Milad ke-61 IMM: Menyorot Lemahnya Militansi Kader di Tengah Tantangan Zaman
Oleh :Partaonan Harahap,ST.,MT
Milad ke-61 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menjadi momentum penting untuk melakukan refleksi terhadap perjalanan organisasi ini. Sejak didirikan pada 14 Maret 1964, IMM telah berperan sebagai laboratorium intelektual bagi kader-kader muda Muhammadiyah. Namun, dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, militansi kader IMM tampak mengalami kemunduran. Dalam tulisan ini, kami akan menyoroti berbagai faktor yang menyebabkan lemahnya militansi kader IMM dan bagaimana hal ini berdampak pada peran organisasi dalam masyarakat.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah lahir dari kebutuhan untuk mengembangkan potensi intelektual mahasiswa dalam rangka mendukung gerakan dakwah Muhammadiyah. Sejak awal, IMM memiliki visi untuk menciptakan ilmuwan Islam yang berakhlak mulia dan mampu memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Dalam konteks ini, militansi kader menjadi salah satu aspek penting yang harus dijaga agar tujuan organisasi dapat tercapai.
Seiring dengan perkembangan zaman, tantangan yang dihadapi umat manusia semakin beragam. Dari masalah sosial, politik, hingga ekonomi, semuanya memerlukan perhatian dan tindakan nyata dari generasi muda. Oleh karena itu, militansi kader IMM sangat diperlukan untuk menjawab tantangan tersebut.
Tantangan Zaman dan Pergeseran Nilai
Seiring berjalannya waktu, tantangan yang dihadapi IMM semakin kompleks. Globalisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan sosial yang begitu cepat membawa pengaruh signifikan terhadap karakter dan militansi kader IMM. Arus informasi yang deras sering kali membuat kader terjebak dalam budaya instan dan hedonisme, yang perlahan-lahan mengikis semangat perjuangan dan militansi yang menjadi ciri khas IMM. Salah satu tantangan terbesar adalah menurunnya minat kader dalam mendalami isu-isu sosial dan keumatan. Di masa lalu, kader IMM dikenal sebagai motor penggerak diskusi kritis dan gerakan advokasi yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam dan kemanusiaan. Namun, kini fenomena apatisme dan pragmatisme mulai merajalela di kalangan kader. Banyak di antara mereka yang lebih fokus pada pencapaian pribadi, seperti mengejar gelar, pekerjaan, atau popularitas di media sosial, daripada memperjuangkan agenda kolektif yang menjadi ruh IMM.
Selain itu, krisis identitas juga menjadi masalah yang cukup serius.
Banyak kader yang mulai kehilangan arah dan tidak lagi memahami esensi perjuangan IMM. Hal ini diperparah oleh lemahnya sistem pembinaan kader yang ada. Proses kaderisasi yang seharusnya menjadi ajang pembentukan karakter dan penguatan ideologi, kini sering kali hanya menjadi formalitas belaka. Kader baru tidak dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang sejarah, nilai, dan tujuan IMM, sehingga militansi mereka pun tidak terbangun secara kokoh.
Kaderisasi yang lemah juga berimbas pada minimnya kemampuan kader dalam merespons isu-isu strategis. Dulu, IMM dikenal sebagai organisasi yang mampu merumuskan wacana keumatan dan kebangsaan dengan tajam serta menawarkan solusi-solusi konstruktif. Namun, kini suara IMM sering kali tenggelam dalam hiruk-pikuk wacana publik, karena minimnya kader yang mampu tampil sebagai pemikir dan penggerak sosial.
