinggi, di mana air mendominasi, justru mengurangi
luas permukaan kontak sehingga efisiensi menurun.
Sudut inklinasi 15° ternyata menghasilkan unjuk kerja yang lebih rendah, sementara sudut yang lebih tinggi (20–25°) memberi hasil lebih baik. Pada perforasi, rasio 3,6% terbukti memberikan kinerja pendinginan terbaik, karena aliran air terpecah lebih merata dan turbulensi udara meningkat. Dari sini terlihat bahwa desain fill yang optimal dapat meningkatkan efektivitas cooling tower tanpa menambah sumber daya eksternal.
Apa kaitannya dengan ketahanan energi nasional? Jika ditilik lebih jauh, peningkatan efisiensi cooling tower berkontribusi pada tiga aspek utama
ketahanan energi: efisiensi energi, penghematan sumber daya, dan keberlanjutan lingkungan.
Pertama, efisiensi energi. Cooling tower yang lebih efektif berarti pompa dan blower bekerja dengan daya lebih rendah, sehingga konsumsi listrik berkurang. Dalam skala besar, misalnya di PLTU yang jumlahnya masih mendominasi pasokan listrik nasional, penghematan energi dari cooling tower saja bisa berarti pengurangan penggunaan bahan bakar jutaan liter per tahun. Energi yang biasanya terbuang dalam bentuk panas dapat dimanfaatkan kembali secara lebih optimal.
Kedua, penghematan sumber daya air. Di Indonesia, air digunakan sebagai media pendingin dalam jumlah sangat besar. Cooling tower yang efisien mengurangi kebutuhan make-up water atau air pengganti karena lebih banyak panas yang berhasil dibuang melalui evaporasi. Ini penting dalam konteks nasional, karena beberapa daerah industri di Indonesia sudah menghadapi keterbatasan pasokan air bersih. Efisiensi cooling tower berarti juga menjaga keberlanjutan pasokan air untuk masyarakat luas.
Ketiga, keberlanjutan lingkungan. Efisiensi pendinginan yang lebih tinggi mengurangi kebutuhan energi fosil, sehingga menurunkan emisi karbon. Hal ini mendukung komitmen Indonesia pada target Net Zero Emission tahun 2060. Setiap peningkatan efektivitas cooling tower, sekecil apa pun, jika dikalikan dengan ratusan unit industri dan pembangkit listrik di seluruh negeri, akan memberikan kontribusi besar dalam menurunkan jejak karbon nasional.
Keindonesiaan dari penelitian ini juga tampak dari penggunaan material lokal dan pendekatan tepat guna. Fill dibuat dari pelat galvalum yang mudah ditemukan di pasaran, murah, dan tahan korosi. Eksperimen menggunakan sensor dan instrumen sederhana berbasis Arduino, yang menunjukkan bahwa inovasi tidak harus bergantung pada teknologi mahal impor. Justru dari kreativitas lokal inilah muncul solusi yang sesuai dengan kondisi iklim tropis lembab Indonesia. Cooling tower impor sering kali didesain untuk iklim subtropis yang kering, sehingga performanya kurang optimal jika diterapkan di Nusantara. Penelitian ini membuktikan bahwa dengan menyesuaikan desain fill, cooling tower dapat bekerja lebih baik di lingkungan tropis.
Inilah makna ketahanan energi yang sesungguhnya. Ketahanan energi tidak melulu soal pembangunan megaproyek pembangkit listrik atau impor teknologi canggih, tetapi juga soal bagaimana memanfaatkan teknologi yang ada dengan lebih efisien, disesuaikan dengan karakteristik lokal, dan dikembangkan dengan sumber daya dalam negeri. Setiap peningkatan efisiensi berarti penghematan energi, dan setiap penghematan energi berarti penguatan ketahanan nasional. Lebih jauh lagi, hasil penelitian ini memiliki implikasi sosial dan ekonomi yang signifikan.
Cooling tower yang lebih efisien berarti biaya operasional industri menurun, sehingga produk industri dalam negeri bisa lebih kompetitif di pasar global. Dalam jangka panjang, efisiensi energi ini bisa diterjemahkan menjadi biaya listrik yang lebih terjangkau bagi masyarakat.
Dengan demikian, penelitian teknis seperti ini sesungguhnya memiliki kontribusi luas, dari ketahanan energi hingga kesejahteraan rakyat Ketahanan energi Indonesia dibangun dari tiga pilar: ketersediaan, keterjangkauan, dan keberlanjutan. Cooling tower yang efisien mendukung ketiga pilar tersebut. Dari sisi ketersediaan, efisiensi pendinginan mengurangi beban sistem sehingga kapasitas pembangkit lebih terjaga. Dari sisi keterjangkauan, biaya energi berkurang karena konsumsi listrik industri lebih rendah. Dari sisi keberlanjutan, emisi karbon ditekan dan pemakaian air lebih hemat.
Melalui penelitian ini, kita belajar bahwa inovasi kecil bisa membawa dampak besar. Mengubah sudut fill dari 15° ke 25°, menambah perforasi dari 2,6% ke 3,6%, tampak sederhana, tetapi efeknya nyata terhadap efektivitas pendinginan. Dan efek itu, ketika diakumulasi dalam skala nasional, adalah bagian dari jawaban atas tantangan ketahanan energi. Cooling tower menjadi simbol bahwa kedaulatan energi bangsa tidak selalu lahir dari teknologi spektakuler, tetapi dari keberanian meneliti, mencoba, dan menyesuaikan teknologi dengan kondisi lokal.
Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk terus mendorong penelitian-penelitian serupa. Pemerintah, akademisi, dan industri perlu bekerja sama dalam memperkuat inovasi teknologi pendinginan dan efisiensi energi. Jika teknologi cooling tower yang sesuai iklim tropis ini diadopsi secara luas, ketahanan energi nasional akan semakin kokoh. Bukan hanya karena penghematan energi, tetapi juga karena lahirnya kemandirian teknologi yang menjadi fondasi bangsa besar.
Pada akhirnya, penelitian tentang unjuk kerja forced draft wet cooling tower dengan inclined splash fill berlubang multi tingkat ini bukan sekadar kajian teknis, melainkan bagian dari narasi besar tentang bagaimana Indonesia membangun ketahanan energi. Dari setiap tetes air yang jatuh
dalam cooling tower, dari setiap derajat suhu yang berhasil diturunkan, kita melihat secercah harapan untuk masa depan energi bangsa yang lebih mandiri, berkelanjutan, dan berdaulat. (***)
*** Penulis adalah Dosen Fakultas Teknik UMSU

