Pesan Anda telah terkirim
Momen Iedul Fitri Menjadi Starting Poin Memperbaharui Pemahaman dan Pengamalan Islam yang Kreatif dan Inovatif, Bebas dari Jumud, dan Taqlid Yang Membabi buta.
Oleh: Drs.H.Talkisman Tanjung, Wakil Ketua PDM. Kab.Masndailing Natal
ألْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ
فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسُولُهُ الَّذِيْ
بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ
Puji Syukur kita sampaikan kehadhirat Allah SWT yang sampai saat ini masih memberikan
kenikmatan lengkap, yakni Islam, iman, sehat, dan sempat. Semua itu kita peroleh berkat rahmat,
taufik, hidayah, dan inayah Allah Subhanahu wa Ta’aala. Dengan senantiasa mensyukuri nikmat
Allah SWT tersebut, sesuai janji – Nya akan ditambah-tambah, dan kita akan terhindar dari
adzab yang pedih.
Shalawat beriring salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Rasulullah
Muhammad Shalallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umatnya,
yang senantiasa ittiba’ padanya sampai pada hari akhir. Aamiin.
Satu minggu kita berada dibulan syawal 1444 H dan kita telah selesai menunaikan salah satu
kewajiban sebagai umat Islam, yakni puasa Ramadan. Allah Subhanahu wa Ta’aala berharap
agardengan melaksanakan ibadah puasa tersebut kita bisa menjadi orang yang bertakwa. Firman-
Nya dalam surat al-Baqarah (2):183
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Didalam Al-Qur’an, Allah SWT menguraikan secara gamblang tentang tanda-tanda orang yang
bertaqwa, yang dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’aala, di antaranya, pada surat al-
Baqarah (2):177
لَيْسَ الْبِرَّاَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ
الْاٰخِرِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةِ وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَ وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ
وَابْنَ السَّبِيْلِۙ وَالسَّاۤىِٕلِيْنَ وَفىِ الرِّقَابِۚ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا
عَاهَدُوْا وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْاوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ
الْمُتَّقُوْنَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
Berdasarkan ayat tersebut ada beberapa kriteria pasti sebagai kriteria orang bertaqwa yaitu :
1. Orang bertaqwa itu adalah orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian,malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi,
2. Orang bertaqwa itu juga orang yang senantiasa memberikah harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim,orang-orang miskin, musafir (yang membutuhkan
pertolongan), peminta-minta, dan memerdekakan hamba sahaya,
3. Orang bertaqwa itu juga adalah orang-orang yang senantiasa mendirikan shalat, bukan
mengerjakan shalat, tetapi mendirikan, maksudnya ibadah nya itu memiliki makna
posisitif baik untuk dirinya maupun untuk orang lain, yang dalam bahasa Al-Qur’an;
mencegah kekejian dan kemungkaran,
4. Orang bertaqwa itu adalah juga orang yang senantiasa mengeluarkan zakatnya apabila
telah sampai nisab dan haulnya, tanpa merasa keberatan karena semua itu hanyalah
titipan Allah SWT.
5. Orang bertaqwa itu juga orang yang selalu menepati janji-janjinya apabila dia berjanji
6. Orang bertaqwa itu adalah orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, termasuk
dalam peperangan,
Dan diakhir ayat disebutkan bahwa kriteria yang seperti inilah kriteria yang benar dari pribadi
pribadi yang bertaqwa .
Nah, Ramadhan adalah bulan berkah, yang diturunkan oleh Allah SWT untuk orang beriman,
dengan maksud Allah berharap agar kita orang beriman itu mampu membentuk diri menjadi
orang yang bertaqwa, tentu dengan fasilitas Ramadhan yang dianugerahkan oleh Allah SWT.
Selama bulan Ramadan, selain berpuasa, kita juga mengerjakan shalat tarawih, tadarus Al-
Qur’an, berinfaq/bershadaqah, dan dipenghujung Ramadhan kita melakukan i’tikaf. Bahkan,
secara keseluruhan kita meningkatkan amalan-amalan yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW,
termasuk amalan yang berfungsi sosial seperti sedekah dan infak juga semakin meningkat baik
kuantitas maupun kualitasnya..Dan sebagai pamungkas ibadah penyempurna puasa, kita
menunaikan amalan yang berfungsi sosial juga, yakni zakat fitrah.
Perayaan ‘Idul Fitri bagi umat Islam merujuk, di antaranya, pada Ayat 185 surat al-Baqarah
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
”… dan supaya kamu menyempurnakan bilangannya dan supaya kamu mengagungkan
kebesaran Allah atas petunjuk yang telah Dia berikan kepadamu dan supaya kamu bersyukur’.
