Muhammadiyah: Pertambangan Penuh Pertimbangan
Oleh Dr. Salman Nasution SE.I.,MA

Sebutan sebagai organisasi terkaya di dunia menjadi kebanggaan tersendiri bagi Muhammadiyah. Tidak tanpa alasan, hal ini terlihat dari eksistensi amal usaha yang massif serta produktif, mulai dari pendidikan, kesehatan dan panti asuhan serta UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Kepemilikan dana Muhammadiyah juga menjadi incaran bagi lembaga keuangan yang ingin bekerjasama kepada Muhammadiyah. Tidak hanya tawaran untuk simpanan, mereka (lembaga keuangan) mengantri untuk memberikan dana pembiayaan (Privilege) kepada Muhammadiyah, karena proyek amal usaha Muhammadiyah mudah membesar, sehingga siapapun lembaga keuangannya yang bekerjasama dengan Muhammadiyah dipastikan untung.
Beberapa alasan di atas adalah sikap penolakan sebagian warga Muhammadiyah termasuk Aisyiyah terhadap IUP (Izin Usaha Pertambangan) bagi organisasi masyarakat. Muhammadiyah bisa mandiri, Muhammadiyah fokus terhadap umat yang secara langsung dibutuhkan. Pendidikan adalah bidang yang fokus dilakoni Muhammadiyah dari awal (bahkan sebelumnya) sampai saat ini. Dan Muhammadiyah bisa besar dengan dakwah melalui lembaga-lembaga ini, tidak dengan pertambangan. Bahkan keberadaan pertambangan saat ini cendrung berdampak pada kebencanaan bagi lingkungan dan manusia. Siapapun bisa mengakses keburukan operasional pertambangan diberbagai media termasuk media online. Pertambangan Tanpa Izin sering menyelimuti wilayah NKRI karena pasti bersentuhan pada masyarakat termasuk wilayah hutan lindung, hutan yang didiami oleh suku, dan limbah yang mengaliri pemukiman masyarakat. Media BBC, 7 Juni 2021 menyatakan bahwa “Di mana ada tambang, di situ ada penderitaan warga”.
Apakah sebegitu buruknya pertambangan sehingga siapapun cendrung menolaknya. Tentu, berbagai alasan-alasan tersebut harus direspon secara terperinci terkait dengan pertambangan tanpa terkecuali Muhammadiyah yang awalnya memiliki respon yang sama (menolak) terkait alasan-alasan tersebut, namun belakangan ini, Muhammadiyah menerima IUP, setelah ada pertemuan para pimpinan Muhammadiyah tingkat pusat Muhammadiyah dan wilayah Muhammadiyah serta rektor se Indonesia baru-baru ini. Bagi penulis, tentu perlu dikaji terkait dengan potensi Muhammadiyah secara khusus. Artinya jangan disamakan Muhammadiyah sebagai ormas penerima IUP dengan organisasi lainnya.
Menurut analisa penulis, alasan Muhammadiyah menerima IUP sangat beralasan dan dapat diterima oleh semua pihak terkhusus bagi warga persyarikatan yang menolak IUP bagi Muhammadiyah. Alasan pertama adalah amanah. Muhammadiyah adalah organisasi yang amanah yang menerima semua kepemilikan modal tidak hanya modal dari manusia, termasuk modal dari negara. Tidak bedanya manusia (umat) memberikan kepercayaan kepada Muhammadiyah untuk mengelola ZISWAF, tetapi juga negara memberikan kepercayaan kepada Muhammadiyah untuk dikelola. Tidak sedikit pertambangan menjalankan aktifitasnya yang berdampak pada kerugian dan kebencanaan, maka Muhammadiyah hadir untuk mengelola pertambangan yang sesuai dengan Syariat Islam (ekonomi Islam).
Amanah ini harus dijaga, bukan meminta apalagi mengharap untuk kekayaan organisasi. Tetapi ini adalah amanah yang tidak hanya terkoneksi pada manusia (horizontal) tetapi juga kepada Tuhan yang ahad, yang menciptakan langit dan bumi (vertikal). “Ini adalah amanah, yang dijaga (kelola)”. Pemerintah meminta (memohon) kepada Muhammadiyah untuk mengambil peran kepada IUP, artinya ada keyakinan kuat (haqqul yaqin) pemerintah kepada Muhammadiyah untuk mengelola tanah, laut, udara (pertambangan), mengingat organisasi ini selalu bisa untuk mengelola usaha.
