Medan, infoMu.co – Beberapa hari lalu vira foto dan video pemandian jenazah seorang perempuan yang meninggal di RSUD Djasamen Saragih, Pematang Sintar mendapat tanggapan dari Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PW Muhammadiyah Sumatera Utara, Dr. Sulidar.
Peristiwanya, jenazah perempuan yang diduga terkonfirmasi Covid itu kemudian dimandikan oleh empat orang laki-laki, dua beragama Islam dan dua lainnya beragama Kristen. Tentu saja pemandian jenazah perempuan oleh petugas laki-laki sebagai sebuah pelecehan bahkan penghikaan dalam pandangan agama. Tidak seharusnya hal itu terjadi di sebuah rumah sakit milik pemerintah.
Atas peristiwa itu, keluarga dari jenazah perempuan protes keras kebanyak pihak termasuk ke MUI Kota Pematang Siantar. Aksi protes pun berlangsung dari berbagai elemen umat Islam termasuk dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Pematang Siantar.
Lalu seperti apa tanggapan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTTM) PWM Sumatera Utara, berikut penjelasan Dr. Sulidar yang juga dosen di UIN Sumatera Utara :

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Sumut
Pertama, dalam syariat Islam, yang berdasarkan Manhaj Tarjih Muhammadiyah, yakni ruju’ ila al-Quran dan as-Sunnah al-Mqbulah, bahwa dalam melaksanakan salah satu fardhu kifayah memandikan jenazah, ada aturannya yang ditetapkan oleh Rasul saw, yaitu: jika jenazahnya laki-laki, maka yang memandikannya mesti juga laki-laki, demikian pula jika jenazahnya perempuan, maka yang memandikannya mesti perempuan. Ada pengecualiannya, yaitu: jika jenazah istri dibolehkan yang memandikannya adalah suami; atau jenazah istri dibolehkan yang memandikannya suami. Selain dari status jenazahnya yang bukan suami-istri, maka wajib yang memandikannya sesuai dengan jenis kelaminnya. Walaupun, ayah kepada anak perempuannya atau ibu kepada anak laki-lakinya, tidak boleh memandikan jenazahnya, sebab berbeda jenis kelaminnya.
Kedua, diharapkan pihak yang berwenang, dalam hal ini polisi di daerah kota Pematang Siantar, mengusut peristiwa ini. Terutama pihak RSUD Djasamen Saragih Pematang Siantar, ataupun orang-orang yang memandikan jenazah tersebut. Apakah pihak RSUD Djasamen Saragih Pematang Siantar, ataupun orang-orang yang memandikan jenazah tersebut tidak mengetahui syariat Islam, atau tahu tetapi ada unsur kesengajaan ataupun kelalaian. Bahkan, menurut suami yang meninggal, diduga jenzazah dalam kreadaan tanpa kain difoto, ini telah melanggar nilai-nilai ketuhanan (syariat Islam) dan nilai-nilai kemanusiaan atau kesopnan (akhlaq al-karimah). Bahkan, jika ini disengaja bisa dikategorikan sebagai penodaan atau penistaan nilai-nilai keagamaman, dalam hal ini Islam. Maka dapat dipidana, baik lembaganya maupun individu yang terlibat di dalamnya.
Ketiga, diharapkan Ormas Islam, terutama PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) dan MUI yang ada di Kota Pematang Siantar mengawal dan memperhatikan secara serius peristiwa tersebut. Agar tidak terulang peristiwa yang sama pada masa yang akan datang,
Keempat, dengan seriusnya pihak berwenang mengusut tuntas peristiwa ini, diharapkan akan mewujudkan situasi dan kondisi yang kondusif. harmonis dan damai dalam kehidupan masyarakat di kota Pematang Siantar, apalagi dalam situasi pandemi covid-19, kondisi pskologi masyarakat sangat peka dan mudah terprovokasi, sehingga kita menghindari dampak dan ekses negatif dari peristiwa ini, yang tentunya sama-sama tidak kita harapkan. (Syaifulh)

