Dosa dan Pahala
Oleh : Safrin Octora
Disebabkan oleh suatu keperluan, saya menyempatkan sholat magrib di kompleks perumahan tempat tinggal saya dahulu, di kabupaten sebelah yang tidak jauh dari kota Medan.
Selesai sholat, seorang jamaah yang usianya lebih tua dari saya, curcol (baca : bahasa lain dari curhat) kepada saya. Menurut dia, sholat sholat yang dilakukannya selama ini seakan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan dosa-dosa masa lalunya. Sehingga menurut si teman, pahala-pahala ibadahnya tidak akan tersisa bila dibandingkan dengan dosa-dosanya.
Lalu dia meminta pandangan saya tentang hal ini.
Sebelum menjawab saya memperhatikan kawan ini dengan serius. Dia sedikit menunduk. Lalu pelan-pelan saya berkata “dalam dinamika ibadah saya setiap hari, saya tidak pernah melihat dosa dosa masa lalu dan pahala-pahala yang akan saya peroleh dari pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut”.
Mendengar jawaban saya, si kawan yang tadi tertunduk, mengangkat kepalanya dan menatap saya serius namun penuh tanda tanya. Sepertinya dia ragu dengan jawaban saya itu.
Untuk menghilangkan keraguan itu, saya menjelaskan adagium di atas tadi juga dengan serius. Ini penjelasan saya.
Pada dasarnya manusia itu adalah makhluk pendosa, baik sengaja maupun tidak. Melalaikan waktu sholat, mengganggu anak gadis, bahkan mengganggu sholat jamaah adalah dinamika yang mungkin terjadi pada masa lalu. Bahkan mungkin juga melawan perintah orang tua, adalah bagian dari kehidupan banyak orang.
Sengaja ataupun tidak sengaja, saya merasa semua itu adalah bagian dari dinamika hidup saya pada masa lalu. Namun ketika kesadaran untuk beribadah itu datang, saya melaksanakan perintah perintah Allah tanpa pernah melihat ke masa lalu. Tanpa pernah mengingat dosa-dosa yang pernah saya perbuat.
Saya melaksanakan ibadah bukan untuk menghapus dosa-dosa masa lalu. Namun saya melakukan ibadah-ibadah itu karena saya seorang Muslim. Untuk sholat misalnya itu saya lakukan karena sebagai seorang muslim, saya telah berjanji sesuai dengan apa-apa yang tercantum pada Rukun Islam.
Rukun Islam terdiri dari 5 aspek. Aspek pertama yaitu pengakuan kita sebagai Muslim bahwa “Tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah”. Janji yang kita nyatakan pada aspek pertama harus diikuti dengan aspek kedua pada yaitu {perintah bagi setiap muslim untuk mengerjakan sholat”. Karena pada dasarnya sholat itu adalah tiang agama – imaduddin. Agama tanpa tiang akan runtuh. Maka sebagai ummat Islam saya melaksanakan sholat agar tiang agama itu menjadi kuat. Ketika akan sholat, saya tidak pernah melihat dosa saya akan dihapus lalu mendapatkan pahala bila sholat. Tidak. Tidak pernah.
Namun bila Allah semesta alam memberikan pahala dan mengurangi dosa-dosa masa lalu, saya kira itu adalah bonus dari upaya kita menjalankan perintah sholat.
Begitu juga dengan aspek ketiga yang merupakan perintah untuk menjalankan puasa. Itu saya lakukan karena Allah semesta alam telah memerintahkan setiap ummat muslim yang beriman untuk berpuasa. Kalau puasa kita diterima, dan Allah berkenan, serta kita diberi pahala, ya Alhamdulillah.
Hal yang sama juga terjadi ketika saya memberikan sebahagian rezeki yang saya peroleh seperti yang tertuang dalam Al-Quran surah Al-Maun. Itu saya lakukan agar saudara saudara yang tidak beruntung dapat menikmati hidup yang lebih baik.
Aspek memberikan bantuan kepada fakir miskin, duafa dan kaum tidak mampu, tidak hanya tercantum dalam perintah-perintah agama Islam, tetapi juga bagian dari solidaritas sosial yang bersifat general. Dengan memberikan sebahagian rezeki kita, maka kita akan mengurangi kejahatan yang mungkin timbul karena kemiskinan. Dengan demikian kriminalitas akan berkurang.
Jadi saya berbuat semua itu, bukan untuk menghapus dosa masa lalu dan memperoleh pahala. “Penghapusan dosa dan perolehan pahala adalah hak Allah Tuhan semesta alam”, kata saya sambil menambahkan, “saya tidak mengejar penghapusan dosa dan peroleh pahala untuk pengerjaaan ibadah saya selama ini”.
“Ini semua saya lakukan karena sebagai ummat Islam, saya memilih janji yang tercantum pada Rukun Islam yang lima, dan pada Rukun Iman yang enam”, kata saya menutup pembicaraan dengan kawan itu. Dia memandang saya. Mukanya sudah agak cerah. Mungkin bebannya terhadap dosa dosa masa lalu telah berkurang.
“Jadi ….”, katanya ingin bertanya sesuatu, namun belum selesai karena saya potong”
“Jadi sebagai muslim, mengacu kepada Rukun Islam dan Rukun Iman dan perintah-perintah Nya dan menjauhi larangannya yang tertulis dalam Al-Quran”, kata saya.
“Lakukan ibadah dengan ikhlas, bukan untuk mengejar pahalanya, tapi mengejar ridha Allah Tuhan semesta alam. Pahala adalah bonus”, pungkas saya menutup pertemuaan kami menjelang Isya pada malam itu. (***)