Bagaimana cara kita mengagungkan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’aala dan mensyukuri
nikmat pemberian-Nya? Mari kita tingkatkan kesalehan sosial sebagai wujud ketakwaan kita
dengan mengamalkan firman Allah Subhanahu wa Ta’aala ayat 177 surat al-Baqarah,
yaitu beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang kita cintai kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan menepati janji apabila berjanji, dan sabar dalam
kesempitan, dan penderitaan.
Dengan kita mengamalkannya, insya-Allah akan dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’aala
sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Hujurat (49):13,
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ
“Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling
bertakwa di antara kamu.”
Kita dimuliakan oleh sesama manusia saja sangat senang. Apalagi, dimuliakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’aala! Mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’aala, Dzat Yang Mahamulia, pasti
mulia di mata manusia. Tetapi sebaliknya, mulia dihadapan manusia, belum tentu juga mulia
dimata Allah SWT.
Dengan demikian, pengertian Taqwa yang populer adalah kita yakin bahwa jika kita
melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’aala dan meninggalkan larangan-Nya pasti
mulia di mata Allah sekaligus mulia dihadapan manusia. Semua yang diperintahkan
Allah Subhanahu wa Ta’aala, yang wajib kita lakukan, pasti mendatangkan kebaikan.
Sebaliknya, semua yang dilarang-Nya, dan karena itu, wajib kita tinggalkan, pasti mendatangkan
keburukan.
Idul Fitri merupakan satu kesatuan dengan ibadah Ramadan. Artinya, tidak ada idul fitri bagi
orang yang tidak berpuasa Ramadhan. Dan orang yang berpuasa Ramadhan sudah dipastikan
akan berujung dengan Idul Fitri. Oleh karena itu, amal saleh pada bulan Ramadan kita jadikan
modal bagi amal saleh pada bulan selanjutnya.
Apalah artinya beridul fitri jika hari ini sama dengan kemarin; esok sama dengan hari ini; atau
malahan mungkin lebih jelek. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW yang menegaskan bahwa :
“barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka itu adalah orang yang merugi, dan
barangsiapa yang hari esok lebih jelek dari hari ini, maka dialah orang-orang yang celaka”
Apalah artinya beridul fitri manakala hati nurani dibohongi. Nikmat Allah pun dikorupsi sampai
tak ingat mati atau mengira kematiannya sama dengan kematian hewan; tak perlu
pertanggungjawaban segala perbuatannya kepada Allah SWT.
Apalah artinya beridul fitri jika kebencian tetap kebencian, tak berganti dengan kasih sayang
Ketakpedulian tetap ketakpedulian tak berganti dengan kepedulian. Kebohongan tetap
kebohongan tak berganti dengan kejujuran Kesombongan tetap kesombongan tak berganti
kerendahhatian atau tawadhdhu’. Kekasaran dan kekerasan tetap saja kekasaran dan kekerasan
tak berganti dengan kelemahlembutan. Ketumpulan perasaan tetap ketumpulan tak berganti
dengan kepekaan. Apalah artinya beridul fitri jika tak ada keramah-tamahan. Yang ada saling meremehkan. Tak
ada saling hormat dan saling menghargai. Yang ada saling hujat, saling mengklaim kebenaran,
tak ada saling sayang,yang ada adalah saling tendang. Tak ada saling rangkul, yang ada justru
saling pukul,saling memojokkan dan mendiskreditkan. Jika perlu menggunakan segala cara,
termasuk memfitnah dan membunuh saudaranya sendiri.
Idul Fitri yang berada di bulan Syawal, menurut maknanya syawal itu adalah meningkat.
Meningkat dari satu keadaan kepada keadaan yang lebih baik (Thabaqan ‘an Thabaq). Maka
segala bentuk perwujudan aktivitas untuk menghambakan diri kepada Allah SWT, justru
meningkat dari keadaan sebelumnya, baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
Iedul fitri yang diharapkan adalah Iedul fitri yang barakah (‘Ied Mubarak),dimana keadaan kita
manusia setelah bergumul dengan dosa dan kesalahan, pada momen iedul fitri ini justru kembali
menjadi suci (fitrah), terampuni segala dosa dan kesalahan, dan bukan membuat lembaran baru
untuk melukiskan dosa dan kesalahan itu.
