Jakarta, InfoMU.co – Persoalan pembangunan Masjid Taqwa Muhammadiyah di Sangso, Salanga, Kabupaten Biruen yang tak jua selesai, menjadi perhatian serius Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) bersama PW Muhammadiyah Aceh dan PD Muhammadiyah Biruen ‘bertandang’ ke Mabes Polri untuk menjadi penyelesaian Masjid Taqwa Muhammadiyah di Sangso itu.
Muhammadiyah di Salanga tidak dapat meneruskan pembangunan masjid itu karena secara terus menerus mendapat ‘gangguan’ dari berbagai pihak dengan dalih yang tidak jelas. Tentu saja Muhammadiyah merasa sangat kecewa bahkan terdzalimi karena untuk proses pembangunan ‘Rumah Allah’ itu menjadi demikian sulit di negeri yang katanya ‘Serambi Mekkah’ itu.
Di Mabes Polri, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah beserta pengurus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Provinsi Aceh dan Pengurus Daerah (PDM) Kabupaten Biereun bertemu dengan Kepala Posko Presisi Irjen Slamet Uliandi di lantai 3 Mabes Polri.
Muhammadiyah menyampaikan permasalahan terkait hak untuk mendirikan mesjid bagi warga Muhammadiyah di beberapa daerah tertentu seperti di Biereun, Aceh dan di Kabupaten Banyuwangi, kata Direktur LBH PP Muhammadiyah Taufiq Nugroho.


Aparat Penegak Hukum Tidak Tegas
Adanya penolakan kelompok mayoritas dan ketidaktegasan aparat penegak hukum dalam menindak mereka yang menghalang halangi pembangunan masjid secara melawan hukum, menjadi materi yang disampaikan dalam dalam audiensi tersebut.
Pada peretemuan itu., Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kababupaten Biereun dr. Athailah A. Latief menyampaikan bahwa warga Muhammadiyah di Gampong Sangso, Samalangan, ingin mendirikan Mesjid Taqwa Muhammadiyah, disematkanya nama Muhammadiyah sebagai nama mesjid tersebut karena warga Muhammadiyah membutuhkan tempat sebagai basis kegiatan ibadah dan dakwahnya. Namun demikian masjid Muhammadiyah tetap terbuka untuk semua golongan yang ingin beribadah, tidak ada Masjid Muhammadiyah di seluruh Indonesia yang ekslusif. ” Muhammadiyah hadir untuk semua. Muhammadiyah tidak ekslusif,” tegas Athaillah.
Selama ini kegiatan-kegiatan Ke-Muhammadiyaan tidak dapat dilaksanakan di masjid-masjid jami’ karena Muhammadiyah dianggap berbeda mahzab fiqih dengan golongan mayoritas di Bireuen, kata dr. Athailah.
Sementara A. Malik Musa selaku Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM), menambahkan perbedaan diantara umat Islam seharusnya tidak menimbulkan perpecahan, kalau setiap golongan saling menghormati dan tidak merasa paling berkuasa.
“Muhammadiyah adalah bagian dari gerakan dakwah Islam yang terbukti diterima oleh semua golongan Islam di Indonesia dan telah banyak kontrubusi-nya untuk kemajuan ummat, bangsa dan Negara.” kata Malik Musa.
Namun kenapa di Kabupaten Biereun, aparatur negara seolah membiarkan mereka yang intoleran, menghalangi halangi pembangunan masjid. Apa masalahnya dengan membangun mesjid, bukan kegiatan illegal justru amal sholeh, apalagi di Provinsi Aceh sebagai daerah dengan otonomi khusus penerapan syariat Islam, ujarnya Malik Musa.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Posko Presisi Bapak Irjen Slamet Uliandi akan menindaklanjuti permasalahan tersebut dengan melakukan pendalaman dan memastikan aparat penegak hukum bertindak sesuai dengan standar Presisi yang diterapkan Polri. ” Saya akan pastikan, aparat penegak hukum di daerah bertindak Presisi, “ungkap Irjen Slamet Uliandi tegas. (Agusnaidi B/Syaifulh)


Barakallah.
Di seluruh indonesia,dari sabang sampai merauke ada Muhammadiyah.kita sebagai kader perserikatan mihammadiyah harus tetap berfhastabikul khairat.