Khutbah Jumat: Empat Tahapan Interaksi yang Baik dengan Al-Qur’an
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نبينا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ
عِبَادَ اللَّهِ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، فَتَقْوَى اللَّهِ فَوْزٌ لَنَا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta‘ālā dengan sebenar-benar takwa, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena sesungguhnya bekal terbaik dalam hidup ini adalah takwa, sebagaimana firman Allah:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
“Berbekallah kalian, maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal.” (QS. al-Baqarah [2]: 197).
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Al-Qur’an adalah anugerah terbesar yang Allah turunkan kepada umat manusia. Ia bukan sekadar bacaan, bukan hanya rangkaian huruf yang kita dengar, tetapi ia adalah pedoman hidup, cahaya yang menuntun, dan rahmat yang menyejukkan hati. Allah Ta‘ālā berfirman:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka pahala yang besar.” (QS. al-Isrā’ [17]: 9).
Namun, mari kita bertanya jujur kepada diri kita masing-masing: sejauh mana kita telah berinteraksi dengan Al-Qur’an? Apakah kita hanya sekadar membacanya tanpa makna? Apakah kita hanya menjadikannya pajangan di lemari, atau bacaan rutin tanpa pemahaman? Ataukah kita sudah benar-benar menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari?
Saudara-saudara seiman, ada empat tahapan penting yang dapat menuntun kita agar interaksi kita dengan Al-Qur’an menjadi lebih bermakna.
Pertama, Tilāwah
Tilāwah adalah membaca Al-Qur’an dengan tartīl, memperhatikan tajwīd, makhraj, dan adab membacanya. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
“Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatgandakan sepuluh kali.” (HR. at-Tirmiżī no. 2910).
Membaca Al-Qur’an bukan hanya ibadah, tetapi juga pintu awal untuk masuk ke keindahan dan kedalaman kalam Allah. Akan tetapi, jangan berhenti di sini. Tilāwah adalah langkah pertama, bukan tujuan akhir.
Namun, tilāwah juga merupakan pintu yang membuka hati kita untuk merasakan kelembutan dan keagungan kalam Allah. Seseorang yang terbiasa membaca Al-Qur’an akan merasakan ketenangan, bahkan dalam keadaan paling sulit sekalipun, karena ia membawa obat bagi kegelisahan hati dan penawar bagi segala luka jiwa.
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Kedua, Qirā’ah
Qirā’ah adalah membaca Al-Qur’an dengan memahami maknanya. Allah Ta‘ālā berfirman:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.” (QS. Ṣād [38]: 29).
Betapa banyak orang yang lancar membaca Al-Qur’an, tetapi tidak memahami isinya. Padahal, bagaimana mungkin Al-Qur’an bisa membimbing hidup kita jika kita tidak mengerti pesan-pesannya?
Karena itu, qirā’ah menuntut kita untuk tidak puas hanya dengan lantunan ayat, tetapi juga berusaha menyingkap makna di baliknya. Inilah yang membuat seorang mukmin bisa menata langkahnya sesuai dengan petunjuk Allah.
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Ketiga, Tadārus
Tadārus bukan sekadar membaca bersama, tetapi juga mengkaji, mendiskusikan, dan saling mengingatkan isi Al-Qur’an. Inilah tradisi para sahabat dan generasi salaf. Mereka tidak hanya membaca ayat demi ayat, tetapi juga mencari tahu asbāb al-nuzūl, tafsir, dan makna mendalam yang terkandung di dalamnya.
Di sinilah pentingnya kita hadir dalam majelis-majelis ilmu, halaqah Qur’an, atau pengajian tafsir. Karena tadārus akan memperluas pemahaman, memperkaya wawasan, dan menumbuhkan semangat untuk menghidupkan Al-Qur’an dalam realitas.
Keempat, Tadabbur
Inilah puncak interaksi kita dengan Al-Qur’an, yaitu merenungkan kandungan ayat-ayatnya, lalu mengaplikasikan nilai-nilainya dalam kehidupan nyata. Allah Ta‘ālā memperingatkan:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka tidakkah mereka mentadabburi Al-Qur’an? Ataukah hati mereka yang terkunci?” (QS. Muḥammad [47]: 24).
Tanpa tadabbur, Al-Qur’an hanya akan menjadi bacaan indah, tetapi tidak memberi dampak. Dengan tadabbur, Al-Qur’an menjadi sumber solusi, pedoman moral, dan cahaya yang menuntun langkah kita dalam bekerja, berkeluarga, bermasyarakat, dan membangun peradaban.
Maka, tadabbur adalah kunci yang membuat Al-Qur’an hidup dalam realitas kita. Orang yang mentadabburi Al-Qur’an akan melihat dunia dengan cahaya wahyu, sehingga setiap langkahnya dipandu oleh visi ilahi.
Ma‘āsyiral Muslimīn,
- Ahmad Dahlan memberi teladan agung dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Beliau tidak hanya membaca dan menghafalkan, tetapi juga bertanya pada dirinya sendiri: “Apakah ayat ini sudah saya jalankan? Apakah hidup saya sudah sesuai dengan pesan Al-Qur’an?”
Ketika membaca surat al-Mā‘ūn, beliau tidak berhenti pada tilāwah. Beliau renungkan, beliau kaji, lalu beliau amalkan. Dari situlah lahir amal nyata: mendirikan sekolah untuk anak miskin, panti asuhan, rumah sakit, hingga amal usaha Muhammadiyah yang kini mendunia. Semua itu berawal dari interaksi yang sejati dengan ayat-ayat Allah.
Inilah pesan besar yang harus kita teladani: Al-Qur’an bukan untuk sekadar dikhatamkan, tetapi untuk diwujudkan. Jika ayat-ayat tentang kepedulian sosial tidak melahirkan sikap peduli, maka kita baru berhenti pada bibir, belum sampai ke hati. Jika ayat-ayat tentang kejujuran tidak menjadikan kita jujur, berarti kita hanya membacanya tanpa menghadirkannya dalam hidup.
Tadabbur sejati mengubah diri, memperbaiki masyarakat, dan menyalakan cahaya peradaban.
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Empat tahapan inilah yang semestinya kita tempuh: tilāwah, qirā’ah, tadārus, dan tadabbur. Jika kita berhenti hanya pada tilāwah, kita hanya mendapat pahala bacaan. Jika kita naik ke qirā’ah, kita mulai memahami.
Jika sampai tadārus, kita memperdalam bersama. Namun, jika kita benar-benar sampai pada tadabbur, maka Al-Qur’an akan mengubah hidup kita, menggerakkan langkah kita, dan membangkitkan peradaban kita.
Maka marilah kita bertanya pada diri kita masing-masing: sudah sejauh mana kita berinteraksi dengan Al-Qur’an? Apakah hanya sebagai bacaan di bulan Ramadan? Ataukah sudah menjadi petunjuk hidup setiap hari?
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang selalu dekat dengan Al-Qur’an, yang membaca dengan tartil, memahami dengan hati, mengkaji dengan ilmu, dan mengamalkan dengan amal nyata.