Peran Media Sosial dan Tantangan Baru
Tidak bisa dipungkiri, kehadiran media sosial membawa tantangan tersendiri bagi IMM. Di satu sisi, media sosial bisa menjadi alat dakwah dan penyebaran gagasan yang sangat efektif. Namun di sisi lain, media sosial juga berpotensi melahirkan budaya instan dan dangkal di kalangan kader. Banyak kader yang lebih sibuk membangun citra di dunia maya daripada melakukan kerja-kerja nyata di lapangan. Akibatnya, militansi kader menjadi lemah karena fokus mereka teralihkan oleh hal-hal yang bersifat permukaan. Selain itu, polarisasi politik yang kerap
terjadi di media sosial juga berdampak pada soliditas kader IMM. Perbedaan pandangan yang seharusnya menjadi kekayaan intelektual justru sering kali berujung pada perpecahan dan konflik internal. Hal ini semakin memperlemah daya juang IMM sebagai organisasi yang seharusnya menjadi pemersatu dan pencerah.
Revitalisasi Militansi Kader: Sebuah Keharusan
Menghadapi tantangan ini, IMM perlu melakukan revitalisasi militansi kader secara serius. Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk membangun kembali semangat juang kader IMM di era modern ini.
Pertama, memperkuat sistem kaderisasi. Proses pembinaan kader harus dikembalikan pada khittah awal IMM, yaitu membentuk kader yang berintegritas, berwawasan luas, dan memiliki semangat pengabdian yang tinggi. Materi-materi tentang sejarah IMM, nilai-nilai Islam, dan analisis sosial harus menjadi bagian penting dalam proses kaderisasi.
Kedua, membangun budaya literasi dan kritisisme. IMM harus mendorong kadernya untuk aktif membaca, menulis, dan berdiskusi tentang isu-isu strategis yang berkaitan dengan umat dan bangsa. Budaya diskusi yang kritis dan konstruktif perlu dihidupkan kembali di lingkungan IMM, agar lahir kader-kader yang mampu merespons tantangan zaman dengan pemikiran yang tajam dan solutif. Ketiga, memanfaatkan media sosial secara bijak. IMM perlu memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan gagasan-gagasan progresif dan membangun jaringan yang luas.
Namun, penggunaan media sosial harus diimbangi dengan kerja nyata di lapangan. Kader IMM harus diajak untuk kembali turun ke masyarakat, mengadvokasi isu-isu keumatan, dan menjadi agen perubahan yang nyata. Keempat, memperkuat solidaritas dan kebersamaan. IMM harus menjadi ruang yang inklusif, di mana perbedaan pandangan dihormati dan dijadikan sebagai kekayaan intelektual. Dialog antar kader perlu dibangun secara intensif, agar tercipta solidaritas yang kuat dan semangat kolektif yang kokoh.
Penutup: Menyongsong Masa Depan yang Lebih Cerah
Milad ke-61 IMM harus menjadi momen refleksi dan evaluasi yang mendalam bagi seluruh kader dan pimpinan IMM. Tantangan yang dihadapi saat ini memang berat, tetapi dengan semangat kebersamaan dan komitmen yang kuat, IMM bisa kembali menjadi organisasi yang melahirkan kader-kader tangguh, intelektual, dan berjiwa sosial tinggi.
Revitalisasi militansi kader bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi merupakan sebuah keharusan. IMM harus kembali ke khittah perjuangannya, yakni membentuk kader yang memiliki semangat keislaman, keilmuan, dan kemanusiaan yang tinggi. Dengan begitu, IMM akan tetap relevan dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi umat, bangsa, dan dunia di masa depan. Milad ke-61 ini bukan hanya perayaan, melainkan momentum untuk kembali menyalakan api perjuangan. IMM membutuhkan kader-kader yang siap menjadi pelopor perubahan, berani melawan arus, dan tetap teguh pada prinsip perjuangan. Dengan semangat yang baru, IMM bisa kembali menjadi garda terdepan dalam membangun peradaban yang berkeadilan dan berkemajuan. (***)
*** Penulis adalah Dosen Fakultas Teknik UMSU,Sekretaris LPCR-PM PWM Sumut, Fokal Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sumatera Utara

