Manusia Silver: Tanggungjawab Siapa?
Oleh: Ibrahim Nainggolan
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal 34 secara tegas menyatakan fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Sejak awal teks asli UUD 1945 memang sudah berbunyi demikian, bahkan sampai amandemen yang terakhir isi pasal ini tidak berubah bahkan mengalami penambahan ayat sehingga masuk menjadi bagian BAB XIV UUD 1945 berkaitan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.
Jika menelisik lebih dalam keberadaan pasal ini tentu sejak awal para pendiri negara sudah mahfum, akan ada fakir miskin dan anak-anak terlantar yang nasibnya tidak beruntung dalam sejarah perjalan panjang republik. Terbukti hingga 75 (tujuh puluh lima) tahun Indonesia merdeka Pasal 34 belum dihapuskan, sangat mungkin akan tetap dipertahankan sepanjang negara ini masih ada. Betapa para pendiri bangsa ini menyadari betul negara harus serius untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Sungguh miris ketika membaca berita terbitan lokal Medan yang memberitakan seorang bocah “manusia silver” tewas karena terlindas truk. Peristiwa tersebut tidak sampai mengundang perhatian publik, berbeda sekali dengan riuhnya perebutan kekuasaan di tingkat elit. Seakan melayangnya nyawa bocah silver tidak menyentuh hati para pengambil kebijakan di negeri untuk mengeluarkan “perpu” bagi perlindungan anak dan fakir miskin, siapa peduli!. Sungguh bocah tersebut tidak beruntung karena tidak dilahirkan dari keluarga terkenal, atau tidak mendapat simpati dari para buzzer maupun influencer yang dibayar mahal untuk menyuarakan kebijakan yang belum tentu bijak. Padahal nyawa seorang bocah silver dengan nyawa seorang presiden sama nilainya sehingga seharusnya mendapat perhatian dan penghormatan yang sama.
Nasib tragis para bocah silver selalu diuber, ditangkap, diamankan dalam situasi itu sering mendapatkan perlakuan kekerasan dan pelecehan. Fenomena ini tidak hanya terjadi dikota Medan, tapi hampir menjamur dikota-kota besar yang penuh dengan problematika sosial. Saat ini perhatian para elit lebih senang mengurusi anak, menantu, cucu dari para penguasa dinegeri ini bisa atau tidak ikut dalam kontetasi pilkada, dari pada harus mengurusi nasib fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Tidak cukupkah bagi penguasa di negeri ini menjadikan konstitusi sebagai penguat komitmennya agar serius menerbitkan kebijakan, fokus mengalokasikan anggaran, membangun infra struktur untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Patutkah melihat fakir miskin dan anak-anak terlantar sebagai musibah, padahal negara ini didirikan untuk menjamin agar ada yang mengurusi fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Tanggung Jawab Negara
Mengapa manusia silver berkeliaran dijalan raya, beraksi berharap belas kasihan mengumpulkan recehan dari segelintir orang yang yang mau berbagi dengan motif apapun. Berada dijalan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pokok sekedar dapat makan, sehingga harus rela menyabung nyawa baik dari rawannya kenderaan yang lalu lalang dan ancaman penularan wabah covid-19 yang akhir-akhir ini semakin mengganas. Pada paragraf keempat pembukaan UUD 1945 negara ini telah diamanahi untuk menjadi pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tugas luhur dan mulia yang diamanahkan oleh konstitusi kita merupakan tugas suci yang sepatutnya tidak boleh dianggap sepele.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Fakir Miskin pada Pasal 1 ayat (1) ditentukan fakir miskin ialah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Kalau manusia silver tergolong sebagai fakir miskin maka sepatutnya pemerintah memiliki tanggungjawab untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok fakir miskin dan anak terlantar.
Undang-Undang Fakir Miskin secara tegas pada Pasal 1 ayat (2) menyatakan pemerintah maupun pemerintah daerah harus mengupayakan upaya terarah, terpadu, terpadu dan berkelanjutan menyediakan program dan pemberdayaan agar terpenuhinya kebutuhan dasar setiap warga negara. Sejauh ini upaya pemerintah maupun pemerintah daerah masih sangat minim umtuk menjamin tersedianya kebutuhan dasar masyarakat berupa kecukupan pangan. Kalau pemenuhan kebutuhan dasar saja pemerintah belum serius konon pula menyediakan kebutuhan dasar yang berkualitas, yang menjamin kualitas sumber daya manusia yang unggul mungkinkah ini hanya akan sebuah mimpi!.
Peran pemerintah bersama dengan pemerintah daerah sudah waktunya untuk memberikan perhatian serius untuk mengurusi fakir miskin dan anak-anak terlantar, tidak boleh lagi terdengar bocah silver atau anak jalanan atau anak terlantar, tewas sia-sia karena bertarung dengan ganasnya jalanan untuk sekedar memenuhi kebutuhan perut yang sejengkal. Patutkah kita bangga dalam konstitusi kita fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, padahal dalam faktanya ada banyak rakyat yang berkeliaran dijalan, menggelandang, mengemis seakan tidak ada negara yang mempedulikannya. Pandemi covid-19 semakin memperparah keadaan fakir miskin dan anak terlantar yang sangat membutuhkan perhatian dan kepedulian dalam bentuk aksi nyata.
Penulis, Ibrahim Nainggolan, Dosen FH UMSU/Ketua LAPK

