Jakarta, InfoMu.co – Pimpinan KPK 2011-2015 Bambang Widjojanto memberikan tanggapannya mengenai pelaporan Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) ke Mabes Polri dengan terlapor tiga pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, Bivitri Susanti beserta Dandhy Laksono selaku sutradara Dirty Vote , pada Selasa, 13 Februari 2024.
“Kriminalisasi terhadap sutradara dan pemain yang terlibat dalam Dirty Vote adalah tindakan melawan hukum karena melawan konstitusi dan sekaligus kewarasan nurani dan akal sehat,” kata BW, sapaan akrab Bambang Widjojanto kepada Tempo.co, Rabu, 14 Februari 2024.
Menurutnya, film itu sedang melaksanakan Pasal 22E ayat (1) Konstitusi yang secara tegas menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan berlandaskan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Dosen Paska Sarjana Fakultas Hukum Universitas Djuanda itu mengatakan Dirty Vote harus dimaknai untuk memastikan bahwa pemilu harus dibebaskan dari setiap upaya dan anasir kecurangan agar proses demokratisasi dapat dilakukan secara fairness guna memilih pemimpin terbaik republik tercinta.
“Oleh karena itu, tindakan kriminalisasi itu justru dapat disinyalir sebagai upaya untuk melegitimasi fakta dan potensi kecurangan yang sudah begitu kasat mata, tanpa tedeng aling-aling dan menonjok kesadaran publik karena sudah begitu sistemik dan terstruktur,” katanya.
Ketua Umum Foksi, M. Natsir Sahib menjawab pesan tertulisnya kepada Tempo. “Kami sedang usaha laporkan. Kemarin kami telah laporkan hanya saja kekurangan berkas. Hari ini kami melengkapi berkas,” katanya.
Natsir menilai film Dirty Vote yang membahas kecurangan Pemilu 2024 telah merugikan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang ikut berkontestasi. Dia menduga ada pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh keempat orang itu, terlebih film itu dirilis pada masa tenang menjelang hari pencoblosan. (TMP)