Islam sebagai Agama yang membawa keselamatan, kedamaian, ketenangan, kenyamanan dan
kebahagiaan, tidak pernah memberikan legitimasi bagi seseorang atau sekelompok orang untuk
memonopoli sebuah kebenaran, Kebenaran itu hanya Milik Allah dan Rasul-Nya, kita hanya
berusaha semaksimal mungkin untuk berada digaris kebenaran Allah dan rasul-Nya. Dan hak
Allahlah yang bisa menentukan bahwa ijtihad seseorang atau kelompok itu benar atau salah.
Bukan orang lain yang berbeda pemahaman dan pendapatnya, dan ini membuat Islam itu kerdil,
padahal Rasulullah SAW itu didalam berbagai haditsnya tentang syari’at tidak pernah
mengarahkan kepada satu kesimpulan yang berupa keseragaman dalam pengamalan Islam. Islam
justru memberikan motivasi yang kuat kepada kita untuk berlomba membuat ‘amalan yang
terbaik (ayyukum ahsanu ‘amalan), baik itu berupa kesesuiannya dengan Sunnah maupun
ketulusannya dalam ber’amal dan beribadah.Dan didalam perjalanan kehidupan Rasulullah
SAW, beliau senantiasa memberikan apresiasi yang luar biasa bagi para sahabatnya yang
senantiasa berinovasi dan kreatif didalam memaknai sebuah perintah baik itu perintah Al-Qur’an
maupun yang bersumber dari Hadits rasulullah SAW.
Pernah suatu ketika, Rasulullah SAW dan para sahabat sedang melaksanakan shalat wajib
berjama’ah, tiba-tiba Rasulullah mendengar ada diantara sahabat yang membaca :” Rabbana
lakal hamdu, hamdan katsiiran thayyiban mubarakan fiihi” . maka setelah selesai Shalat
rasulullah bertanya, siapa diantara sahabat yang telah membaca do’a tersebut ketika I’tidal ? Dan
beliau memberikan apresiasi yang luar biasa dengan mengemukakan bahwa beribu-ribu malaikat
berebut untuk menjemput bacaan tersebut saking senangnya mereka mendengarkan bacaan itu.
Padahal rasulullah tidak pernah mengajarkan bacaan tersebut.
Dilain kesempatan, ketika Rasulullah dan para sahabat sedang duduk-duduk di masjid, tiba-tiba
beliau bersabda : ‘sebentar lagi akan masuk melalui pintu ini seorang ahli surga, dan ternyata
yang masuk melkalui pintu yang ditunjukkan Rasulullah itu adalah seorang sahabat yang tidak
selevel dengan sahabat-sahabat yang lain dari segi antusiasmenya menuntut ilmu Agama Islam
kepada Rasulullah, sahabat tersebut hanyalah orang biasa yang jarang sekali berkesempatan
hadir dimajlisnya Rasulullah SAW, disbebabkan kesibukannya untuk mencari nafkah untuk anak
dan istrinya. Dan hal itu terulang pada hari kedua dan ketiga, dan tetap saja yang masuk kemasjid
melalui pintu yang diisyaratkan oleh rasulullah adalah tetap orang yang sama. Menurut Riwayat
tersebut, akhirnya sahabat Anas bin Malik justru merasa cemburu dengan pernyataan Rasulullah
SAW tersebut yang menyatakan bahwa sahabat yang memasuki pintu masjid yang diisyaratkan
Rasulullah tersebut adalah salah satu penghuni surga. Untuk memenuhi hasrat penasarannya itu
sahabat Anas bin Malik meminta untuk bertamu dirumah sahabat yang dimaksudkan oleh
Rasulullah tersebut dengan maksud untuk mengintip dan mengetahui kira-kira ibadah apa
gerangan yang sangat istimewa yang dilakukan sahabat ini sehingga Rasulullah telah mengklaim
beliau sebagai salah satu penghuni surga. Singkat cerita, setelah melalui 3 hari waktu bertamu,
ternyata berbuah kekecewaan, karena dia tidak menemukan ibadah apa yang istimewa sehingga
menyebabkan sahabat ini menjadi penduduk surga. Dan ternyata setelah sahabat ini
menyampaikan rasa keingintahuannya untuk maksud apa sehingga sahabat Anas bin Malik,
sahabatnya Rasululah begitu tertarik untuk bertamu dirumahnya. Dan setelah diceritakan, maka
sahabat tersebut mengutarakan apa adanya dengan jujur, bahwa amal ibadah yang dilakukannya
tidak ada yang istimewa dan apa yang pernah dilihat selama 3 hari ini, itulah semuanya, namun
sebelum mereka berpisah, akhirnya sahabat tersebut menceritakan sebuah amalan hati yang
selalu diamalkannya yaitu : setiap menjelang tidur, dia selalu berdo’a untuk memohonkan
ampunan kepada Allah SWT agar Allah mengampuni dosa-dosa orang yang telah berbuat zhalim
kepada dirinya disetiap hari. Dan ketika dia ntidur, tidak ada satun titik hitampun noda yang
tertempel didalam hatinya. Nah, hanya amalan hati seperti itu saja Rasulullah memberikan
apresiasi yang luar biasa, menyebutkan bahwa sahabat tersebut adalah salah satu penduduk
syurga.