Alasan kedua adalah pendidikan. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqoddas menjelaskan terkait dengan pendidikan, bahwa eksistensi atau keberadaan manusia di muka bumi ini akan berdampak pada terpeliharanya alam. Sebab pendidikan yang baik akan mengarahkan manusia untuk menjadi pemimpin yang menyelamatkan isi bumi, laut, bahkan kekayaan yang ada di langit dunia. Muhammadiyah sudah memiliki lembaga pendidikan yang besar. Kebutuhan akan pertambangan tentunya disahuti oleh para alumni universitas Muhammadiyah/Aisyiyah yang profesional yang kompeten mengelola pertambangan. Adapun bidang keilmuan yang dibutuhkan dalam pengelolaan pertambangan adalah teknik industri, teknik sipil, teknik mesin, manajemen dan lainnya berdasarkan kebutuhan. Al Islam dan Kemuhammadiyahan adalah mata kuliah wajib diikuti oleh semua mahasiswa Muhammadiyah/Aisyiyah untuk memperoleh ajaran-ajaran Islam dan perilaku Muhammadiyah tidak hanya pada nilai-nilai tauhid tetapi juga nilai muamalah. Artinya secara modal manusia (ilmu, iman dan ihsan), Muhammadiyah siap.
Alasan ketiga adalah nasionalisme. Jika kita telusuri, berapa jumlah tanah, air, udara dimiliki oleh asing. Tidak menafikan investasi untuk membangun negara besar ini. Organisasi yang sudah berdiri tegak bahkan dianggap mampu oleh para intelektual, tentu menjadi peluang bagi Muhammadiyah untuk ikut berpartisipasi membangun negeri. Mungkin Muhammadiyah biasa dan membiasakan kepada hal-hal terkait kepentingan umat seperti pendidikan, rumah sakit dan panti asuhan. Namun bagaimana dengan kepentingan negara? Pertambangan banyak disalahpahami sebagaian masyarakat Indonesia sebagai ladang kejahatan, namun bagaimana jika Muhammadiyah dijadikan role model dalam pengelolaan pertambangan? Muhammadiyah dituntut untuk serius dalam mengelola pertambangan berdasarkan kemasalahan umat, bangsa dan negara.
Ingat penulis akan tri dimensi kader, yaitu kader bangsa, kader umat dan kader persyarikatan. Statemen ini cendrung kepada personal kader Muhammadiyah. Bagaimana dengan kader bangsa, yaitu kader yang profesional yang beriman dan bertaqwa ikut membangun bangsa melalui pertambangan. Menganalisa dengan menterjemahkan dengan intelektual terkait dengan kader bangsa perlu dikembangkan (tidak monoton) dan tidak menyalahkan. Secara sederhana, jika negara butuh, maka Muhammadiyah siap. Jika Muhammadiyah sukses dalam mengelola pertambangan, dan selanjutnya negara percaya dengan Muhammadiyah dalam menjalankan amanah maka semua lahan pertambangan milik negara akan dikelola oleh Muhammadiyah.
Kekayaan Muhammadiyah bukan berati Muhammadiyah adalah organisasi korporasi profit oriented. Kaya berarti kaya akan amanah yang diberikan masyarakat dan negara kepada Muhammadiyah untuk dikelola. Muhammadiyah punya tanggung jawab besar terhadap apa yang dikelolanya. Tentu, organisasi ini bukan anak kecil, yang menerima makanan tanpa ada persyaratannya. Ada kaidah organisasi dan ada kaidah hukum ekonomi Islam dalam persyaratan utama dalam pengelolaan pertambangan. Penulis pikir, Muhammadiyah sudah ready to run, to act, to create, to build. Dan semoga Indonesia merdeka dari pertambangan ilegal, bebas bencana dan besar kerusakan.
Penulis adalah Dosen UMSU
Wakil Ketua FOKAL IMM SU dan MLH PWM Sumut