Mudah-mudahan dengan kita selalu belajar secara konprehensif terhadap Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW, tanpa memonopili kebenaran didalam menafsirkan dan memahaminya, insya
Allah kita akan mendapatkan apresiasi yang luar biasa juga dari rasulullah SAW. Dan mari kita
pergunakan momen Iedul Fitri ini menjadi starting poin bagi kita masing-masing, bahwa
Kreativitas dan inovasi yang dimotivasi oleh kehendak Al-Qur”an dan Sunnah, justru akan
menghindarkan kita untuk tidak jumud dan taklid membabi buta terhadap seseorang atau suatu
pendapat dari seseorang, kemudian mengklaim pendapat tersebut sebagai pendapat yang paling
benar. Ketahuilah, bahwa yang benar itu hanyalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang shahih,
sedangkan penafsiran, pemahaman terhadap keduanya tidaklah merupakan kebenaran yang
mutlak, bisa saja terjadi inovasi dan perubahan pemahaman dari pemahaman yang sebelumnya,
sebagaimana Imam Asy-Syafi’I memiliki Qaul Qadim dan Qaul Jadid ( Pendapat yang lama dan pendapat yang baru). Kita tidak akan pernah memaksakan pendapat dan kehendak kita agar
diikuti oleh orang lain, apalagi membawa nama Pemerintah yang dianulir sebagai Ulil Amri
minkum. Kita perlu belajar lagi tentang Tafsir ayat 59 Surat An-Nisa tersebut, kenapa didalam
ayat tersebut kalimat : Athii’u Allah wa athii’u ar-Rasul wa Ulil Amri Mingkum ada perbedaan
yang mendasar, dimana pada kalimat ulil amri tidak lagi menggunakan kata athii’u. Silahkan kita
pelajari kitab-kitab Tafsir yang muktabar, seperti Tafsir Ibnu Katsiir, Tafsir Ath-Thabari, bahkan
Kitab Tafsir yang dikarang oleh Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar dan lain-lain, ternyata keta’atan
kepada Pemimpin dikhususkan apabila pemimpin itu menyerukan kebenaran dan kebaikan.
Apabila tidak menyerukan kebenaran dan kebaikan maka tidak boleh dipatuhi. Nah, dalam hal
kasus Penetapan 1 syawal, sebahagian ummat Islam berkeyakinan sesuai dengan ilmu
pengetahuan yang disianari oleh Al-Qur’an dan Sunnah bahwa pada hari Sabtun itu sudah masuk
2 syawal, otomatis, 1 syawalnya adalah hari jum’at, berdasarkan syari’at Agama, siapa saja yang
berpuasa pada 1 syawal maka haram hukumnya, tentu ketetapan yang dibuat Pemerintah ini
adalah sesuatu yang mungkar, maka tidak wajib untuk dita’ati.
Sementara ada pihak-pihak yang tidak berilmu, dan jauh dari pemahaman dan pengamalan Islam yang komprehensif dan holistic, justru memaksakan kehendaknya untuk seluruh ummat Islam agar mengikuti dan mematuhi ketetapan Pemerintah ini. Lantas bagi siapa saja yang tidak mematuhi ketetapan Pemerintah
malah dituduh sebagai bughah (pembangkang) terhadap pemerintah. Ini adalah pemikiran dan
pemahaman yang sempit, jauh dari semangat Islam yang rahmatan lil’alamiin, jauh dari prinsip
al-adli yang diperintahkan oleh Allah kepada orang-orang beriman. Orang beriman dan berilmu
itu akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT, tetapi orang yang tidak beriman dan tidak
memiliki ilmu justru akan dihinakan sebagai orang yang penjilat, pemecah belah, bahkan orang-
orang yang tidak menyadari bahwa diatas langit itu masih ada langit. Semoga menjadi pelajaran
bagi kita ummat Islam, tidak mudah diobok-obok dan dipecah belah pemahaman dan
pengamalan Islam kita oleh orang-orang yang hina dan tak beradab itu. Wallaahu a’lam.
فعتبروا ياال الالباب
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي
التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ
أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ
مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ
اْلعَالَمِيْنَ. . رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ
فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

